Lahir dalam keluarga yang miskin, Artian Morph harus menelan pahitnya hidup ketika orang tuanya meninggalkan dirinya sendiri.
Pada saat dia berpikir bahwa dirinya sangat bahagia karena pacarnya berada di sisinya, semuanya hancur setelah dia mengerahkan sisa tabungan yang orang tuanya tinggalkan untuknya.
Ketika kehidupannya terjerumus dalam neraka kesedihan, orang orang mulai mencemoohnya, diperlakukan dengan kasar tanpa ada satupun yang menolongnya.
"Ahaha, apakah kematian benar benar sangat merindukanku?"
Ketika dia menyerah pada hidupnya, berniat untuk melompat dan bunuh diri dari sebuah jembatan yang sepi.
Suara yang tak manusiawi layaknya suara dari kecerdasan buatan terdengar di udara yang kosong.
«Sistem Di Aktifkan»
Roda takdir kini kembali berputar, mereka yang diatas harus segera terjatuh dan yang dibawah akan mulai merangkak untuk mendapatkan posisi yang diatas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RyzzNovel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8: Kedatangan Yang Dikenali
Artian telah menerima sistem, namun dihadapkan pada masa lalunya yang selalu ingin dia lupakan, membuatnya kembali menyadari satu hal.
Dia begitu bodoh dan naif.
Berpikir jika ada sistem, segalanya akan membaik begitu saja. Tentunya sebagian dari pernyataan tersebut benar, namun sistem tidak begitu.
Artian menyadarinya, bahwa sistem tidak membiarkan dirinya terlalu bergantung pada sistem hingga menjadi bodoh.
Kenapa dia dengan percaya diri menuju ke Empyrean Plaza ketika dia tidak memiliki solusi atau apapun dan hanya bergantung pada sistem?
Dia harus bisa bergantung pada dirinya sendiri dan tidak hanya mengandalkan sistem, itulah tujuan sistem kali ini.
Adapun pria di depannya.
Sistem juga bertujuan agar Artian bisa mengatasi masa lalunya yang akan menghalanginya dimasa depan.
Artian kini menyadari semua itu.
'Betapa bodohnya.'
Bergantung pada sistem, dia benar benar bodoh.
Menatap Adam Gavis, senyuman miring muncul di wajahnya. Dia berusaha menenangkan dirinya dan tersenyum sealami mungkin, menekan amarah yang berkecamuk di hatinya.
“Bagaimana kabarmu?“
Adam menatapnya dengan bingung, kemudian menyeringai dengan tatapan merendahkan yang khas diwajahnya yang arogan.
“Apa apaan itu?! Apa kau ingat ucapanku dulu?!“
Artian sama sekali tidak bergeming, dia masih tersenyum miring sambil mengangkat bahunya acuh tak acuh.
Sedangkan Adam, dia terlihat kesal dengan seringai di wajahnya. Selanjutnya pria itu mencoba untuk memprovokasi Artian.
“Oh, baiklah mari lupakan ucapanku dulu. Kau tau? Ini tentang Lina, dia benar benar cantik bukan? Dia juga selalu tersenyum jika berada di dekatku dan aku selalu membelikan apapun yang dia inginkan. Lina bahagia bersamaku, tidak dengan pria miskin sepertimu.“
Ucapannya terdengar sangat kasar ketika dia mengharapkan Artian yang akan mengamuk karena mendengar itu.
Namun, anehnya Artian sama sekali tidak bergeming. Dia menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas.
“Ah benarkah? Kalau begitu bagus sekali. Terimakasih sudah mau menerima Lina yang sudah menjadi bekasku tuan muda.“
Artian terdiam sejenak, melirik raut wajah Adam kemudian menyeringai.
“Sungguh luar biasa dan baik hati, memikirkan bahwa seorang tuan muda dari kalangan elit sebenarnya mau menerima wanita bekas seseorang.“
Artian dan Lina sudah memiliki hubungan dalam waktu yang sangat lama, karena itu tidak aneh jika mereka setidaknya sudah pernah melakukan hubungan badan.
Apalagi, Artian tidak hanya melakukannya dengan Lina sekali, tapi dulu bahkan lumayan sering. Jadi, memikirkan bahwa pria di depannya ini hanya menerima bekasnya membuat Artian tertawa.
Sementara itu, Adam, wajahnya terlihat memerah dan dipenuhi dengan amarah yang tinggi. Senyuman percaya diri diwajahnya telah hilang digantikan perasaan malu karena ejekan dari Artian.
“Kau! Apa mau mati?!“
Artian menggelengkan kepalanya.
“Tidak mau,” dia menjawab dengan santai dan acuh tak acuh.
Hal tersebut membuat Adam semakin kesal.
“Lalu apa yang membuatmu berani mengejekku?!“
Sebagai seorang yang berasal dari kalangan elit yang terelit diantara para elit, tentunya wajar jika dia memiliki kepercayaan diri seperti itu.
Namun, Artian hanya menanggapi hal tersebut dengan santai sambil tertawa pelan.
