Dalam waktu dekat, umat manusia telah mengembangkan teknologi canggih yang memungkinkan mereka melakukan perjalanan antar bintang. Misi perurkan dengan harapan menemukan planet yang layak huni. Namun, saat kru tiba setelah bertahun-tahun dalam cryosleep, mereka menemukan sinyal misterius dari peradaban asing, mengubah misi eksplorasi ini menjadi perjuangan bertahan hidup dan penemuan besar yang bisa mengubah nasib umat manusia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifky Ramadhan Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6
Bab 6: Kembali ke Dunia yang Berbeda
Cahaya biru di sekeliling Elena menghilang, dan rasa pusing sejenak menyergapnya saat kakinya menapak permukaan keras di bawah. Ketika penglihatannya mulai menyesuaikan, dia melihat sekelilingnya—dan langsung merasa ada sesuatu yang salah.
"Kita... sudah kembali?" Mark berdiri di sebelahnya, tampak bingung.
Elena memandang sekeliling. Mereka kembali berada di dalam piramida, tepat di ruangan besar dengan monolit di tengahnya. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Ruangan itu kini tampak lebih terang, dengan cahaya biru dari monolit yang menyala jauh lebih kuat. Udara di sekitarnya juga terasa hangat, seperti ada energi yang mengalir melalui struktur bangunan itu.
"Kita kembali ke piramida," gumam Elena, suaranya serak. "Tapi ini... tidak seperti sebelumnya."
"Kau benar," tambah Anya, yang sedang memeriksa dinding di sekitarnya. "Dinding-dinding ini, cahaya biru ini—sepertinya bangunan ini sedang aktif sekarang. Seolah-olah sesuatu telah membangunkannya."
Samuel mendekati monolit, matanya menyipit saat ia memindai struktur tersebut. "Aku bisa merasakan getaran energi dari monolit ini. Ini jauh lebih kuat dari yang sebelumnya kita lihat. Sesuatu pasti telah memicu reaksi di sini."
"Tapi kita tidak tahu apa itu," jawab Kara, yang kini berdiri di sisi Samuel, matanya mengawasi setiap sudut ruangan dengan waspada. "Apakah ini berbahaya? Atau apakah monolit ini mencoba berkomunikasi lagi?"
Elena menghela napas dalam, berusaha mengendalikan rasa takut yang mulai merayap dalam dirinya. "Kita harus mencari tahu. Samuel, apakah kamu bisa mendapatkan bacaan yang lebih jelas dari pemindai?"
Samuel mengangguk dan mulai menyesuaikan alat pemindainya. Sementara itu, Elena mendekati dinding piramida, memeriksa pola-pola ukiran yang kini berdenyut dengan cahaya samar. Ia merasakan kehadiran sesuatu yang lebih besar di sini—sebuah sistem yang jauh melampaui pemahaman mereka.
"Kapten," panggil Samuel tiba-tiba, memecah kesunyian yang menegangkan. "Aku mendapat sinyal lagi."
Elena segera mendekat, diikuti oleh yang lainnya. "Sinyal apa?"
Samuel menatap layar pemindainya dengan mata tak percaya. "Ini... sepertinya sinyal bintang. Tapi ini bukan sinyal dari galaksi kita. Ini datang dari tempat yang jauh, jauh di luar jangkauan sistem bintang yang kita ketahui."
"Jadi kita benar-benar berada di tempat yang berbeda?" Mark menyipitkan mata, masih belum bisa mempercayai apa yang dia dengar.
"Ya," jawab Samuel pelan. "Tapi itu bukan yang paling aneh. Sinyal ini—seolah-olah dikirim untuk memandu kita. Seperti ada sesuatu yang... mengarahkan kita ke sini."
Elena merasakan detakan jantungnya semakin cepat. "Jadi kita bukan di sini secara kebetulan. Ada yang membawa kita ke sini dengan sengaja."
"Pertanyaannya," kata Kara dengan nada penuh curiga, "siapa, dan untuk apa?"
Sebelum ada yang bisa menjawab, monolit di tengah ruangan mulai bergetar, memancarkan cahaya yang lebih kuat. Ukiran-ukiran di permukaannya tampak bergerak dengan cepat, membentuk pola-pola baru yang berkelip dengan ritme yang teratur. Semua orang mundur, merasa terancam oleh intensitas energi yang tiba-tiba meningkat.
