Jaka Satya yang berniat menjadi seorang Resi, diminta Raja Gajayanare untuk bertugas di Sandhi Ponojiwan, yang bermarkas di kota gaib Janasaran.
Dia ditugaskan bersama seorang agen rahasia negeri El-Sira. Seorang gadis berdarah campuran Hudiya-Waja dengan nama sandi Lasmini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tenth_Soldier, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sheik Zeid
Satya merasa yakin bahwa Sheik Zeid akan muncul!
Kesegaran terasa menyelimuti tubuh Satya setelah mandi uap dan mendapat pijitan.
Kini matanya digayuti kantuk namun ia tak berani tidur di pembaringan yang tersedia di samping bak mandi.
Hubungan telepon yang dilakukan Satya di kedai kopi ketika berada bersama Volkan dan Lasmini adalah dengan Catur Pramana, Perwira intelejen dari Konsulat Nasutaran.
Pramana memberikan informasi bahwa Divisi Kavaleri yang berada di bawah komando Jenderal Abdurrahman akan ditarik kembali ke daratan Kirtu menjelang satu atau dua hari mendatang.
Satya telah memerintahkan kepada Pramana agar dinas Pengintaian Nasional mengunakan satelitnya untuk melacak kapal pengangkut Divisi Kavaleri sewaktu dalam pelayarannya.
Peperangan akan di ambang pintu bila kapal pengangkut Divisi Kavaleri itu berkelok ke selatan menuju Rahbain.
Hati Satya diresahi oleh bayangan Sheik Zeid dan Puteri Layla. Sekilas ia menatap ke arah dokumen yang digulungnya di dalam lipatan handuk.
Ia menunggu datangnya pelayan yang akan membawakan minuman sebagai penghilang rasa haus setelah dipanggang oleh uap panas yang menyegarkan.
Namun yang datang bukanlah si pelayan...ternyata Sheik Zeid!
Wibisono Yudhodiningrat berdiri di belakang Emir Rahbain itu dengan pistol kaliber 45 tergenggam di tangannya dan tertuju ke arah Satya yang telanjang bulat.
"Wah, benar-benar kau tertangkap basah bung!" Wibisono menyeringai lebar.
Satya tak menanggapinya, pandangannya beralih pada Sheik Zeid yang menatapnya dengan nanar.
"Yang Mulia!" Satya menyapanya dengan hormat.
"Tn.Satya!"
Sheik Zeid menjawab dengan nada dingin. Meskipun Emir Rahbain hanya berpakaian biasa namun kewibawaannya masih terpancar dari sikapnya.
Wibisono membuka suara kembali.
"Kenakan pakaianmu, Bung! Engkau akan dibawa ke Rahbain!"
Satya berbicara tanpa menghiraukan kehadiran Wibisono
"Yang Mulia, aku memiliki sesuatu yang kuperlihatkan kepada anda. Mungkin sikap anda akan berubah setelah melihatnya." Satya membungkuk ke arah gulungan handuk.
"Jangan coba-coba menyentuhnya jagoan! Kalau tak ingin benakmu berhamburan!"
"Kalau begitu ambil olehmu sendiri!"cetus Satya.
" Tidak! Aku tetap mengawasimu dari ambang pintu ini," Wibisono mendengus kasar. "Ayo, cepat berpakaian!"
Satya menoleh pada Emir. Terbayang pada wajah pembesar itu ketidak senangannya atas sikap Wibisono yang kasar, Sheik Zeid dengan suara hampir berbisik berkata, "Berikan handuk itu kepadaku."
Jaka Satya menyodorkannya dan langsung Sheik Zeid membuka gulungan handuk dan mengambil dokumen yang terlipat di dalamnya.
Emir Rahbain segera dapat mengenali kertas dokumen tersebut karena telah menerima amplop yang dikirimkan Satya lewat anak penyemir sepatu.
Ketika selesai membacanya, Sheik Zeid menatap Satya dan bertanya dengan nada tenang.
"Di mana anda mendapatkan ini. Tn. Satya?"
"Dari rumah kediaman Jenderal Nezib
Abdurrahman di Stambuli ini!" sahut Satya.
Zeid menoleh pada Wibisono.
"Apakah kita mengenal Abdurrahman itu?"
Wibisono mengangkat pundaknya, "Nama itu tak mempunyai arti apa-apa bagiku. Yang Mulia!" Ia mengedikkan kepalanya ke arah Satya.
"Jangan terlalu mempercayai kata-katanya. Yang Mulia!"
Sesaat kebingungan mencekam wajah Emir yang tampan.
"Tapi dokumen ini otentik. Diambil dari arsip kita!"
"Tanya kepadanya di mana kini perempuan Hudiya itu berada, Yang Mulia! "
"Apa?"
"Agen rahasia El-Sira!"
Sheik Zeid kembali menatap kepada Satya pandangannya berubah sekelam malam. "Di mana wanita Hudiya itu, Tn. Satya?"
Satya menggelengkan kepalanya, membuat butiran air terciprat dari rambutnya.
"Bila dia berada di sini hanya akan memperkeruh masalahnya saja. Yang Mulia!"