Agnia merupakan anak keluarga kaya raya. Ia akan berencana akan menikah dengan kekasihnya namun tepat di hari pertunangannya, ia malah melihat kekasihnya bermain api dengan sahabatnya sendiri.
Ia pikir status dan derajat yang sama bakal membuat semuanya bahagia. Tapi, ternyata ia jatuh pada seseorang yang bahkan tidak pernah dia pikirkan sebelumnya....
"Kehormatan mu akan terganggu jika bersama pria seperti ku!"
"Apa pentingnya kehormatan jika tak mendatangkan kebahagiaan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Sulit di tebak
Alih-alih bisa melanjutkan tidur seperti yang di minta pengawalnya, Agnia malah terganggu dengan pemikiran soal betapa banyaknya bekas luka yang tersebar di punggung lebar Airlangga.
Ia bahkan sampai terduduk dan menyalakan lampu kamarnya lagi. Seumur hidupnya, ia belum pernah melihat luka sebanyak itu di orang-orang terdekatnya. Dan juga, hidup seperti apa yang sebelumnya di jalani Airlangga? Melihat kalung yang melingkar dilehernya, ia tiba-tiba menarik senyuman penuh arti.
Sementara yang di pikirkan terlihat berjibaku di depan laptopnya dan mengerjakan beberapa hal yang harus ia kerjakan. Ia sebenarnya lelah dan pusing, tapi Zidan menunggu semuanya.
Di sela kegiatan, tiba-tiba pandangannya beralih pada luka di lengannya. Perempuan cerewet dan impulsif yang kini menjadi bosnya itu, tak di sangka perduli padanya. Ia tiba-tiba tersenyum sumbang.
Dan ketika kembali memfokuskan perhatian pada layar, alat di telinganya mendadak berbunyi. Ia sontak berlari menuju kamar Agni demi sinyal darurat itu.
Namun begitu pintu di buka dengan kerasnya, Airlangga tak mendapati Agni ada di sana. Pria itu segera melangkah tergesa dan sejurus kemudian,
Jeglek!
Ia kontan membalikkan tubuhnya demi suara yangg tiba-tiba. Tak taunya di sana sudah ada Agni yang meringis usai menutup pintu. Damned! Kini ia tahu jika perempuan itu membohonginya.
"Apa kau tahu alat itu ku berikan gunanya untuk apa?" kata Airlangga yang tak suka karena Agni menyalahgunakan alat itu.
"Aku... hanya ingin mengetes!" balasnya ragu. Menutupi kegugupannya dengan meringis.
Airlangga menghela napas berat. Dasar kurang kerjaan, pria itu seketika melangkah maju berniat menuju pintu untuk keluar, namun tangan lentik tiba-tiba terulur menahan perutnya.
"Aku tidak bisa tidur!"
Airlangga mengerutkan keningnya.
Lalu?
"Aku di bayar bukan untuk meninabobokan orang!" sahutnya sambil melempar tatapan ke arah lain.
"Bukan itu!" Agni memanyunkan bibirnya, merasa tak enak hati karena sepertinya Airlangga kesal, "Aku..."
Airlangga melirik tajam. Melihat seraut wajah yang tampak ragu-ragu untuk membuka suaranya.
"Aku... ingin kau tidur di situ!" menunjuk ke arah sofa.
Tentu saja Airlangga membulatkan matanya.
"Jangan berpikiran cabul dulu, aku takut karena..." katanya segera meralat sebab reaksi Airlangga membuatnya cemas.
"Cepat lah. Besok kau harus ke bank!" ucap Airlangga yang langsung bergerak menuju sofa lalu duduk dan melipat kedua tangannya ke dada.
Agnia langsung tersenyum. Padahal, entah mengapa ia hanya ingin menginterogasi Airlangga.
"Kau dari mana tadi?" tanya Agnia dari atas ranjang. Ia menatap ke arah pengawalnya.
Airlangga yang memejamkan matanya sambil duduk kini membuka matanya lagi karena di lempari pertanyaan.
"Ada urusan!"
"Urusan apa? Kenapa sampai terluka begitu?"
