Denis Agata Mahendra, seorang bocah laki-laki yang harus rela meninggalkan kediamannya yang mewah. Pergi mengasingkan diri, untuk menghindari orang-orang yang ingin mencelakainya.
Oleh karena sebuah kecelakaan yang menyebabkan kematian sang ayah, ia tinggal bersama asisten ayahnya dan bersembunyi hingga dewasa. Menjadi orang biasa untuk menyelidiki tragedi yang menimpanya saat kecil dulu.
Tanpa terduga dia bertemu takdir aneh, seorang gadis cantik memintanya untuk menikah hari itu juga. Menggantikan calon suaminya yang menghamili wanita lain. Takdir lainnya adalah, laki-laki itu sepupu Denis sendiri.
Bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perubahan Sikap Denis
"Kau di mana? Aku sudah menunggumu dari tadi," ketus Haris yang kesal karena menunggu Denis yang begitu lama.
Berselang, sebuah pintu di bagian ujung terbuka. Denis keluar diantar seorang gadis manis yang menggelayut di lengannya. Haris mengernyit, mereka tidak terlihat menikah dadakan. Justru terlihat mesra dan seperti saling mencintai.
Haris menegakkan tubuh, menunggu kedatangan sang tuan yang tidak seperti biasanya.
"Maaf, membuatmu menunggu lama," ucap Denis begitu tiba di hadapan Haris.
Pemuda itu tertegun, terkesima beberapa saat dengan perubahan sikap Denis.
"Hei! Apa kau mendengar ku?" Denis melambaikan tangan di depan wajah Haris.
"Ah, iya. Tidak masalah. Ini pesanan mu," sahut Haris bingung sembari memberikan paper bag berisi pakaian milik Denis.
"Apa itu?" Larisa memanjangkan leher melihat isi di dalamnya.
"Jangan dilihat! Kau tidak akan suka melihatnya." Denis menutup mata Larisa dengan tangannya yang besar, menjauhkan kepala gadis itu dari tas yang disodorkan Haris agar tidak melihat isinya.
Larisa cemberut, tapi menurut. Melirik Haris dengan penampilannya yang tak biasa. Setelan jas mewah membalut tubuhnya, nampak jelas elegan hingga sekilas saja melihat semua orang tahu dia bukan orang sembarangan.
"Siapa dia?" bisik Larisa yang masih bisa didengar Haris.
Laki-laki itu berpaling, membenarkan jas yang sebenarnya tidak kenapa-napa.
"Oh, dia Tuan Haris. Asisten pribadi direktur utama Agata grup. Dia yang akan membawaku wawancara di sana," jawab Denis membuat kedua mata Haris melotot lebar.
Dia tak menyangka sandiwara Denis akan terus berlanjut.
"Oh, Tuan Haris!" Larisa membersihkan tangan pada pakaian yang ia kenakan, kemudian mengulurkannya hendak berjabat dengan Haris.
"Aku Larisa, istri Denis. Terima kasih sudah membantu suami saya masuk ke perusahaan besar Tuan," lanjut Larisa dengan tangan terangkat, menggantung di udara.
Haris melirik tangan itu, kemudian menatap Denis yang melengos dari pandangannya.
"Oh, halo. Saya Haris, sahabat Denis. Sudah tugas saya sebagai teman membantunya," sahut Haris menyambut uluran tangan Larisa dan menjabatnya.
Denis melirik tak senang, merebut tangan Larisa dengan cepat. Membuat gadis itu mendongak, menatap bingung padanya.
"Sudah cukup! Sebaiknya kita segera pergi, Tuan," ucap Denis menekan kata tuan sembari menatap tajam pada Haris. Tak rela gadisnya disentuh laki-laki lain.
"Ah, ya. Itu lebih baik. Sebaiknya kau jangan datang terlambat karena kesempatan tidak datang dua kali," ucap Haris seraya berbalik dan berjalan menuju lift khusus, masuk tanpa menunggu Denis mengekor.
"Benar, sebaiknya kau segera pergi. Jangan sampai terlambat," ucap Larisa membenarkan kemeja Denis, memastikan penampilan suaminya itu.
"Baik. Kau masuk rumah lebih dulu, kunci pintu rumah dan jangan menerima tamu siapapun. Mengerti?" tegas Denis mulai protektif pada Larisa.
Gadis berlesung pipi itu mengernyit, tapi kemudian mengangguk patuh. Ia berbalik dan mendekati pintu, menatap Denis beberapa saat lamanya sambil tersenyum. Denis membalas senyumnya dan memintanya untuk segera mengunci pintu.
Larisa menurut, menutup pintu dan menguncinya. Ia tidak akan pergi ke mana pun pagi itu, dan tidak akan menerima tamu sesuai perintah Denis. Saat siang nanti, barulah akan ke kantor untuk mengundurkan diri sekaligus mengambil gaji terakhirnya.
