NovelToon NovelToon
Jendela Sel Rumah Sakit Jiwa

Jendela Sel Rumah Sakit Jiwa

Status: sedang berlangsung
Genre:Tamat / Cintapertama / Horror Thriller-Horror / Cinta Terlarang / Cinta Murni / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Pihak Ketiga / Psikopat itu cintaku
Popularitas:9.4k
Nilai: 5
Nama Author: AppleRyu

Dokter Fikri adalah seorang psikiater dari kepolisian. Dokter Fikri adalah seorang profesional yang sering menangani kriminal yang mengalami gangguan kepribadian.

Namun kali ini, Dokter Fikri mendapatkan sebuah pasien yang unik, seorang gadis berusia 18 tahun yang mempunyai riwayat penyakit kepribadian ambang (borderline).

Gadis itu bernama Fanny dan diduga membunuh adik tiri perempuannya yang masih berumur 5 tahun.

Apakah Dokter Fikri biaa menguak rahasia dari Fanny?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AppleRyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8 : Depresi

Malam itu hujan turun. Cuaca sangat dingin, guntur menggelegar, suasana sel malam ini sungguh mencekam. Perasaanku benar-benar tidak karuan. Aku akhir-akhir ini pun sering merasa depresi dan pola tidurku kacau.

Aku tidak lagi tertarik dengan diriku sendiri. Aku terkadang berpikir, mati mungkin lebih baik. Hujan tak juga berhenti, suara guntur semakin mengerikan, seakan membelah bumi.

Anehnya, aku melihat seberkas cahaya dari seberang selku dan ada seseorang berdiri di sana. Seorang pria, memakai pakaian biru muda, dia berdiri di tengah derasnya hujan dengan cahaya di sekitarnya, seakan dia adalah malaikat.

Dia menatapku dengan tatapan dingin. Aku merasa merinding menatapnya. "Siapa pria itu?" gumamku sendirian.

Saat aku sedang fokus memperhatikan pria itu, tiba-tiba Fanny berteriak dengan sangat keras dari sel sebelah. "Dr. Fikri, aku tidak mau mati seperti Aurora! Aku mau tetap hidup! Aku tidak mau mati!" teriak Fanny dengan sangat keras.

Aku kaget bukan main, bagaimana mungkin dia tahu nama 'Aurora'? Aurora adalah nama mantan kekasihku yang bunuh diri beberapa tahun lalu. Dia memiliki penyakit kepribadian ganda dan tidak tahan akan penyakitnya hingga akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Tidak ada yang tahu cerita ini kecuali istriku. Fanny tidak mungkin bisa tahu nama itu tiba-tiba.

Aku menghampiri Fanny, mendekati jendela. "Bagaimana kamu tahu nama itu, Fan?" tanyaku penuh rasa penasaran.

"Kamu membunuh Aurora, Dr. Fikri! Kamu memilih istrimu sekarang, dia akhirnya membunuh dirinya sendiri," ucap Fanny tegas.

"Tidak! Aku tidak pernah membunuhnya, aku mencintainya! Bahkan aku mengambil spesialis kejiwaan demi dirinya! Kamu tidak akan mengerti berapa menderitanya aku kehilangan sosoknya!" emosiku benar-benar tidak terkendali. Aku mengucapkan sesuatu yang seharusnya tidak aku ceritakan kepada pasienku.

"Kamu pembunuh, Dr. Fikri, dan aku bukan pembunuh!" teriak Fanny lagi.

Apakah benar aku membunuh Aurora? Aku mencintainya, sangat mencintainya. Luka lama yang telah lama aku kubur, tiba-tiba muncul kembali karena ucapan dari Fanny.

Aku menatap Fanny dari balik jendela. Dia memegang rambutnya sendiri dan menjambak-jambak rambutnya. Sekali lagi aku bertanya kepadanya, pertanyaanku belum dijawab. "Dari mana kamu tahu nama Aurora?" tanyaku lagi.

"Kamu adalah komplotan Nazam, kamu mau membunuhku!" Fanny benar-benar tidak terkendali.

