NovelToon NovelToon
Bukan Hanya Cinta

Bukan Hanya Cinta

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Single Mom / Anak Kembar / Menikah Karena Anak
Popularitas:5.1M
Nilai: 4.7
Nama Author: Egha sari

Undangan sudah disebar, gaun pengantin sudah terpajang dalam kamar, persiapan hampir rampung. Tapi, pernikahan yang sudah didepan mata, lenyap seketika.
Sebuah fitnah, yang membuat hidup Maya jatuh, kedalam jurang yang dalam. Anak dalam kandungan tidak diakui dan dia campakkan begitu saja. Bahkan, kursi pengantin yang menjadi miliknya, diganti oleh orang lain.
Bagaimana, Maya menjalani hidup? Apalagi, hadirnya malaikat kecil.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15. Karena keadaan

Sudah seminggu, Sandra berstatus sebagai istri Zamar. Tidak ada yang berubah, selain status keduanya. Mereka berbicara layaknya teman, tidur sekamar, tapi tidak seranjang. Kadang, dalam sehari mereka lebih banyak diam.

Sandra tahu, apa yang dialami Zamar. Pria itu, sering tidur, menjelang subuh. Kadang menggigau, menyebut nama Maya. Bahkan, foto Maya dalam layar ponselnya, seolah menjadi obat untuknya. Dia menderita, sama sepertinya. Tapi, hidup, tidak memberi mereka pilihan.

Di meja makan, hanya suara sendok yang beradu dengan piring. Zamar dan Sandra duduk bersebelahan, tapi tidak saling menyapa. Hari ini, Zamar lebih banyak diam, dari biasanya.

"Sayang. Kamu mulai magang, kan, hari ini?"

"Iya, Ma. Pulangnya, sekitar jam dua."

"Beritahu supir, pulang nanti kamu menemani Mama arisan. Nama mau memperkenalkan kamu kepada teman-teman Mama."

"Baik, Ma."

Seperti kesepakatan sebelumnya, Sandra tidak boleh menolak, apapun permintaan ibu Zamar. Karena, wanita paruh baya itu, sudah bersusah payah, menutupi krisis pernikahan putranya.

"Aku berangkat," pamitnya pada mereka.

"Kamu juga, jangan lupa jemput istrimu."

"Iya, Ma."

Berpura-pura, dengan keadaan, itu sungguh menyiksa. Tersenyum, dengan terpaksa dan entah berlangsung sampai kapan.

"Tuan, kita sudah tiba."

Zamar, menengok sebentar. Sapaan para karyawan, hanya dibalasnya dengan tatapan dingin. Mungkin, semua mengatakan dia berubah. Pria yang masih berstatus pengantin baru, seharusnya selalu dipenuhi senyuman. Namun, dia berbeda. Senyuman itu, hanya ditunjukkan pada sang ibu. Senyuman yang bermakna, bahwa dia baik-baik saja dengan pernikahan ini.

"Tunda, semua jadwal ku sampai minggu depan."

"Tapi, Tuan. Bagaimana dengan kerjasama dengan perusahaan Atlantis? Kesepakatannya, esok lusa."

"Tunda. Bilang, kesehatanku terganggu."

"Baik, Tuan."

"Kamu keluarlah! Jangan ada yang menggangguku."

Tidak ingin diganggu! Sudah seminggu, ia mengatakan itu. Entah apa yang dilakukannya, dalam ruangan seorang diri.

Zamar mengeluarkan bingkai foto, dari laci meja. Gadis berambut panjang, dengan senyuman manisnya. Ia membelai wajah, dengan air mata yang nyaris jatuh. Zamar mendongak, dengan napas tertahan.

Ia ingin mengatakan sesuatu, namun tak mampu bibirnya berucap.

"Kau menang, Maya. Kau menang!" ujarnya dalam hati.

Maya sudah berhasil menyiksanya, dalam seminggu ini. Ia tidak menampik, kalau ia munafik. Bibir berkata benci, namun kenyataannya, ia sangat tersiksa. Rindu, mungkin adalah hukuman untuknya. Hukuman yang pelan-pelan menggerogoti sukma, hingga menjadi lara tak terobati.

Huan yang masih berada didepan pintu, enggan mengetuk. Didalam tampak sunyi, hingga memilih untuk pergi.

