Sebastian Clemornat menyamar menjadi Bastian di desa Texas yang jauh dari New York, asalnya. Dia kabur karena tidak ingin dijodohkan oleh wanita pilihan orang tuanya hanya untuk bisnis. Lagipula dia bukan pewaris utama karena memiliki kakak laki laki dan perempuan. Dia anak bungsu yang tidak bisa dikekang. Umur 24 ketika menyelesaikan pendidikan sebagai dokter, ia pun pergi tanpa membawa fasilitas mewah dari keluarga Clemornat. Ketika sudah 2 tahun hidup tenang di desa sebagai dokter keliling dan tukang bengkel, kehidupan Bastian berubah karena pada suatu malam, tiba tiba ada wanita yang melahirkan di bengkelnya dan dia membantu persalinan itu. Sejak saat itu Bastian merasakan hatinya yang sedingin es dengan wanita kini mencair. Penasaran siapa wanita itu? Author juga penasaran nih 😄 Jadi baca novel ini sampai selesai dan semoga suka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SariRani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAYI DEMAM
Dengan pandangan yang sama sama terlihat tajam, Lili dan Bastian tidak ada yang mau mengalah.
Hingga suara tangisan bayi terdengar di telinga mereka.
"Cana bangun. Pertimbangkan tawaranku. Besok pagi beri aku keputusanmu" ucap Bastian lalu ia kembali menggunakan tangan terampilnya untuk membenahi mesin.
"Aku tidak perlu menunggu besok. Saat ini aku akan menolak tawaranmu. Aku tidak akan menikahimu dan memilih membayarmu 5000 Dollar USD" sahut Lili lalu ia masuk ke rumah Bastian untuk menghampiri putrinya.
"Kita lihat saja" batin Bastian dengan senyuman smirk.
.
Keesokan harinya, Lili pagi pagi sudah bersiap untuk mencari tumpangan di depan rumah Bastian dimana langsung dengan jalan utama.
Entah kenapa pagi ini Cana tidak kooperatif dengan ibunya.
"Hey sayang.. don't cry.. kita akan kembali ke kota" ujar Lili mencoba menenangkan putrinya.
Bastian mengamati mereka dari dalam rumah sambil meminum kopi.
Hingga Ella dan Vio datang. Kemudian menghampiri Lili yang masih menunggu tumpangan di pinggir jalan. Namun hampir sejam belum ada kendaraan yang lewat.
"Lili, mau kemana kamu? Masuklah, Cana mungkin kedinginan karena akan turun salju pada bulan ini" ucap Ella mengingatkan.
"Kami akan pergi ke kota, El. Maafkan aku karena tidak bisa lebih lama tinggal disini" sahut Lili.
"Tapi kamu baru saja melahirkan. Kondismu belum pulih, Li. Apalagi bayimu juga masih berumur 2 hari, apakah kamu tega membuat putrimu kedinginan?" timpal Vio.
"Aku harus pergi dari sini agar tidak semakin berhutang budi kepada kalian, maafkan aku" ujar Lili keras kepala dan gengsinya yang tinggi.
Ella dan Vio saling tatap.
"Seharusnya Mas Dokter memberitaumu jika hari ini sudah mulai turun salju. Mangkanya kemarin dia menjemur Cana agar bayimu bisa terkena sinar matahari meskipun tidak lama. Dokter Bastian sangat tau perkiraan cuaca. Dia tau jika hari ini akan mulai turun salju" ucap Vio.
"Dan biasanya, saat hari pertama turun salju dalam tahunan, semua orang didesa ini tidak berkendara keluar desa. Mereka akan menghabiskan hari bersama keluarga atau jika ada yang sakit tetap dibawa ke klinik ini" timpal Ella.
Lili yang mendengar penjelasan kedua perawat itu semakin merasa dibodohi oleh Bastian dan merasa dijebak.
"Sialan, Bastian. Dia menjebakku!" batinnya.
