Kabur Dari Obsesi Hans JANGAN LARI MONA!
Sepulang bekerja hari ini, saya dengan Lisa dan Milu memutuskan untuk makan malam di Kafe dekat Kantor. Karena besok libur, kami menikmati waktu bersama. Tidak ada yang ganjil sebelumnya, hingga saat akan membayar di kasir, saya menemui seorang pria yang sedang berdebat dengan seorang kasir wanita.
"Bentar ya, saya bayar dulu ke kasir," ujar saya sambil berdiri dari kursi.
"Yaudah nanti kita berdua tinggal transfer ke kamu," sahut Lisa sambil menunjuk Milu di sebelahnya.
"Iya tenang saja, aman itu," timpal Milu.
Saya segera pergi ke kasir, karena hari ini Kafe penuh dengan manusia, jadi saya tidak tega harus memanggil pelayan yang sedang sibuk untuk meminta nota pesanan.
"Gak bisa Mas, Mas harus lunasi pesanannya sekarang!" ucap seorang kasir wanita kepada pria yang sedang berada di depan saya.
"Iya Mbak, tapi dompet saya ketinggalan. Saldo ATM saya juga kurang untuk bayarnya. Kan saya sudah bilang, saya akan balik lagi," ujar pria itu terdengar sedikit kesal.
Pria tinggi memakai kemeja hitam dan celana lee hitam itu sepertinya sedang mendapatkan masalah. Untung saja, antreannya hanya saya.
"Gak bisa Mas, sudah banyak yang modus begini. Pokoknya Mas gak boleh pergi dari sini, sebelum melunasi total pesanan Mas!" seru kasir mulai meninggikan suara dengan wajah juteknya.
"Eh! Kamu pikir saya gak punya uang? Sembarangan kamu menuduh saya modus!" marah pria itu.
Saya hanya mendengarkan dan menunggu saja di belakangnya, karena saya juga tidak tahu akar permasalahan mereka. Tidak sopan juga jika saya tiba-tiba ikut campur.
"Memang kenyataannya kamu gak punya uang kok, buktinya rekeningmu saja kosong. Kok pakai alasan dompet ketinggalan!" ucap kasir itu dengan judes dan tidak sopan.
"Eh jaga ya bicara kamu!" bentak pria itu.
Semua mata langsung melihat adegan perdebatan mereka berdua. Kafe yang tadinya riuh seketika hening dan penuh bisik-bisik. Saya juga terkejut mendengar pria ini membentak sang kasir. Mungkin ia merasa harga dirinya terhina.
"Maaf Kak, ada apa ya?" tanya saya gugup berusaha menjadi penengah.
"Ini Mbak, Masnya gak bisa bayar. Padahal yang dia pesan banyak dan mahal. Tapi pakai alasan dompet ketinggalan, saldo rekeningnya gak cukup, terus sekarang mau kabur alasan ambil dompet yang ketinggalan. Padahal juga dia nanti gak balik lagi!" jawab kasir dengan judes dan jutek.
"Eh saya gak bohong ya, dompet saya benaran ketinggalan! Buat apa juga saya kabur!" marah pria itu.
"Alah gak usah mengibul deh!" ketus kasir dengan kasar.
"Panggil Manager kamu sekarang!" perintah pria itu dengan wajah yang sangat marah.
"Manager saya gak ada, dia gak masuk hari ini!" jawab kasir itu sangat ketus.
"Ya kalau begitu panggil ownernya!" marah pria itu.
"Apalagi itu, owner saya sibuk!" jawab sang kasir sangat ketus sambil memutar kedua bola matanya.
Melihat pertikaian mulai memanas kembali, saya segera menengahi. Karena saya juga malu, banyak pasang mata yang melihat ke arah kami bertiga.
"Eh ... Kak, berapa total pesanan Kakak ini? Biar saya yang bayar. Sekalian saya juga mau bayar untuk meja nomor 6 ya," ucap saya pada kasir seraya membuka dompet.
"Untuk meja nomor 6 totalnya 85 ribu Kak," jawab kasir terdengar lebih lembut.
"Oh ... ini uangnya Kak," ucap saya memberikan uang nominal seratus ribu.
"Kalau untuk Mas ini totalnya satu juta tujuh ratus ribu rupiah Kak," ucap kasir setelah memberikan uang kembalian saya.
Mendengar total pesanan pria itu membuat saya langsung melongo dan bertanya dengan tidak percaya,"Ha? Satu juga tujuh ratus ribu rupiah?"
"Iya Kak, itu juga belum termasuk pajak VIVnya 25%. Semua totalnya jadi dua juta seratus dua puluh lima ribu rupiah Kak." Jawab kasir semakin membuat saya mati kutu.
"Apa? Sampai dua juta?" tanya saya sangat terkejut dan diangguki kasir.
