DILARANG PLAGIASI! KARYA ORISINIL NURUL NUHANA.
Apa yang akan kalian lakukan jika menyadari kehidupan kalian dalam bahaya? Tentunya takut bukan?
Itulah yang saya alami, setelah secara tidak sengaja membantu membayarkan makanan seorang pria di sebuah Kafe. Sebuah kebaikan dan ketidaksengajaan yang membuat hidup saya masuk ke jurang kesengsaraan dan kriminalitas. Pria yang sempat saya tolong itu menjadi obsesi dan semua tindakannya untuk mendapatkan saya sudah sangat mengganggu ketenangan dan membahayakan.
Gilanya obsesi pria itu sampai memaksa saya untuk menikah dengannya. Saya yang ketakutan dan terancam, menerima pernikahan itu dengan terpaksa. Saya tetap saja tidak mencintai suami saya, walau perlakuannya seperti malaikat. Tapi suami saya juga bisa langsung berubah menjadi iblis jika saya memberontak.
"Kurang ajar! Kabur sejauh ini ternyata kamu ingin mengaborsi anak kita!" Hans membentak dan mencengkram dagu saya.
"Kamu tidak akan pernah bisa lari dari saya Mona!" ejeknya tertawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NURUL NUHANA., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TATA CARA MINUM.
"Eh ... ada tamu ...," suara Mama Lisa menyambut.
Rumah sederhana menampilan sofa dengan foto keluarga saat pertama kali memasukinya. Lisa mencium tangan Mamanya, begitupun saya dan Milu. Lisa langsung merebahkan tubuhnya ke atas sofa, napasnya berhembus sangat kasar, seolah mengatakan "Saya capek!"
"Duduk Nak," suguh Mama Lisa mempersilakan.
"Iya Bu," jawab saya dan Milu dengan malu-malu.
Walaupun kami sudah berteman dua tahun dan sudah saling mengenal keluarga satu sama lain, tapi sampai sekarang masih ada rasa canggung jika berkunjung ke rumah Lisa. Dikarenakan Lisa masih memiliki orang tua. Tidak sopan rasanya jika kami bersikap seenaknya.
Saya dan Milu duduk, Milu duduk disebelah Lisa, sementara saya duduk sendiri di sofa yang lebih kecil. Saya dan Milu duduk dengan canggung seraya saling menatap, ada rasa tidak nyaman yang saya alami. Saya pikir Milu juga merasakan hal yang sama, sebab bisa terbaca dari gestur badannya. Saya duduk dengan kedua paha dirapatkan dan kedua tangan bertumpu di atasnya, badan tegak dan anggun. Saya selalu membiasakan diri duduk dengan sopan dan anggun seperti gadis zaman dulu, sejak umur 20 tahun. Bunda yang mengajarkannya dulu kepada saya, yang masih saya lakukan sampai sekarang, sebisa mungkin. Walau terkadang masih sering lupa dan pegal jika dilakukan.
"Lisa, kasih minum temannya," perintah Mama Lisa, sementara Lisa masih setengah rebahan di sofa.
"Iya Ma," sahut Lisa lesu.
"Ibu tinggal sebentar ya ke belakang," pamit Mama Lisa terdengar ramah seperti biasa, kepada saya dan Milu.
"Iya Bu," sahut saya dan Milu sambil mengangguk.
Lisa terlihat bangkit dari sofa dan berkata,"Eh guys, saya ke dapur dulu ya. Kalian di sini saja!"
"Iya," jawab Milu, sementara saya hanya mengangguk.
Saat Lisa sudah berlalu ke belakang, saya mengedarkan pandangan ke dinding. Sementara Milu mulai duduk bersantai sambil bermain handphonenya. Ada yang berbeda dari ruangan ini, tidak seperti enam bulan yang lalu saat saya dan Milu menginap dan berkunjung ke rumah ini terakhir kali. Ada beberapa figura foto yang hilang dan ada beberapa pajangan dinding yang diletakkan. Biasanya dalam foto keluarga Lisa ada Papanya, tapi sekarang tidak. Hanya ada Lisa dan Mamanya yang berpose anggun dengan kebaya merah dalam foto keluarga itu, terpajang dengan figura paling besar diantara yang lain. Beberapa foto kenangan masa kecil Lisa bersama Papanya juga tidak ada, hanya ada foto Lisa dengan Mamanya. Di sudut dinding juga ada lemari kaca hias, diisi dengan boneka dan aneka gelas. Walau sudah banyak yang berbeda, namun aroma ruangannya masih sama.
