Ada begitu banyak pertanyaan dalam hidupku, dan pertanyaan terbesarnya adalah tentang cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ahyaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode delapan
Aku sedang melamun ketika akhirnya om Rizal kembali masuk ke dalam gerbong, memikirkan kehidupanku yang sepertinya berubah drastis dua puluh empat jam terakhir.
" Aku membawakan apa yang kau minta Dium, aku belum tau pasti apa yang akan kau lakukan nanti, tapi aku akan mendukungmu. Aku juga sudah memperhatikan penumpang yang terakhir itu, dan kelihatannya memang sedikit mencurigakan." ucap om Rizal sambil meletakkan apa yang aku inginkan di kursi kosong sebelahku.
" Aku juga membawakan makanan ringan serta teh hangat, siapa tau kau membutuhkan nya." ucap om Rizal menambahkan.
Aku mengangguk mengucapkan terimakasih, itu akan sangat membantu.
" Apa yang akan kau lakukan sekarang nak?" tanya om Rizal.
" Tidak ada yang bisa kita lakukan malam ini om, semuanya gelap lagipula aku sudah mengantuk. Tapi poin terpentingnya sudah om lakukan." ucapku sambil mengangkat botol cat
" Ini akan menjadi kuncinya om." sambung ku.
" Baiklah, tapi bagaimana kau bisa mengetahui sesuatu bahkan tanpa harus menyaksikan nya nak?" tanya om Rizal penasaran
" Aku juga tidak tau om, aku selalu tertarik dengan dunia elektronika, ketika aku ada waktu senggang aku akan membuka buku buku terkait hal hal itu. Aku memang bukan insinyur nya tapi aku bisa merasakan ada sesuatu yang aneh sedang berlaku, di tambah lagi dengan om yang datang terlambat menemui ku, dan di tutup dengan cerita om ternyata terowongan berdarah. Bagiku ada suatu skema atau rantai yang mengikat di antara mereka. " jawabku.
Om Rizal menelan ludah, menatapku bangga
" Kau sepertinya mewarisi kepintaran ibumu nak, tapi ini versi lebih hebatnya. Aku yakin suatu saat nanti kau akan jadi orang hebat. " ucap om Rizal.
Aku tersenyum, mengangguk.
" Yang bisa kita lakukan saat ini adalah membiarkan semuanya terjadi om, tapi point yang paling penting adalah kita sudah memiliki persiapan, teruslah bersikap seperti biasanya agar para penumpang dan pelaku tidak menyadarinya." ucap ku
" Kau benar, lagipula ini sudah terlalu larut malam, kalau ibumu ada di sini bisa bisa aku yang akan dimarahi karena membuatmu begadang." ucap om Rizal tertawa.
Aku lanjut tertawa, mengucapkan terimakasih banyak kepada om Rizal atas semua bantuannya.
" Apakah, apakah om menyimpan rasa dengan ibu, hingga sampai saat ini memutuskan untuk tidak lagi jatuh cinta." ucapku pelan sambil menyimpan senyum di bibir.
Om Rizal yang sudah hampir menuju pintu mendadak berhenti, wajahnya memerah seperti kepiting rebus, sungguh masa lalu itu benar benar sudah tertinggal jauh di belakang, bagaimana mungkin anak ini bisa membaca isi hatinya. Om Rizal melanjutkan perjalanan nya tanpa menjawab pertanyaan dari Dium.
Sementara di belakang, Dium tertawa lebar. Dia menggeleng geleng kan kepalanya. Ternyata dunia orang dewasa itu rumit.
Aku mengambil roti beserta teh hangat yang tadi sempat di bawa kan oleh om Rizal, aku tidak tau apa nama roti ini, tekstur rotinya lembut serta di tengah tengahnya ada seperti rasa coklat. Aku menyantap roti dan teh hangat itu hingga habis, melongok kan kepala ke jendela gerbong, ternyata sudah hampir jam dua dini hari. Baiklah simpan dulu pensil dan kertas ini, aku harus segera istirahat, besok ada hari yang panjang serta menegangkan yang menanti.