"Apakah Nazam cerita kepadamu tentang Aurora?"

"Aku akan membunuhmu, Dr. Fikri," kata Fanny.

Kepalaku tiba-tiba sakit, mataku kabur. Aku jatuh pingsan.

Aku terbangun masih di dalam sel. Hujan masih turun dengan sangat deras. Artinya, ini masih malam hari. Aku melihat Michelle berada di dalam selku. Kantung matanya sudah menghitam, dia pasti kelelahan. Tapi anehnya, dia tetap dengan ekspresi datarnya.

"Kamu tiba-tiba terjatuh. Kamu memandang ke depan selmu dan kamu pingsan," Michelle menceritakan kondisiku.

"Bukankah aku tadi berbincang dengan Fanny?" tanyaku.

"Fanny sudah terlelap sejak tadi. Kamu bertingkah aneh dengan memandang keluar sel," katanya datar.

Aku ingat dengan jelas perbincanganku dengan Fanny tadi. Jelas-jelas Fanny marah-marah ke arahku dan menyebut nama Aurora. Michelle pasti menyembunyikan sesuatu.

"Aku sangat yakin tadi aku berbincang dengan Fanny. Kamu bisa tanyakan kepadanya," kataku meyakinkan.

"Aku butuh istirahat. Kamu juga butuh istirahat. Sebaiknya kita sudahi perbincangan ini. Selamat malam," Michelle berjalan keluar dari selku.

Sebelum dia pergi menjauh, aku berteriak ke arahnya. "Michelle, apakah kamu mengenal Nazam?" tanyaku nekat.

"Istirahatlah. Selamat malam," Michelle tidak menjawab pertanyaanku dan meninggalkanku begitu saja.

Sialan! Aku yakin Michelle adalah sekutu Nazam. Hingga tiba-tiba ponsel genggamku berdering. Nazam menelponku. "Apa yang kamu lakukan, Dr. Fikri? Kenapa kamu sebut namaku di depan wanita itu?" tanya Nazam menginterogasiku.

"Maaf, aku hanya penasaran," jawabku singkat.

"Besok, anak pertamamu akan ada di kantung mayat," ucap Nazam mematikan panggilan.

Pikiranku berputar dalam kekacauan saat ancaman itu terngiang di telingaku. Hatiku terasa seperti diiris sembilu, rasa takut menjalari setiap serat sarafku. Bayangan tentang anakku, yang tak berdosa dan tak berdaya, terbaring di tengah ancaman yang nyata, membuatku hampir tak bisa bernapas. Jantungku berdetak kencang, keringat dingin membasahi keningku. Betapa tidak berdayanya aku, seorang dokter yang seharusnya bisa menyelamatkan nyawa, namun kini berada dalam posisi yang paling rentan, tak mampu melindungi darah dagingku sendiri dari ancaman keji ini.

Rasa takut berubah menjadi kemarahan yang membara. Tanganku gemetar, bukan karena ketakutan semata, tetapi karena amarah yang membuncah. Bagaimana mungkin seseorang tega mengancam nyawa anakku demi mencapai tujuannya? Air mata yang sedari tadi tertahan akhirnya jatuh, mencampur aduk dengan perasaan sedih yang mendalam. Hidupku terasa seperti mimpi buruk yang tak berkesudahan. Aku marah kepada diriku sendiri, marah kepada Nazam, dan marah kepada dunia yang begitu kejam. Namun, di balik kemarahan itu, ada kepedihan yang tak terkatakan. Jika sesuatu terjadi pada anakku, aku tak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri. Kegelapan dan keputusasaan menggelayuti pikiranku, membuatku merasakan penderitaan yang tak tertanggungkan.

Aku berteriak dengan keras, "Aku akan membunuhmu, Nazam! Jika kau sentuh anakku, aku akan membunuhmu! Aku akan membunuh siapapun yang berani menyakiti keluargaku!" Teriakanku bergema di seluruh rumah sakit.