Saat sedang mengamati ruangan, Lisa tiba-tiba datang dari belakang dengan membawa nampan di tangannya, membuat saya berhenti mengamati.
"Ini minumnya, ayo di minum dulu." Ucap Lisa mempersilakan sembari meletakkan tiga gelas berisi teh manis ke atas meja, menaruhnya masing-masing ke hadapan saya dan Milu.
Melihat Lisa datang dan menyajikan teh manis, Milu langsung mengubah posisinya dan menggoda Lisa dengan sumringah,"Wah ... ada yang buat teh manis nih, pasti manis seperti yang buat."
Saya sontak tertawa mendengarnya, sementara Lisa menjawab dengan wajah sombong,"Iya dong, buatan nyonya Lisa mana ada yang gagal."
"Nyonya mana ada yang jadi babu!" ejek Milu membuat saya ikut tergelak.
"Biarin!" gerutu Lisa seraya menjulurkan lidahnya.
"Makasih ya Nyonya." Teriak Milu saat Lisa berlalu ke belakang sambil membawa nampannya. Saya dan Milu kemudian tertawa bersama, menggoda Lisa memang menyenangkan. Ia sangat mudah merasa tersinggung.
Saya mengambil teh manis itu dan sedikit menyeruputnya untuk merasakan suhunya dulu, ternyata teh manisnya hangat. Setelah tahu hangat, saya langsung menenggaknya perlahan dalam tiga tegukan. Menyisakan setengah gelas, saya berhenti dan meletakkannya kembali. Dahaga saya sudah sedikit hilang, teh manisnya juga enak dan manis.
"Minum Milu," ucap saya saat menyadari Milu sedang menatap saya sambil bertopang dagu sedari tadi.
"Saya mau nanya Mona," ujar Milu berwajah serius.
"Apa?" tanya saya.
"Kenapa kamu minumnya seteguk-seteguk?" tanya Milu, sepertinya ia benar-benar penasaran.
"Karena sesuai Sunnah Nabi," jawab saya.
"Memangnya minum ada ajarannya ya?" tanya Lisa, alisnya semakin tampak berkerut.
Saya tersenyum dan menjawab,"Ada, semua sudah diajarkan tata caranya oleh Islam. Bukan hanya makan dan minum, masuk kamar mandi pun ada tata caranya."
"Wah ... berarti disiplin sekali ya. Pantas saja selalu saya perhatikan, kamu minum selalu seteguk-seteguk," titah Milu sambil menganggukkan kepalanya.
"Terus, ajaran minumnya bagaimana? Memang cuma berteguk begitu saja?" tanya Milu.
"Tiga kali tegukan, setiap mau meneguk diawali bismillah dan diakhiri alhamdulillah. Diulangi sampai tiga kali," jawab saya masih dalam posisi kedua tangan di atas paha, agar tampak sopan.
"Oh ... memangnya tidak boleh langsung meneguknya tanpa jeda?" tanya Milu.
"Tidak boleh menyerupai onta yang sedang minum, lagi pula saya ingin mendapatkan pahala sunnahnya," jawab saya menjelaskan.
"Em ... berarti saya boleh juga dong?" tanya Milu.
Saya berpikir sejenak, lalu menjawab,"Em ... saya tidak tahu ajaran kamu."
"Saya juga mau mendapatkan pahala, pasti tidak apa-apa." Sahut Milu sambil mengangkat alis kanannya tanda tak peduli atau bersikap santai dan mengubah posisi duduknya, tak lagi bertopang dagu.
"Yaudah jika kamu bilang begitu," titah saya.
"Eh, tapi ya ...," ujar Milu membuat saya langsung menatapnya dengan wajah yang sama-sama bingung.
"Kenapa nama kamu Mona?" Tanya Milu, alisnya tampak menyatu dan wajahnya sangat serius.
"Memangnya kenapa?" Saya balik bertanya, tanp sadar alis saya pun ikut menyatu seperti Milu.
"Kaya nama Monalisa," jawabnya dengan santai namun membuat saya sedikit syok.
"Saya tidak tahu, orang tua saya sudah memberikan nama Mona sejak saya lahir," jawab saya.
"Memangnya agama Islam tidak boleh memakai nama Mona?" tanya saya.
