Mendapatkan perlakuan kasar dari ibunya membuat Violetta Margareth seorang anak kecil berumur 4 tahun mengalami traums berat.
Beam selaku ayah daei Violetta membawanya ke sebuah mall, sampai di mall Violetta histeris saat melihat sebuah ikat pinggang karena ia memiliki trauma dengan ikat pinggang. Renata yang saat itu berada di mall yang sama ia menghampiri Violetta dan menenangkannya, ketika Violetta sudah tenang ia tak mau melepaskan tangan Renata.
Penasaran kan apa yang terjadi dengan Violetta? yuk ikuti terus ceritanya jangan lupa dukungannya ya. klik tombol like, komen, subscribe dan vote 🥰💝
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Renata terluka
Renata menangkis semua serangan dari dua pri berbadan besar, peluh keringat sudah membanjiri wajahnya namun tak membuat semangatnya patah.
Bugh..Bugh..Bugh..
Satu orang berhasil dilumpuhkan oleh Renata, sedangkan satu orang lagi sudah mulai kewalahan melawan serangan Renata yang begitu membabi buta. Renata mengambil balok kayu yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri, dia menghajar lawannya dengan balok tersebut sampai mengenai tengkuknya dan alhasil lawan kembali berhasil dilumpuhkan. Renata mengatur nafasnya yang sudah tak beraturan, dadanya kembang kempis serta dibagian sudut bibirnya mengeluarkan darah segar. Melihat kedua anak buahnya berhasil di lumpuhkan sang bosnya pun geram pada Renata, dia mengambil belati dari saku celananya menyerang Renata dari belakang.
Sreett..
Renata berhasil menghindar dari serangan yang dilakukan bos komplotan tersebut, dia mengeratkan tangannya memgang balok kayu seraya melayangkan tatapan tajamnya pada musuh.
"Huaaaa...tatakkk.." raung Violetta dari dalam mobil.
Mendengar teriakan Violetta seakan membuat darah ditubuh Renata mendidih, ia memasang kuda-kuda kemudian berlari kearah salah satu lawan dengan menendang tubuhnya sampai terhuyung kebelakang.
"Kurang ajar!" geram sang ketua.
Hiaaahhhh..Sreett..
Sang ketua berteriak melayangkan belatinya tepat di depan wajah Renata namun dengan gesit Renata memundurkan kepalanya, dia mendorong perut sang ketua menggunakan baloknya.
Bukk..
Sang kegua bangkit kembali menyerang Renata dengan membabi buta, Renata terus menangkis semua serangan yang di berikan. Keduanya sama-sama kuat sehingga pertarungan sedikit sulit untuk di hentikan, mereka mengatur nafasnya masing-masing dan sang ketua pun mencari kelemahan dari Renata.
"Perempuan ini lumayan sulit dilumpuhkan, aku harus segera cari cara agar dia kalah." gumam sang ketua.
"Kenapa diam hah?! Mengaku kalah kah?" tanya Renata.
"Jangan harap!" tekan sang ketua.
Sang ketua kembali menyerang Renata bertubi-tubi, dengan sisa tenaganya Renata menangkis semua serangan yang datang namun sang ketua berhasil melukai lengannya dengan belati sehingga darah segar mengalir dari kulit mulusnya.
"Aauhhh," ringis Renata.
"Itulah akibatnya jika terlalu percaya diri nona." ejek sang ketua.
"BEDEBAH SIALAN!" berang Renata.
Seakan lupa dengan rasa sakit ditangannya Renata mengambil balok kayu kembali menyerang sang ketua, dia menghajar terus menerus seakan mendapat kekuatan lebih dari tubuhnya. Renata menendang tangan sang ketua sehingga belati yang di pegangnya terjatuh, dia langsung mengambil alih belati tersebut kemudian menodongkannya kearah sang ketua.
"Aku belum kalah!" tekan Renata.
Bugh..Bugh..Sreettt..
Renata memukul tubuh sang ketua kemudian dia menusukkan belati ke tangannya sesuai apa yang dia lakukan padanya, sang ketua meringis kesakitan saat Renata kembali mencabut belatinya yang ditancapkan di lengannya. Renata bedjalan mundur kemudian ia sedikit berjongkok lalu berlari dengan kencang menendangkan kakinya tepat mengenai wajah sang ketua, sang ketua langsung terjatuh keatas aspal lengkap dengan mulutnya yang mengeluarkan darah.
"Jangan bangunkan singa yang sedang tidur, jika dia sudah bangun maka dia tidak akan segan-segan menerkam mangsanya." ucap Renata.
Renata melemparkan balok kayunya, dia bedjalan menghampiri sang ketua yang kini sedang terluka.