Airlangga menghela napasnya. Apakah ini penting untuk dia ketahui? Sepertinya tidak.
"Dalam perjanjian tidak ada tertulis untuk mengetahui urusan pribadi kedua belah pihak. Jadi, sebaiknya kau tidur lah!"
Agnia memanyunkan bibirnya demi jawaban tak enak itu, apalagi melihat pria dingin itu merem kembali rasanya sia-sia saja usahanya ingin ngobrol. Padahal ia ingin tau kejadian sebenarnya saja. Tapi ya sudahlah, pria itu memang sulit di tebak.
Karena kesal Agnia akhirnya memilih menarik selimutnya lalu tidur membelakangi Airlangga yang duduk berjarak hampir dua meter dari kasurnya.
Airlangga membuka matanya lagi begitu Agnia mematikan lampu kamarnya. Ia tertegun sejenak. Bukan maksud apa-apa, hubungan kerjasama ini tentu akan ada batasnya. Dan dia tidak mau Agnia tahu.
***
Tiupan angin sejuk di cerahnya sinar matahari membuat lembaran hordeng bergerak. Bersama dengan tepukan pelan di pipi yang membuat Agnia terganggu. Sialnya dalam mimpinya, ia di bangunkan oleh seorang pangeran yang begitu harum. Airlangga mengerutkan dahinya ketika tangannya di tangkap Agnia yang senyam-senyum sambil merem.
"Kenapa dia?"
"Ah pangeran, kau sangat wangi!"
Lagi-lagi Airlangga mengerutkan keningnya. Tak menyangka jika kliennya ini sungguh bar-bar.
"Jika kau tak bangun maka kau bisa kehilangan uangmu!"
Agnia yang mendengar suara ketus yang khas itu langsung bangun dan reflek melempar tangan Airlangga begitu menyadari jika ia memegang tangan berjemari besar pria itu.
"Ka-kau?" ucapnya tergagap-gagap.
"Sudah lewat jam delapan pagi. Kita bisa terlambat!"
Agnia yang ingat dengan jadwalnya hari ini jadi panik dan kalang kabut. Sungguh sial, gara-gara cemas kepada Airlangga ia sampai kesiangan. Tunggu dulu, Agni berhenti dan menoleh sesaat ke arah Airlangga sebelum ia masuk kamar mandi. Pria itu sudah sangat rapih dan tampan ,apa pria itu tidak tidur? Apa dia hantu yang tak memiliki rasa lelah?
"Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan kurang..."
"Iya-iya sebentar!" jeritnya sembari lari terbirit-birit.
Airlangga hanya geleng-geleng kepala demi melihat Agni yang sungguh konyol.
***
Di dalam mobil, Agni yang sudah cantik kini duduk di belakang sembari mengamati raut tegas Airlangga yang fokus ke jalan raya.
"Aku dandan cantik begini, apa dia sungguh tidak terkesima? Reaksinya sungguh datar-datar saja!"
"Aku sudah meminta Zidan menyelidiki aliran beberapa rekening di perusahaan mu. Sebagian mengalir ke rekening fiktif. Kemungkinan tunangan mu itu yang membuatnya!" ucap Airlangga yang lagi-lagi membuat Agnia tersadar dari lamunannya.
Agni kesal dan berengut ketika mendengarkan kalimat 'tunangan mu' yang di lontarkan Airlangga tanpa beban.
"Kalau begitu langsung saja kita cecar dia nanti!"
Airlangga melihat melalui pantulan cermin di depannya, "Jangan gegabah, kumpulkan bukti dulu, dana itu tidak akan segera bisa di gunakan. Dia juga perlu waktu untuk mencucinya. Selain itu, pengembangan proyek mall di kota N berpeluang besar di korup!"
Agni langsung merasa pusing. Ia sungguh payah dan tak bisa apa-apa jika bukan Airlangga yang memberitahunya. Proyek di kota N, adalah proyek impian Ayahnya. Sejenak ia merasa sedih jika harus seperti ini.
Di bank, ia berhasil bertemu dengan petingginya. Namun, mereka tidak bisa memberikan bocoran sandi jika bukan Jovan sendiri yang datang karena prosedur yang ketat. Di saat itu, Agni benar-benar frustasi. Seperti berada di jalan buntu. Niat ingin menerabas, ternyata birokrasinya sangat rumit.
