Who Is?

Di dalam kamar yang berukuran kecil itu, Laura duduk diam di atas tempat tidur. Ia teringat akan kejadian satu minggu yang lalu. Wajah Mahen terus saja membuatnya terbayang-bayang, seakan ada rindu yang tidak bisa ia jelaskan pada lelaki itu. Lelaki asing yang tidur dengannya dengan bayaran dua ratus lima puluh juta untuk semalam.

Laura berusaha menepis tetapi semakin ia coba semakin kuat bayangan kejadian malam itu menghantuinya. Belum lagi Kenzo yang akhir-akhir ini sering mendatanginya di tempat kerja, seakan calon CEO itu tidak memiliki pekerjaan lainnya. Kenzo memang masih menempuh bangku kuliah, tidak seperti Laura yang harus bekerja di usianya yang masihlah harus mengenyam bangku pendidikan.

"Sadar Laura, jangan memikirkan pria yang sudah mengambil kesucianmu itu. Dia hanya datang untuk satu kali dalam hidup dan setelah ini kalian tidak saling mengenal lagi. Semua itu adalah pekerjaan, aku tidak boleh terbawa suasana. Mungkin ini jalan takdir yang harus aku lewati. Aku harus semangat," ucap Laura kemudian ia mencoba memasang senyuman terbaiknya namun lagi-lagi gagal hingga ia mengacak-acak rambutnya karena kesal.

Sangat berbeda dengan pria yang tengah dipikirkan oleh Laura, Mahen justru sedang memanjakan Anna saat ini. Mereka sedang mengambil quality time di sela-sela kesibukan Mahen. Anna benar-benar dimanjakan dan disayangi oleh Mahen hingga akhirnya gadis itu menyerah pada hatinya dan mengakui ia jatuh cinta dan takut kehilangan.

Tangan Mahen menggenggam tangannya menyusuri pesisir pantai dengan deburan ombak yang menenangkan dan angin sore yang menerpa segar di wajah mereka. Tiba-tiba saja Mahen mengangkat tubuh Anna dan membawanya berputar-putar sambil bermain ombak. Anna tertawa lepas dengan tangannya yang kuat memeluk leher Mahen.

Setelah puas bermain ombak, Mahen mengajak Anna untuk beristirahat dan menikmati kuliner yang ada. Salah satu kafe di pantai itu adalah milik pamannya, Mahen tidak perlu mencari tempat yang lain.

"Anna, apa kamu bahagia bersamaku?" tanya Mahen sambil menunggu pesanan mereka datang.

Anna melengkungkan bibirnya membentuk bulan sabit lalu ia mengangguk. "Awalanya aku pikir kamu akan menyiksaku sebagai hukuman karena aku hampir membunuhmu. Tetapi aku salah, kamu justru memberiku kehidupan dan cinta. Aku sangat bahagia, terima kasih Mahen," jawab Anna.

Senyuman Mahen semakin lebar, ia menggenggam tangan Anna dengan erat seakan takut Anna akan pergi meninggalkannya. Sudah cukup selama bertahun-tahun ia mencarinya, kini adik kesayangan dan juga cinta pertamanya itu ada di hadapannya.

"Maaf karena belum bisa meresmikan hubungan kita. Kamu tahu sendiri aku curi-curi waktu untuk bertemu denganmu. Pekerjaanku tinggal sedikit lagi, tetapi maaf karena dua hari lagi aku akan berangkat ke luar negeri dan menetap selama dua minggu. Ada pekerjaan penting yang membutuhkan waktu lama," ucap Mahen, wajahnya terlihat murung meskipun ia memaksakan senyuman. Mata itu tidak bisa berbohong.

Anna tidak tahu harus berkata apa. Ia terbiasa bersama Mahen walaupun dalam waktu yang singkat tetapi pria ini tetap menyempatkan waktu menengoknya. Bagaimana dengan dua minggu tanpa Mahen, rasanya itu terlalu berat.

Anna memaksakan senyumannya. Jika dulu ia berharap Mahen menjauh agar ia tidak jatuh cinta tetapi sekarang ia sendiri yang tidak ingin berjauhan dari lelaki itu. Mahen sudah menjadi kebutuhannya, tanpa melihatnya sehari saja Anna merasa dunianya hampa.

'Aku sudah jatuh terlalu dalam,' gumamnya dalam hati.