Beberapa perawat berlari masuk ke dalam selku. "Tenanglah, ada apa denganmu?" tanya salah satu perawat.

Emosiku benar-benar tidak terkendali. Aku menyerang perawat yang masuk itu secara membabi buta. Aku berteriak ke arah perawat itu. "Kamu juga pasti bekerja sama dengan Nazam! Semua orang yang ada di sini adalah anteknya Nazam! Kalian semua bajingan!"

Amarahku memuncak dan benar-benar tidak terkendali. Aku memukul kepala perawat itu dengan keras. Perawat itu menekan tombol bantuan dari jam yang ada di tangannya. Tak butuh waktu lama, ada lebih dari tujuh orang yang berkumpul di depan selku.

"Jika kalian maju, aku akan membunuh kalian!" aku mengancam mereka semua.

Michelle juga datang, memegang sebuah jarum suntik. Aku tahu, aku pasti akan dilumpuhkan. "Tenanglah. Sudah aku bilang, kamu harus beristirahat," kata Michelle datar.

"Anakku akan mati! Kamu menyuruhku tenang! Wanita sialan!" bentakku ke arah Michelle.

"Cukup," ucap Michelle tegas.

Beberapa perawat masuk ke dalam selku dan menahan tubuhku. Aku memberontak sekuat tenaga. Akan tetapi, cengkeraman mereka membuatku tak berdaya. Michelle masuk dan menyuntikku dengan obat yang telah dilarutkan di jarum suntik.

"Obat apa yang kamu suntikkan!?" aku bertanya dengan kemarahan.

Michelle tidak menjawab, dan jarum suntik sudah masuk ke lenganku. Tiba-tiba tubuhku lemas, mataku buram, aku merasa sangat mengantuk. Dalam sekejap, aku tertidur.

Pagi harinya, rasa cemas tadi malam seperti menghilang. Aku ingat, tadi malam Nazam mengancam akan membunuh anakku. Anehnya, pagi ini aku tidak merasakan perasaan sedih atau marah lagi. Aku merasa sangat tenang, seakan dunia berhenti berputar. Aku merasakan sensasi yang begitu menenangkan dan dari hati kecilku, aku ingin terus seperti ini. Aku merasa sangat bahagia.

1
Livami
kak.. walaupun aku udah nikah tetep aja tersyphuu maluu pas baca last part episode ini/Awkward//Awkward//Awkward/
aarrrrgh~~~
Umi Asijah
masih bingung jalan ceritanya
ᴬᵖᵖˡᵉᴿʸᵘ
Novelku sendiri
Livami
orang kayak gitu baik fiksi ataupun nyata tuh bener2 bikin sebel dan ngerepotin banget
Livami
huh.. aku suka heran sama orang yang hobinya ngerebut punya orang... kayak gak ada objek lain buat jadi tujuannya...
Umi Asijah
bingung bacanya..😁
ᴬᵖᵖˡᵉᴿʸᵘ: Ada yang mau ditanyain kak?
total 1 replies
Livami
terkadang kita merasa kuat untuk menghadapi semua sendiri tapi ada kalanya kita juga butuh bantuan orang lain...
Livami
ending episode bikin ademmm
Livami
ok kok semangat thor
Livami
woo.. licik juga Tiara
semangat tulis ya Thor /Rose/
bagus ceritanya
Livami
bagus Lo Thor.. ditunggu up nya.. semangat/Determined//Determined//Determined/
LALA LISA
tidak tertebak...
Sutri Handayani
pffft
LALA LISA
ending yang menggantung tanpa ada penyelesaian,,lanjut thoor sampai happy ending
LALA LISA
benar2 tak terduga ..
LALA LISA
baru ini aku Nemu novel begini,istimewa thoorr/Rose/
ᴬᵖᵖˡᵉᴿʸᵘ: Terimakasiiih
total 1 replies
LALA LISA
cerita yg bagus dengan tema lain tidak melulu tentang CEO ..semangat thoorr/Rose/
Reynata
Ngeri ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!