"Pak," Huan menoleh. "Jangan disini! Ikut aku!"

Membicarakan hal penting dan sensitif, sebaiknya mencari tempat tersendiri.

"Bagaimana?"

"Panti asuhan itu, kini dikelola anak ibu Lisa, sejak tiga tahun lalu. Ia bercerai dan akhirnya pulang ke panti."

"Wanita itu kemana?"

"Anaknya berkata, dia keluar negeri untuk berobat. Namun, berdasarkan catatan imigrasi, ibu Lisa tidak pernah keluar negeri. Dia masih dinegara ini dan kami masih mencari keberadaannya."

Huan, menatap gedung-gedung pencakar langit dari ketinggian. Tiupan angin, membuat jasnya bergoyang. Ia berada diatap gedung perusahaan. Tempat, yang menurutnya sepi dan jarang didatangi karyawan.

"Pria itu?"

"Kami masih mengintainya. Dia bekerja sebagai cleaning servis, di swalayan. Dia juga sudah menikah."

"Cari keberadaan ibu Lisa, lebih dulu. Pria itu, tetap awasi." Huan, memberikan amplop putih yang cukup tebal. "Cari keberadaan, Nona Maya!"

"Baik."

Huan kembali menemui Zamar, seolah tidak terjadi apa-apa. Bertanya, jika memerlukan sesuatu, setelah itu, dia akan pergi.

Namun, pria yang duduk di kursi kebesarannya, hanya membisu menatapnya.

Tuan, apa Anda menyesal sekarang?

Hening. Huan masih mematung, dengan beberapa dokumen di tangannya. Menunggu perintah, yang entah kapan, akan didengarnya.

"Apa aku salah?" lirih Zamar. Sayup kedua matanya memandang, dengan gurat kesedihan diwajahnya.

"Saya tidak berani, mengatakan itu Tuan. Tapi, menurut saya, Anda harus menyelidiki terlebih dahulu. Kita tidak dapat mempercayai begitu saja, apa yang sedang terjadi didepan mata."

Getir. Mudah untuk mengatakannya, namun sulit untuk melakukannya. Bagaimana, ia tidak bisa percaya, jika pemandangan itu, membuat darahmu mendidih seketika.

"Dia mengaku, Huan. Itu bukan anakku!"

Pengakuan Maya, sudah cukup baginya. Untuk apa lagi, mencari kebenaran. Meski, tercekik dengan keadaan, ia tidak ingin menerima Maya kembali. Ia percaya, suatu hari rasa ini, akan hilang dengan sendirinya, seiring waktu.

Waktu yang terus berjalan, dari menit menjadi jam, yang tak disadari. Langit mendung, sore ini. Mega hitam berkumpul di atas sana, hempasan angin cukup menerjangkan dedaunan kering dan ranting pohon.

Zamar masih setia, dengan kegiatannya. Membaca beberapa laporan dan membubuhkan tanda tangannya. Ia menengok keadaan diluar, melalui dinding kaca.

"Aku pergi. Ingatlah, apa yang pernah kau katakan padaku. Jangan pernah menyesalinya."

Kata-kata Maya, saat itu, di hari yang masih buta. Entah apa yang pernah Zamar, katakan padanya hingga akan membuatnya menyesal. Saat itu, banyak kalimat menyakitkan yang terlontar dari bibirnya, namun itu tidak sepadan dengan luka, yang ia dapatkan.

Yah, luka yang sudah seminggu ini, membuatnya tercekik. Pernikahan palsu, berpura-pura bahagia dan tersenyum setiap saat, pada sang ibu. Ia berakting dengan baik, meski kadang merasa lelah dan muak.

Setiap malam, ia harus sekamar dengan wanita yang dianggapnya sebagai teman. Meski, tidak seranjang, ia merasa risih dan tidak nyaman. Bagaimanapun, dia laki-laki normal. Hati memang berada ditempat lain, namun nafsu dan pikiran kotor, siapa yang mampu mengendalikan. Itulah kenapa, ia merasa tercekik dengan keadaan.

"Akhir pekan, aku ingin ke pantai. Buat jadwal, agar ibuku tidak curiga."

"Anda pergi sendirian?"