*****

Langkah besar Mahen memasuki rumah megah yang menjadi salah satu rumah tempat ia pulang. Kedatangannya disambut dengan baik, pengawal dan asisten rumah tangga menunduk hormat menyapanya. Ia hanya memberikan senyuman tipis bahkan nyaris tak terlihat, jika berada di rumah ini ia akan menjadi pria berhati dingin.

Saat hendak menaiki tangga menuju ke lantai dua, Mahen berpapasan dengan adik angkatnya. Adiknya itu langsung menarik tangannya, Mahen langsung tahu jika ada sesuatu yang ingin adiknya bahas. Mereka duduk di sofa yang ada di ruangan sebelum teras samping.

"Tentang gadis itu lagi?" tanya Mahen sambil cekikikan.

Wajah Kenzo berubah masam. "Sudah satu minggu ini dia terkesan menjauhiku. Padahal dulu tidak seperti itu," ucapnya sambil memasang tampang mengenaskan.

"Mungkin dia sudah punya kekasih," tebak Mahen.

Kepala Kenzo menggeleng cepat. "Mana mungkin. Aku mengawasinya."

"Kamu menjadi penguntit seorang gadis. Wah ini kriminal," ledek Mahen, wajah Kenzo semakin tak sedap dipandang.

Kenzo pun tidak tahu harus berkata apa. Laura memang menjaga jarak darinya, jarak yang menurut Kenzo merupakan isyarat agar ia tidak lagi mengharapkan Laura menjadi pendampingnya. Entah apa yang sudah terjadi padanya, Laura tidak seperti ini. Ia seakan tidak mengenal Laura yang sekarang.

"Aku benar-benar mencintainya bahkan sudah lama aku jatuh cinta padanya tetapi dia selalu menolakku. Katanya aku dan dia bagaikan langit dan bumi. Apa dia lupa jika kami sama-sama berpijak di tanah. Aku juga sudah katakan jika Daddy tidak bermasalah, mengapa dia justru semakin jauh?"

Mahen diam saja mendengarkan curahan hati Kenzo. Ia sendiri bingung, mengapa gadis itu terus menolak adiknya padahal keluarga Abraham bukanlah tipe keluarga yang picky akan pasangan hidup. Pengalaman tuan Joe dikhianati istrinya itu membuat mereka memilih wanita yang sederhana saja, itulah yang membuat Kenzo menambatkan hatinya pada Laura. Gadis sederhana yang pastinya siap diajak hidup susah apalagi hidup senang, begitu pendapat Kenzo saat ia menceritakan gadis favoritnya pada daddynya.

"Sepertinya ada sesuatu yang coba dia tutupi darimu. Kamu mungkin tidak tahu ada penderitaan atau ancaman yang dia dapatkan di luar sana. Begini saja, Kakak akan pergi ke luar negeri untuk mengurus masalah senjata baru itu, kamu tunggu sampai Kakak pulang baru kita akan mencari tahu alasan gadis itu menolakmu," usul Mahen.

Kenzo menghela napas berat. Menunggu dua minggu bukanlah waktu yang singkat tetapi ia percaya Mahen bisa membantunya mengatasi masalah.

"Aku akan menunggu. Oh ya, sebenarnya sejak tadi Daddy mencarimu, jangan salahkan aku ya jika nanti dia mengomel padamu," ucap Kenzo kemudian ia segera berlari karena tidak ingin terkena amukan Mahen.

Gigi Mahen bergemeletuk, ia gemas terhadap sikap Kenzo yang menurutnya sampai saat ini masih saja kekanak-kanakan dan cenderung manja. Sebenarnya Mahen tidak mempermasalahkannya sebab ia tahu adik angkatnya itu haus akan kasih sayang seperti dirinya dulu.

Kenzo juga akan sangat nyaman berbicara apapun dengannya. Ia adalah seorang psikolog, ucapannya sangat didengarkan oleh Kenzo dan itu yang membuat Mahen senang menasihati adiknya itu.

"Sepertinya gadis itu menjadi mood booster untuk Kenzo. Aku akan membantunya mendapatkan gadis itu, entah seperti apa rupanya hingga Kenzo tergila-gila bahkan sampai uring-uringan seperti ini," gumam Mahen, ia tersenyum tetapi hanya sesaat karena teringat saat ini Daddy Joe sedang menantinya. "Mati aku!"