"Kapten, kita harus menjauh dari sini!" seru Anya, matanya melebar dengan rasa takut.
Namun, sebelum Elena bisa memberi perintah, sebuah suara lembut namun jelas bergema di ruangan itu—bukan dari makhluk atau perangkat apa pun, melainkan dari dalam monolit itu sendiri. Suara itu berbicara dalam bahasa yang asing, tetapi entah bagaimana, kru dapat memahaminya.
"Pencari... kalian telah tiba. Kalian tidak seharusnya berada di sini."
Semua orang membeku di tempat mereka. "Siapa yang berbicara?" tanya Elena, berusaha mempertahankan ketenangan. "Apa yang kalian inginkan dari kami?"
"Kami adalah penjaga pengetahuan. Ini bukan tempat bagi yang belum siap. Monolit adalah peringatan. Kalian telah melanggar batas, tapi ada kesempatan untuk kembali. Namun, kalian harus memilih."
"Kembali?" Samuel mengerutkan kening. "Kembali ke mana?"
Suara itu tetap tenang dan mengalir. "Kalian telah memasuki ruang antara. Waktu kalian di sini terbatas. Kalian bisa kembali ke tempat asal kalian, tetapi harus meninggalkan semua yang telah kalian temukan. Atau... kalian bisa melanjutkan, menjelajahi yang tak diketahui. Tetapi, jalur itu penuh bahaya. Tidak ada jaminan keselamatan."
Semua mata tertuju pada Elena, yang merasa beban besar menghimpit pundaknya. Pilihan yang mereka hadapi sangat jelas: mereka bisa kembali ke tempat asal mereka dengan selamat tetapi kehilangan semua kesempatan untuk memahami misteri yang menanti mereka, atau mereka bisa melanjutkan—meskipun risikonya sangat besar.
"Kita tidak tahu apa yang ada di depan," kata Mark dengan serius. "Tapi ini bisa menjadi peluang terbesar dalam hidup kita."
"Atau mungkin juga akhir dari hidup kita," tambah Kara dengan nada waspada.
Samuel tampak terguncang, tetapi penuh rasa ingin tahu. "Kita tidak bisa mengabaikan ini. Kita telah datang sejauh ini. Jika kita kembali sekarang, kita mungkin tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Elena memandang ke arah monolit, merasakan energi yang terpancar dari benda itu. Dia tahu ini bukan keputusan yang bisa diambil dengan mudah. Tapi di dalam hatinya, rasa penasaran dan tanggung jawab untuk memahami lebih besar daripada ketakutan.
"Kita di sini bukan untuk mundur," kata Elena akhirnya, suara tegasnya mengisi ruangan. "Kita akan melanjutkan."
Suara monolit kembali bergema, kali ini dengan nada yang lebih dalam. "Keputusan kalian telah diambil. Bersiaplah. Jalan yang kalian pilih akan menguji semua yang kalian ketahui."
Tiba-tiba, lantai di bawah mereka bergetar. Ruangan mulai berubah, dinding-dindingnya bergeser seolah-olah menyesuaikan dengan keputusan yang telah diambil. Lorong-lorong baru terbuka di sepanjang ruangan, mengarah ke tempat yang tidak diketahui.
"Ini dia," gumam Samuel, setengah kagum, setengah takut. "Kita telah membuka jalan baru."
Elena menatap ke arah lorong-lorong itu. Mereka tidak tahu apa yang menanti di depan, tetapi mereka tidak akan kembali. Mereka telah memutuskan untuk terus maju, menghadapi apa pun yang datang, demi menemukan kebenaran yang tersembunyi di balik sinyal misterius ini.
"Dengar," kata Elena, menghadap timnya. "Apa pun yang terjadi setelah ini, kita tetap bersama. Kita hadapi ini sebagai tim."
Kru mengangguk dengan tekad, meski rasa takut masih menghantui wajah mereka. Tidak ada jalan kembali sekarang.
Dengan satu tarikan napas dalam, Elena melangkah ke lorong yang terbuka di depan mereka, dan seluruh tim mengikutinya. Jalan di depan mereka penuh dengan misteri, bahaya, dan mungkin jawaban yang selama ini mereka