"Kita berdua. Aku tidak ingin menyetir. Bulan depan, buatkan aku jadwal ke luar kota. Minimal, seminggu tiga kali."

"Baik, Tuan. Tapi, Anda ingin kemana?"

"Tidak kemana-mana. Aku akan tinggal di apartemen, urus pelayan untuk membersihkannya."

"Saya laksanakan, Tuan."

Menghindar mungkin jalan terbaik bagi Zamar. Ia tidak ingin melakukan kesalahan pada Sandra. Apalagi, ia tahu wanita itu tidak memiliki perasaan padanya, sama seperti dirinya. Mereka hanya terikat hubungan, simbiosis mutualisme. Dan itu, akan berakhir, jika di antara mereka, ingin mundur dan mengakhirinya lebih dulu.

🍋

🍋

Restoran bergaya ala Eropa, dengan sentuhan modern. Ibu-ibu sosialita, berkumpul dalam satu meja. Membicarakan banyak hal, yang lebih tepatnya, memamerkan kehidupan mereka. Mulai dari suami yang penyayang dan loyal, anak yang penurut dan sukses, serta menantu dari kalangan atas yang cantik, terpelajar dan sukses.

Tas-tas mewah dan bermerek, sengaja diletakkan diatas meja. Perhiasan yang melekat di tubuh mereka, tak lupa diperkenalkan. Mereka tertawa, namun saling menyindir satu sama lain, dengan ujung mata yang seperti sebilah pisau, yang ingin melesat.

Sandra merasa muak, dengan sekitarnya. Topik pembicaraan, yang entah berapa episode pun, tidak akan selesai. Ia tahu betul situasi apa ini, karena ia sudah mengalaminya, sejak dulu, berkat sang ibu.

"Jadi, dia menantumu?"

"Benar. Dia putri Laura."

"Laura Abram. Pantas saja, dia secantik ibunya yang model dan ayahnya yang tampan dan pengusaha sukses. Kau benar-benar beruntung, memiliki menantu sepertinya. Tapi, bukankah putramu bertunangan dengan wanita lain sebelumnya?"

"Oh, wanita itu sudah meninggal, dengan tiba-tiba. makanya, putraku tidak mengumumkan batalnya pertunangan."

Darah Sandra berdesir, dengan pengakuan Resti. Apa tidak ada alasan lain, untuk menutupi kebohongan? Kematian, bukanlah lelucon, apalagi dijadikan sebagai alasan.

🍋 Bersambung

1
Sutri Ana
Luar biasa
pipi gemoy
Ansel 🌹
Dh4rMA
mantabzzz
Umi Syafaah
cerita yg bagus ,suka sama alur ceritanya
pipi gemoy
best Papa Ansel🌹
pipi gemoy
🌹
74 Jameela
Luar biasa
Su Tejo
ternyata dalang ny ibuny Zamar & ortu sandra
Anggi Puspita
agak shock tiba²tamat🥲
Su Tejo
😇😇😇
Su Tejo
pagar makan tanaman 🤜🤛
Su Tejo
😭😭😭
@bimaraZ
perduli boleh tapi hrs punya batasan zamar..apalagi kamu sdh punya istri
TRIDIAH SETIOWATI
ceritanya bagus sekali aku suka
Mangisi Hutahayan
alur ceritanya keren Thor 👍👍❤️
Mangisi Hutahayan
Pertama sy mengucapkan Terimakasih atas karyamu Thor.
karya yg sungguh bagus.
sebagai orangtua memang hrs bijak menyikapi pilihan anak
tidak seperti ibunya Za dan ibunya Sandra
tanpa mrk sadari, kedua orgtua tsb sdh merusak mental dan karakter anak
sy Tidak menyalakan sepenuhnya Za
mungkin klw kita berada diposisi Za akan mengalami hal yg sama
Buat May,hrs juga bijaksana,dan mengalahkan ego
di bab ini sy suka peran Kel.dr.Ansel.
Terimakasih Thor,sy suka dgn karyamu
banyak pesan moral yg Thor sampaikan.
Terimakasih.👍👍❤️
Heni Nurhaeni
Luar biasa
Heni Nurhaeni
Lumayan
Esti Esti
matiin aja sie zamar jijik liatnya
Esti Esti
toxic banget jadi laki
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!