"Katakan padaku, siapa yang sudah menyuruhmu menyerangku?!" tekan Renata seraya menarik baju sang ketua.
"Aku tidak akan memberitahumu!" seru sang ketua.
PLAKK..
Renata menampar wajah sang ketua dengan keras, matanya kembali memerah menatap tajam kearah lawannya yang sudah terkulai lemas namun tetap dengan pendiriannya menyembunyikan siapa orang yang sudah menyuruhnya.
"Jawab atau aku akan memotong burungmu sampai habis tak tersisa!" sentak Renata.
"Ba-baik, a-aku akan mem-mberita-humu, d-dia nyonya Bi-bilqis." jawabnya dengan terbata.
Renata menghempaskan tubuh sang ketua, tangannya mengepal dengan kuat serta urat-urat di lehernya pun begitu terlihat jelas.
"Kau ternyata tidak ada kapoknya dasar bedebah!" geram Renata.
Renata mengatur nafasnya agar terlihat tenang, dia tak mau kalau Violetta khawatir bahkan ketakutan melihat wajahnya. Setelah ia berhasil mengatur nafasnya Renata melangkahkan kakinya menuju kearah mobil, dia mengetuk pintu kaca depan mobil meminta pak Nanang membuka pintu mobilnya.
Tok..Tok..Tok..
"Pak tolong buka pintunya." ucap Renata.
Pak Danang melihat siapa yang mengetuk pintunya, dia segera membuka pintu mobil dan keluar samb menggendong Violetta.
"Non gapapa?" tanya pak Nanang.
"Gapapa kok pak, makasih udah jagain Violetta." jawab Renata.
"Sudah jadi tugas saya non, tapi itu ada.." ucap pak Nanang tak meneruskan ucapannya.
"Sssttt, berikan Vio pada saya pak." ucap Renata menyimpan jari telunjuknya di depan mulutnya agar pak Nanang diam.
"Eee, i-iya." ucap pak Nanang terbata.
"Sini sayang, jangan takut lagi ya mereka udah pergi kok." ucap Renata dengan lembut.
"Huhuhu...tatak Vio takut, meleka gedol pintu mobil." ucap Violetta ketakutan.
"Gapapa jangan takut, sekarang kita pulang ya." ucap Renata.
"Hiks, iya tatak." ucap Violetta.
"Pak ayo kita pergi dari sini." ajak Renata.
"Ayo non." ucap pak Nanang.
Renata membuka pintu mobil bagian belakang ia duduk bersama Violetta, pak Nanang langsung saja menjalankan mobilnya menuju mansion Bram. Renata meletakakkan Violetta di pangkuannya agar ia bisa bersandari di kursi mobil, jujur saja rasa sakit dilengannya kini terasa berdenyut nyeri, ia mengusap rambut Viometta agar tertidur karena biasanya Violetta akan tertidur setelah menangis.
"Vio tidur saja, nangi kalau sudah sampai kakak bangunkan." ucap Renata.
"Iya tatak." ucap Violetta.
Renanta mengusap sisa air mata di wajah Violetta, dia menahan rasa sakit ditubuhnya setelah pertarungan tadi yang sangat menguras tenaganya. Violetta terus menguap sampai akhirnya ia tertidur di pangkuan Renata, pak Nanang melihat Renata dari kaca depan mobil yang terlihat seperti menahan sakit hingga akhirnya ia langsung menambah kecepatan mobilnya agar segera sampai di mansion.
Beberapa menit kemudian.
Mobil sudah sampai di depan mansion Milik Bram, pak Nanang segera turun keluar dari mobilnya. Di dalam mobil Renata tak sadarkan diri akibat banyak darah yang keluar dari lengannya, pak Nanang membuka pintu mobil bagian belakang dia menepuk pipi Renata namun Renata tak memberikan respon.
"Sepertinya non Rena pingsan." gumam pak Nanang.
Pak Nanang lantas memanggil penjaga untuk membantunya membawa Renata masuk kedalam mansion, para penjaga menggotong tubuh Renata keluar dari dalam mobil menuju kamarnya sedangkan Violetta di gending oleh pak Nanang ke lantai atas. Bik Marni melihat Renata yang di gotong pun segera menghampirinya, dia khawatir karena ada darah di lengan Renata.
"Pak Nanang mbak Rena kenapa?" tanya bik Marni khawatir.
"Nanti aku jelaskan, sekarang tolong panggil dokter Daren kesini, cepak bik." titah pak Nanang.
"I-iya pak." seru bik Marni.
Bik Marni langsung pergi menghubungi dokter Daren selaku dokter khusus di mansion Bram, selesai menelpon Daren bik Marni bergegas menyusul Renata ke kamarnya.