Denis segera berlari menuju lift yang dimasuki Haris tadi, ia tahu asistennya itu masih menunggu dengan segala pertanyaan yang berkecamuk di dalam pikiran.
"Ekhem!" Denis berdehem menyodorkan paper bag tadi kepada Haris. Dia harus berganti pakaian, setelan jas juga aksesories lainnya yang dibawakan Haris. Sungguh pengertian.
"Dia gadis yang kau nikahi secara mendadak?" tanya Haris mencibirkan bibir.
"Mmm." Denis menjawab singkat sambil mengenakan jam tangan.
Ia menyimpan paper bag itu di sudut lift, tak akan ada yang mengambilnya karena itu adalah lift khusus.
"Tapi tidak terlihat seperti itu," gumam Haris seraya melengos dari tatapan Denis.
Suami Larisa itu tersenyum, memperhatikan tampilan dirinya dari dinding lift.
"Kenapa? Apa kau iri?" ejek Denis yang menatap Haris dari pantulan di dinding.
Haris berdecih, mencebik kesal.
"Aku tidak suka kau menatapnya terlalu lama, dia istriku!" tegas Denis melotot tajam pada Haris.
Haris mendelik tak kalah tajam, tidak terima dengan ucapan Denis. Padahal, ada benarnya yang dikatakan Denis. Larisa memang istirahat.
"Kau protektif sekali," gumam Haris melirik Denis dengan tatapan matanya yang mengejek.
"Hmm!" Denis kembali ke wajah aslinya, seorang CEO tampan, dingin dan gagah. Tak seorang pun pernah melihatnya, tapi namanya begitu terkenal di dunia bisnis terutama di kota tersebut.
"Tempatkan beberapa orang untuk menjaga apartemen. Aku tak ingin hal buruk menimpa padanya," titah Denis membuat tubuh Haris membeku mendengar perintah itu.
"Memangnya siapa yang menyakiti istrimu? Keterlaluan!" sambar Haris sembari melengos, tapi tak urung juga melaksanakan perintah Denis.
Ia menelepon seseorang meminta beberapa untuk berjaga di sekitar apartemen. Haris menghela udara kasar, tak habis pikir dengan sikap tuannya.
"Apa jadwalku hari ini?" tanya Denis melirik ke samping di mana Haris berada.
"Kunjungan ke perusahaan Mahendra. Perusahaan tersebut mengundang Anda untuk mengunjungi mereka sekaligus ada hal yang ingin mereka bahas soal proyek di tengah kota yang akan mereka jalani." Haris menjelaskan.
"Perusahaan Mahendra, ya? Apakah kakek yang menjabat sebagai CEO? atau masih menjadi perebutan panas di antara keturunan Mahendra," gumam Denis sambil tersenyum sinis membayangkan wajah sang sepupu yang kemarin gagal menikah itu.
"Jam berapa kunjungan ke perusahaan Mahendra?" tanya Denis setelah berpikir beberapa saat.
"Setelah makan siang nanti," jawab Haris sembari memperhatikan jadwal Denis agar tidak salah. Semua ia catat dalam ponsel.
Denis mengangguk kecil, tercenung memikirkan Larisa. Tiba-tiba saja bayangan gadis itu datang melintas tanpa tahu apa yang sedang ia pikirkan.
"Haris, bantu istriku masuk ke perusahaan. Dia sedang mencari pekerjaan, dan aku ingin dia bekerja di perusahaan ku. Tempatkan dia sesuai kemampuan yang dimilikinya," pinta Denis yang kemudian keluar setelah pintu terbuka mendahului Haris.
Lagi-lagi Haris terbengong, tidak semudah itu merekrut karyawan tanpa tes. Namun, karena itu istri tuannya, dia bisa apa? Haris akhirnya setuju dan meminta Denis untuk mengumpulkan CV padanya.
"Kenapa harus memakai yang seperti itu juga? Sudahlah, minta saja dia bekerja besok," protes Denis enggan melihat pada asistennya itu.
Haris berdecak, memukul bahu Denis dengan cukup kuat.
"Kenapa kau memukulku?" Denis meradang.
Haris tidak peduli, ia masuk ke dalam mobil dan segera menyalakan mesinnya. Denis melangkah masuk sambil mengusap bahunya yang dipukul Haris.
"Jika ingin melamar kerja maka harus membawa CV ke kantor. Melakukan tes wawancara dengan pihak terkait, barulah dia dapat bekerja di perusahaan," papar Haris kesal.
Denis berdecak, sungguh tak perlu melakukan aturan yang sedemikian ribet. Dia ingin Larisa masuk dan langsung bekerja, tapi tentu hal tersebut akan membuat Larisa diganggu.
gk mau Kalah Sam Denis ya....
Yg habis belah durian......