"Ayo masuklah! Cana akan kena hipotermi jika kamu seegois ini Li" ucap Ella dengan nada lebih tinggi.
Lalu Lili melihat wajah putrinya yang memerah karena kelamaan menangis dan mungkin juga kedinginan.
Akhirnya Lili dan Cana masuk kembali ke rumah Bastian bersama Vio dan Ella.
"Kenapa kamu kembali? Katamu akan pergi ke kota pagi ini dan kembali satu bulan kemudian untuk membayar hutangmu?" pancing Bastian.
Mendengar suara Bastian yang sangat beda dengan biasanya, membuat Vio dan Ell sadar jika ada sesuatu diantara bos dokter mereka dengan pasien kali ini. Kedua perawat itu saling pandang dengan senyuman mencurigakan.
Lili merasa sudah jengah dengan sikap Bastian yang lama kelamaan merasa seenaknya.
"Mas Dokter, kami akan siap siap di klinik dulu ya sekalian menyiapkan api unggun untuk penghangat ruangan" ujar Vio.
"Baiklah, 30 menit lagi klinik akan buka dan sepertinya hari ini akan banyak pasien" sahut Bastian.
Vio dan Ella pun berpindah ke ruang sebelah.
Kini Lili masih berdiri di depan pintu rumah sambil menggendong Cana yang sudah tidak menangis lagi.
"Kamu menjebakku" tuduh Lili.
Bastian yang masih memegang gelas kopi memilih menaruhnya di meja kecil samping sofa setelah mendengar tuduhan itu.
"Menjebak mu? Apa ini sikap manusia yang sudah ditolong lalu menuduh buruk kepada manusia yang menolongnya?" serang Bastian dengan nada datar.
Lili terdiam.
"Kenapa aku jadi semakin bodoh dihadapannya?" batinnya.
"Untung saja kamu masuk kembali ke rumah ini, jika tidak, Cana akan mengalami hiportemia karena keegoisanmu" lanjut Bastian.
"Dia anakku. Kamu bukan siapa siapa untuk kami! Punya hak apa kamu menyebutku egois?" kesal Lili.
Kini Bastian berdiri dari tempat duduknya berjalan berlahan mendekati Lili dan Cana.
"Menikahlah denganku, lalu aku akan menjadi suami dan ayah untuknya" ucap Bastian yang masih terdengar dingin.
"Aku tetap menolak" sahut Lili secepatnya.
Bastian tersenyum tipis dan tetap mendekat hingga bisa melihat wajah Cana yang memerah.
"Lihat wajah anakmu yang sudah memerah seperti ini. Dia demam, apa kamu akan tetap keras kepala?" ucap Bastian dengan wajah serius.
Lili pun baru menyadari wajah putrinya memerah dan saat tangannya menyentuh kening Cana, bayi itu memang sedang demam.
Dari raut wajah Lili yang langsung panik, Bastian menduga jika diagnosanya benar.
"Sini Cana, biar aku rawatnya" ucap Bastian sambil mengulurkan tangan untuk menggendong Cana namun Lili malah memundurkan langkahnya.
"Aku tidak akan menambah hutangku lagi padamu" sahut Lili ketus membuat Bastian baru menyadari jika wanita ini sungguh egois dan keras kepala.
Akhirnya Bastian memilih membuang nafas berat.
"Terserah. Aku sudah tidak peduli padamu atau anakmu. Pergilah jika kamu ingin pergi. Aku mungkin salah telah meminta mu menikahiku. Penawaran buruk. Lupakan" ucap Bastian lalu berjalan menuju ruang sebelah yaitu kliniknya dan meninggalkan Lili bersama Cana agar bisa memutuskan apa yang wanita itu akan lakukan.
Baru saja Bastian tidak terlihat di ruang tengah, Cana langsung menangis lagi cukup keras.
Lili kebingungan apa yang bisa dia lakukan saat anaknya menangis karena sakit dan pasti bayi itu merasa tubuhnya tidak nyaman.