“Haha…”
Artian menatap Adam.
“Apa mengejekmu akan membuatku mati?“
Amarah Adam seketika memuncak, dia tidak mampu menahan amarahnya lagi. Wajahnya terdistorsi dalam kegelapan dengan giginya yang bergemeletuk keras.
“Mati saja kau!“
Dua bodyguardnya datang dan tanpa berkata apapun langsung melesatkan sebuah serangan ke arah Artian.
Artian menghindari pukulan tersebut, mendengus kesal saat dia menatap kedua bodyguard itu.
“Tidak bisakah kalian menyapa dulu? Tidak sopan sekali sialan.“
Tidak kehilangan sifatnya yang santai, Artian melesat menggunakan tinjunya.
Tubuh dan fisik Artian relatif lemah, namun dia setidaknya memiliki kecepatan yang lumayan sehingga membuat kedua bodyguard tersebut bingung.
Artian melesatkan pukulannya, namun ditahan oleh bodyguard itu. Tidak berhenti disana, Artian menggunakan tangannya yang satu lagi dan memukul pinggang bodyguard tersebut.
“Eugh?!“
Erangan menyedihkan itu terdengar sebelum dia mundur beberapa karena rasa sakit. Disaat yang sama, pukulan yang menargetkan kepala Artian datang dari samping.
Artian menundukkan kepalanya, melirik kesamping kemudian mengepalkan tinjunya.
“Makan ini orang bisu.“
Pukulan tersebut kemudian melesat mengenai perut bawah bodyguard itu. Suara dentuman yang keras terdengar sebelum bodyguard itu terjatuh, menyisakan suara rintihan menyakitkan.
Artian melirik ke sampingnya, bodyguard yang satunya lagi masih sibuk dengan pukulan yang mengenai pinggangnya sebelum nya.
“Apakah kau juga bisu?
Artian bertanya dengan nada yang tenang dan santai, tersenyum ketika rambutnya berkibar liar karena hembusan angin.
Meskipun topik yang dia bicarakan sama sekali tidak berguna bagi kedua bodyguard tersebut, namun berbeda bagi Artian.
Tiap dia berkata-kata, membuatnya menjadi lebih santai dan membuat situasi itu menjadi lebih receh baginya.
Untuk pertama kalinya, akhirnya bodyguard itu mengeluarkan suaranya.
“Uagh!!!!“
Dia berteriak kemudian melesat untuk meninju wajah Artian dengan postur yang menyedihkan. Artian dapat membaca serangan tersebut dengan sempurna.
Memiringkan sedikit kepalanya dan pukulan tersebut meleset dengan mudahnya.
“Ini berakhir tuan pendiam.“
Bukan orang bisa lagi, tapi tuan pendiam mengingat bodyguard tersebut tidak bisu namun hanya seorang pendiam.
Artian mengangkat pelan lengannya kemudian meninju perut bodyguard itu hingga bodyguard itu terjatuh terkapar dengan rintihan rasa sakit.
Artian melirik kebelakang dimana Adam dan penjaga tersebut terlihat tercengang.
'Penjaga itu sama sekali tidak bergerak meski ada kericuhan, sepertinya posisi Adam lebih tinggi daripada yang kuharapkan.'
Mampu membuat penjaga tersebut ragu ragu untuk mengambilnya tindakan sudah dipastikan karena penjaga itu takut dengan pengaruh yang keluarga Adam miliki.
Terus apa?
'Aku sama sekali tidak peduli.'
Artian berjalan dengan pelan, mendekati Adam yang panik.
“Apa yang kau inginkan? Menjauh sialan!“
Melihat Adam yang panik membuat Artian berhenti sejenak, dia kemudian tersenyum dan melangkah kembali dengan langkah yang jauh lebih cepat.
Hal tersebut membuat Adam menjadi lebih panik ketika dia menatap penjaga itu.
“Hei kau! Tidak bisakah kamu melakukan sesuatu?! Lihat dia melakukan kerusuhan!“
Penjaga tersebut terlihat ragu ragu sejenak, namun segera mengambil tindakan dan melindungi Adam.
“Berhentilah membuat kekacauan di tempat ini, dan pergi.“
Artian terhenti.
Bukan karena takut dengan ancaman penjaga tersebut, tapi karena dia baru saja menjadi bahwa disekitarnya telah menjadi ramai dengan banyaknya orang yang berkumpul.
Disaat yang sama, yang paling menarik perhatian Artian adalah seorang pria tua yang dia kenal, datang berjalan mendekatinya.
Seorang pria tua yang belum lama ini dia selamatkan dari sebuah kecelakaan. Pak tua itu berjalan mendekatinya.
“Pak tua Alexander Graham… sepertinya dia berasal dari kalangan elit.“
Artian berdiam diri saat dia menatap Alexander yang mendekatinya. Ada kemungkinan pria tua tersebut akan menjadi musuhnya tapi ada juga kemungkinan pria tua itu akan membelanya.
Entah apa yang terjadi selanjutnya, Artian hanya bisa menantinya tanpa berharap lebih.
***