Aku mengambil selimut lalu meletakkan di bagian kaki hingga pinggang ku, kemudian mengambil bantal untuk menjadi pelukan ku,
' ibu, tolong dongeng kan aku sebuah cerita yang hebat malam ini' ucap ku pelan lalu mulai memejamkan mata.
Aku bangun sedikit terlambat besoknya. Ketika sinar sang mentari pagi mulai melalui kisi kisi jendela, ketika suara dentingan sendok serta canda tawa mulai mengisi di sekitarku, aku mulai membereskan peralatan tidur, lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh.
Aku mencari cari di mana tempat untuk mengantri makanan, dan ternyata tempatnya ada di gerbong ke tiga. Ada sebuah tempat seperti kantin atau apalah, aku bisa mengenalinya karena terlihat ada banyak orang yang sedang mengantri, aku mulai masuk ke antrian, tidak ramai antrian di depanku, hanya ada sekitar lima orang yang tersisa, sepertinya kami semua sama sama terlambat. Aku mempertahankan sekitar, orang orang yang sedang makan sambil mengobrol sesama, sesuai yang di katakan om Rizal semalam, tidak ada anak kecil selain aku di kereta ini.
Antrian semakin menipis hingga akhirnya giliran ku. Aku menyerahkan kupon perjalanan kepada seseorang yang berbaju putih dan memakai topi tinggi berwarna putih di kepalanya. Petugas melayani dengan ramah, bertanya apakah aku mau sayur dan sambal? Aku mengangguk membalas dengan sopan. Dua menit kemudian makanan ku sudah selesai. Aku terdiam, ini banyak sekali. Petugas memintaku untuk membawa nampan makanan ke sekeliling antrian yang masih tersisa kursi kosong, jangan menghalangi antrian. Aku mengangguk, mengucapkan terimakasih lalu mulai berjalan membawa nampan. Melihat ada sebuah kursi kosong di dekat jendela, aku bergegas menghampirinya takut ada yang mengambil.
' ini benar benar banyak, bagaimana caranya aku bisa menghabiskan semuanya.' ucapku dalam hati.
Lihatlah porsi makan ku, ini sudah seperti porsi makan ku selama satu hari di rumah. Ada gundukan nasi putih, sayur bening bayam, sayur lodeh, ikan lele goreng, tahu dan tempe goreng, serta ada juga sambal yang sangat menggoda seleraku.
Aku benar benar sudah tidak tahan lagi, bergegas mencuci tanganku lalu mulai bergabung seperti penumpang yang lain mulai menyantap makan.
Lima belas menit telah berlalu, aku akhirnya berhasil memaksakan suapan terakhir untuk masuk ke dalam mulutku meskipun dengan konsekuensi aku harus melepaskan dua kancing baju di bagian bawah. Aku benar benar kekenyangan. Beranjak mencuci tangan lalu meminta segelas air putih kepada petugas yang sejak tadi berlalu lalang.
Aku kembali duduk di tempat ku tadi setelah membawa segelas air putih dan segelas susu coklat hangat. petugas mengatakan bahwa susu coklat bagus untuk pertumbuhan anak anak, aku mengangguk lalu mengucapkan terimakasih.
Aku melihat ke luar jendela, ada suatu pemandangan yang menarik perhatianku. Ribuan hektar lahan yang ada di luar adalah sawah tempat para petani menanam padi, sejauh mata memandang hanyalah padi padi yang berwarna hijau serta ada beberapa petak yang sudah mulai menguning. Benar benar menakjubkan melihatnya, di kampung kami tidak ada padi, meskipun cadangan air melimpah namun tetap saja padi tidak bisa tumbuh di sana, Wak El pernah membawa seorang profesor dari kampus ternama yang merupakan rekan nya untuk membantu memeriksa. Setelah di periksa, sang profesor mengungkapkan bahwa tanah di kampung kami memang tidak cocok untuk di tanami padi, penduduk sekitar juga tidak mempermasalahkannya, toh mereka masih bisa menanam tanaman yang lain.