"Boleh saja, buktinya kamu memakainya," jawab Milu tak peduli.
Saya bernapas kasar mendengar jawabannya, sangat tidak terduga. Memang ada saja responnya yang membuat geleng-geleng kepala. Tapi benar juga apa yang dikatakannya barusan.
"Ayah kamu dulu Mualaf? Siapa tahu nama Mona karena Ayahmu," tanya Milu.
"Tidak, kami kan dulu tinggal di Sulawesi. Di sana sudah biasa ada orang bernama Mona. Jadi nama saya diberikan nama yang mudah dan pasaran di tempat tinggal saya dulu," jawab saya menjelaskan.
"Oh ... baguslah," sahutnya.
"Kalian bahas apa?" tanya Lisa yang barusan datang dari belakang sambil membawa makanan di atas nampan yang ia pegang.
"Ini, bahas nama Mona," jawab Milu.
"Oh ...," sahut Lisa seraya meletakkan piring berisi bakwan yang masih sedikit berasap ke atas meja.
"Wah ... enak nih. Nyonya goreng bakwan?" goda Milu.
"Iya Tante, silakan dinikmati," jawab Lisa seraya mempersilakan.
Milu tertawa dan mengambil bakwannya, ia memakannya sambil kepanasan. Namun bukannya berhenti, malah terus dilanjutkan untuk melahapnya.
"Nanti kita makan di luar saja ya, Mama saya tidak masak. Kita di suruh makan di luar, sekalian kita jalan-jalan saja," titah Lisa yang sedang duduk di lantai.
"Boleh," setuju saya.
"Yaudah mandi dulu sana, ganti-gantian!" perintah Lisa.
"Saya duluan ya," pinta saya dan langsung berlalu ke belakang.
"Handuknya ada di kamar mandi, pakai saja yang warna merah muda!" teriak Lisa.
"Iya," sahut saya.
Saya segera masuk ke kamar mandi yang berada satu ruangan dengan dapur. Tidak terlihat ada Mama Lisa di sini, saya rasa Mamanya sedang istirahat di kamar. Sementara kami sedari tadi sangat berisik, mungkin mengganggu Mamanya. Saya jadi tidak enak hati. Saya ingin mandi lebih dulu karena takut kedinginan jika mandi terlalu sore, apalagi sebentar lagi sudah masuk Adzan Maghrib. Saya mandi dengan segera dan keluar dari kamar mandi dengan memakai baju yang sama, seragam kerja. Namun saat Lisa melihatnya, ia langsung menyuruh saya berganti pakaian dan meminjamkan pakaiannya. Saya pun setuju dan menurutinya. Sementara Milu bergantian mandi, diikuti juga dengan Lisa.
Adzan Maghrib sudah berkumandang, Milu dan Lisa juga sudah selesai mandi dan berganti pakaian. Saat ini kami bertiga sedang duduk di atas ranjang di kamar Lisa.
"Mona, kamu tidak shalat?" tanya Lisa.
"Tidak, saya sedang haid. Baru tadi siang sehabis istirahat kerja," jawab saya dengan jujur.
"Oh ... sama dong, saya barusan," timpal Lisa.
"Yaudah kita siap-siap yuk ke depan cari makanan. Jalan kaki saja," ajak Lisa.
Setelah berpamitan dengan Mama Lisa yang berada di kamar, kami berangkat mencari makanan. Jalanan di depan rumah Lisa remang-remang karena fasilitas lampu jalan yang tidak merata. Jalanan gang tiga meter yang dipenuhi lubang itu membuat banyak kendaraan melambatkan kecepatannya. Padahal 500 meter ke depan jalan raya kota, tapi jalanan di gang ini masih kurang tersorot untuk di perbaiki. Mungkin saja masih mengumpulkan dana pembangunan insfrastruktur jalan. Tapi kami tidak terlalu memikirkannya, karena ramai kendaraan yang melintas dan menambah penerangan. Cukup jauh kami berjalan hingga ke jalan raya dan memutuskan untuk membeli ayam penyet dan menunggu antreannya sambil berdiri karena ramai pembeli.
Untung berhasil selamat.
Walau baju sudah compang-camping!
Tapi masa Mona mati?/Sob/
Makanya jangan banyak tingkah Hans!
Masuk ICU kan jadinya/Drowsy/
Riko siapa ini?/Scream/