"Bagiamana caranya mengetahui aliran dana itu di tujukan kepada siapa?"
"Kita harus bisa mencuri buku dan melihat mutasinya!" jawab Airlangga sembari.
"Mencuri?"
"Mau tidak mau kau harus datang ke rumah Jovan. Terserah alasannya!"
Memikirkan ide gila itu, perutnya sudah bergejolak. Airlangga melangkah pergi namun Agni malah melamun di tempat. Merasa tak ada derak langkah yang mengikuti, Airlangga membalikkan tubuhnya.
"Ayo!"
Agni tergeragap dan langsung mengangguk. Ketika akan masuk ke mobil, sebuah motor mendadak melintas tepat di samping kendaraan mereka dan nyaris menyerempet tubuh Agnia. Dengan tanggap dan sigap ,Airlangga menarik tubuh Agnia dan membuat wanita itu seketika jatuh dalam dekapan pria tampan itu.
Airlangga hanya melakukan tugasnya, tapi Agnia menjadi deg-degan karena posisi mereka yang begitu berdekatan.
"Kau ini selalu ceroboh!"
"Aku?"
Agni yang semula tersipu langsung merengut karena Airlangga malah mengatai begitu dengan entengnya. Perempuan itu akhirnya ngomel bahkan hingga masuk ke mobil. Kesal karena pria itu sungguh kaku.
"Apa kau pernah punya pacar?" tanya Agnia dengan muka jutek.
Yang di tanya sama sekali tak bereaksi dan terlihat tak berminat menjawab.
"Hey!"
"Sudak aku katakan tidak ada jawaban pribadi untuk kerjasama kita!"
"Shhh, kau ini sungguh kaku sekali. Tak bisakah kau ini rileks dan ngobrol dengan enak?"
Namun bukan Airlangga jika tidak tetap dingin. Pria itu melajukan mobil dengan kecepatan tinggi dan tak menggubris Agnia yang terus saja ngoceh.
Agnia menyetujui saran Airlangga dan sekarang sedang menuju rumah Jovan. Ia yang sengaja tak memberitahu dulu kepada pria itu, membuat Jovan yang kini di rumah berdua bersama Agni terkejut bukan main.
"Agni, sayang?" kata Jovan langsung bangkit meninggalkan Visya yang kini membenahi rambutnya.
Visya langsung menepi ketika melihat Agnia. Ia melihat ke arah Airlangga yang tanpa ekspresi berjalan mengekor di belakang Agnia yang sangat pandai menyembunyikan perasaannya.
"Aku memberikan kejutan untukmu sayang!" kata Agnia merentangkan tangannya memeluk Jovan.
Jovan kesulitan bernapas detik itu juga. Ia lalu mengedipkan matanya ke arah Visya sebagai tanda untuk turut menyapa.
"Agni, aku senang kau kesini!"
"Oh ya? Kenapa kau yang senang? Ngomong-ngomong kenapa ada di sini?"
Visya menelan ludahnya gugup, " Tadi aku mampir untuk kasih surat ke Jovan. Ini ketinggalan di kantor kemarin!" jawab Visya mencoba tersenyum.
Jovan yang tahu situasi ini sangat canggung mencoba menengahi.
"Kebetulan kau kemari sayang, aku ada hadiah untukmu, sebentar!"
"Apa, apa yang Jovan lakukan? Itu kan tadi katanya untukku!" ucap Visya dalam hati yang kesal karena gelang mahal itu mahal di berikan kepada Agnia.
Agnia tahu bila sebenarnya gelang itu pasti untuk sahabatnya yang tak tahu malu itu, tapi ia senang, karena dengan begini ia bisa mengerjai Visya.
"Oh sayang, kau benar-benar perhatian. Ini yang aku suka dari kamu!" Agnia mencium pipi Jovan dan Airlangga meliriknya.
Visya yang melihat hal itu seketika mengepalkan tangannya karena geram dan kesal.
"Oh ya, masih ada satu kejutan lagi!"