"Husst..sayaaang.. ayo momi susuin dulu habis itu kita harus pergi dari sini" ucap Lili lalu memilih duduk di sofa san mulai membuka kancing dress atasnya untuk menyusui Cana.
Namun bayi ini tidak mau menyedot makananya dan memilih menangis kencang.
"Astaga! Cana! Please, bantu momi sayaang" rayu Lili sambil mengarahkan pu*ing nya kemulut sang putri namun tetap saja Cana tidak mau mengenyotnya.
Di dalam klinik Vio dan Ella bisa mendengar tangisan bayi dari dalam rumah.
"Dok, Cana menangis kencang. Apakah tidak apa apa jika dibiarkan begitu?" tanya Ella.
"Ibunya keras kepala" jawab singkat Bastian sambil mengecek berkas berkas pasiennya.
"Dok, maaf jika aku bertanya seperti ini. Tadi aku mendengar tawaran anda kepada Lili, untuk menikah, apakah dokter serius?" tanya Vio.
"Iya" jawab singkat Bastian.
Vio pun tersenyum sambil memandang Ella.
"Jika anda memang ingin menikahinya, mungkin anda harus lebih lunak kepada wanita yang bukan pasien anda, Dok. Aku yakin Lili memiliki trauma dengan laki laki, ayah dari Cana" saran Vio.
"Betul kata Vio, dok. Selama 2 tahun disini anda tidak pernah merespon godaan wanita manapun dan selalu bersikap dingin kepada mereka yang bukan pasien anda. Aku yakin Lili memiliki sesuatu yang anda cari dari wanita" timpal Ella.
"Kalian berdua ternyata suka bergosip juga" sahut Bastian sambil menatap kedua perawatnya bergantian.
Belum ada 1 menit, ternyata Lili sudah masuk ke klinik tanpa diminta.
"Baiklah, aku akan menikahimu, Dokter Bastian" ucap Lili lantang dihadapan pria dan 2 wanita disana.
Bastian tersenyum tipis mendengar ucapan dari Lili.
"Tolonglah putriku" lanjut Lili.
Vio dan Ella ikut tersenyum mendengar ucapan Lili lalu mendekatinya.
"Biar aku gendong dulu" minta Ella dan Lili melepaskan gendongannya.
Ella membawa Cana ke brankar dimana Bastian akan memeriksa bayi itu.
Vio memasangkan termometer pada bayi yang masih menangis kencang itu.
"39 derajat celcius, dok. Kita harus segera meredakan panasnya sebelum bayi ini mengalami kejang" ucap Vio panik.
Bastian pun mulai profesional. Mengecek detak jantung bayi itu lalu menyuntikkan sesuatu cairan melalui bagian paha Cana.
Tangis bayi itu semakin kencang namun tak lama karena berangsur menurunkan volumenya.
Cana akhirnya berhenti menangis dan tertidur.
"Karena keegoisanmu, membiarkan bayi kedinginan dan tidak mendapatkan makanannua tepat waktu, akhirnya Cana hampir saja mengalami kondisi buruk" ucap Bastian dingin.
Lili sudah tidak bisa membendung air matanya lagi melihat putrinya begitu lemah di brankar.
Kemudian tiba tiba ada beberapa pasien masuk ke klinik.
"Selamat pagi, perawat perawat cantik"
"Selamat pagi"
sapa kedua pasien yang sudah lansia.
"Selamat pagi, silahkan menunggu sebentar ya. Dokter masih memeriksa pasien" ucap Ella dan Vio ramah dalam menyambut pasien lain di luar ruang pemeriksaan.
"Bawalah, Cana ke kamar. Susui dia. Dia kehausan" instruksi Bastian.
"Vio, atolong Lili untuk melakukan skin to skin dengan Cana agar demamnya berkurang" lanjutnya.
"Baik, dok" sahut Vio.
Lalu Lili menggendong Cana dan keluar ruang pemeriksaan lalu berjalan masuk ke rumah Bastian menuju kamar pria itu diikuti oleh Vio.