Saya langsung melihat ke pria tinggi itu yang tepat berdiri di sebelah kiri saya. Siapa yang mengira satu orang bisa menghabiskan biaya sebesar itu untuk sekali makan. Saya mengira total pesanannya hanya tiga puluh ribu rupiah. Saya bertanya dengan wajah panik,"Makan apa sampai segitu banyaknya?"
Ketika pria itu akan menjawab, tapi langsung dipotong oleh kasir dengan judes,"Bayarin teman-temannya makan Mbak. Tapi gak punya uang. Makannya kalau miskin gak usah sok kaya, banyak gaya sih!"
"Eh mulut kamu ya! Heran kok perempuan judes dan gak sopan seperti kamu bisa diterima di sini!" ujar tajam pria itu dengan mata melotot ke kasir.
Saya melihat isi dompet saya dengan gelisah dan lesu. Rasanya mana mungkin saya membayar segitu banyak, sementara gaji saya saja sebulan hanya satu juta lima ratus ribu rupiah. Di dompet saya hanya ada tiga ratus ribu lagi, itu juga uang pegangan untuk akhir bulan. Terpaksa harus merogoh tabungan di rekening.
"Yaudah Kak, pakai debit saja bisa?" tanya saya dengan lesu.
"Bisa Mbak," jawab kasir.
"Ini Kak," ucap saya memberikan kartu atm saya dengan wajah lemas dan murung.
"Menyesal sekali membantunya, mana sudah terlanjur sok pahlawan mau bayarin. Aduh malu sekali kalau gak saya tepati. Saya gak enak hati, kasihan juga pria ini," batin sesal saya dalam hati.
"Ini Mbak, tolong masukin pinnya," ucap kasir memberikan mesinnya setelah ia gesek.
Saya menekan nomor pin saya tetap dengan wajah tanpa senyum dan murung. Setelah transaksi berhasil, saya segera memasukkan kartu atm saya ke dompet yang menyimpannya ke dalam tas.
"Terima kasih ya, saya akan ganti uang kamu nanti," ucap pria itu tersenyum manis kepada saya.
"Iya sama-sama," jawab saya tersenyum kikuk.
"Awas Mbak, paling juga gak diganti. Modus saja dia itu, aslinya miskin banyak gaya. Awas nanti Mbak jadi korbannya dia, gak akan dibayar juga itu!" ucap ketus kasir wanita itu dengan menatap sinis ke arah pria ini.
"Eh Bangsat! Jaga ya mulut kamu! Awas kamu, saya pastikan ini hari terakhir kamu kerja!" ucap pria itu sangat marah sambil menunjuk sang kasir dengan emosi.
"Sudah jangan dilanjutin debatnya," ujar saya melerai.
"Lain kali dijaga ya Kak mulutnya! Terlalu kasar dan judes ke pelanggan sangat tidak sopan. Minimal beradab Kak." Kritik saya tajam dan menatap kasir sinis membuatnya terdiam setelahnya saya segera pergi.
Saya sebenarnya juga jijik dan ikut emosi melihat kasir wanita itu. Sangat tidak sopan dan kasar, apalagi melihat wajah judes menjengkelkannya itu. Ingin sekali saya jambak rambutnya itu.
Saya segera kembali menemui Lisa dan Milu, mereka menyambut saya dengan wajah tanda tanya.
"Ada apa Mon?" tanya Lisa penasaran ketika saya sampai.
"Langsung pulang saja yuk, saya kesal sekali di sini," ajak saya berdiri dengan wajah masam.
"Kak, saya minta nomor teleponnya ya. Agar saya bisa menghubunginnya nanti," ucap pria tadi yang ternyata mengejar saya.
"Boleh, catat ya," jawab saya simpul.
Pria itu membuka handphonenya dan siap mengetik nomor saya. Kemudian ia bertanya,"Berapa nomornya?"
"087877259575," jawab saya dengan spasi.
"Baik, terima kasih Kak," ucap pria itu tersenyum manis.
"Sama-sama," jawab saya tersenyum simpul.
"Ayo pulang," ajak saya kepada Lisa dan Milu.
Mereka berdua langsung berdiri dan kami bertiga meninggalkan pria itu tanpa berpamitan sedikitpun. Saya benar-benar tidak bergairah berada di Kafe ini, sangat menjengkelkan. Terutama dengan kasir itu.
Kami pulang dengan taxi online yang dipesan oleh Milu, sepanjang perjalanan saya menjelaskan drama dan perdebatan yang terjadi. Hingga kekesalan saya dengan sang kasir. Mereka yang mendengarnya pun ikut kesal, pasalnya kasir itu benar-benar tidak sopan dan kasar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Anonymous
Haduh ... emang susah jadi manusia tidak enakan ya Mona. Mana makanannya mahal sekali. Kasirnya juga bikin emosi! Persis di kehidupan nyata!/Angry//Determined//Curse/
2024-08-31
2