NovelToon NovelToon
Benih Twin'S CEO Kejam

Benih Twin'S CEO Kejam

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Poligami / CEO / Lari Saat Hamil / Single Mom / Anak Genius
Popularitas:16.3k
Nilai: 5
Nama Author: Mom Ilaa

Karena dipaksa untuk segera memiliki anak, Jovan sang CEO dari perusahaan ternama diam-diam menikah lagi. Dengan kejamnya, dia mengusir Seina selaku istri pertamanya yang dikira mandul. Namun nasib buruk pun menimpa Jovan yang mana istri keduanya mengalami kecelakaan hingga membuatnya keguguran bahkan rahimnya terpaksa harus diangkat demi menyelamatkan nyawa Ghina.

Lima tahun kemudian, Seina yang dikira mandul kembali dengan tiga anak kembar yang memiliki ketampanan mirip Jovan.

“Bunda, Oom itu milip Kakak Jelemy, apa Oom itu Ayah kita?” tanya Jelita, si bungsu.

“Bukan!” elak Seina.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dacal Batok Esh!

“PAPAPAAAA!!”

Gara yang duduk sembari mamainkan handphonenya seketika itu berdiri dari kursi melihat si kembar berlari ke arahnya.

“Papaaa Galaaa!” Jelita dan Jhansen memeluknya.

“Heh... kenapa kalian berdua bisa ada di sini?” Mata Gara membola selebar-lebarnya.

“Jencen diajak pigi cini cama Jelita, Pa.” Jhansen menunjuk adiknya dan memang Jelitalah otak dari kehadirannya.

“Jeliitaaa kamu tuh kenapa seberani ini, sayang....?” tanya Gara tersenyum kesal.

Jelita segera duduk manis di sofa lalu berkata. “Jelita mau cama Bunda, Papa. Cini Papa, kita tuguin Bunda, hehe..”

Gara menarik nafas. Mau marah tapi ia tidak nyaman diperhatikan oleh lima penjaga yang mengawasinya.

“Papa, itu botol bicakah diminum Jencen?” Tunjuk kembaran laki-laki Jeremie itu pada botol di atas meja yang merupakan whiskey.

“Ini cucukah, Papa?” Tunjuk Jelita haus.

Gara membuang bokongnya lalu ia menarik dua anak itu duduk di sampingnya.

“Bukan, kalian minum yang ini saja.” Gara pun memberinya sebotol air kecil yang sengaja dia siapkan. Mendadak Gara mendapatkan pesan baru dari Seina.

“Gara, kakak ada di mobil, maaf ya kakak tidak bisa masuk lagi, kepala kakak pusing nih. Kakak tungguin kamu di sini saja.”

“Ya sudah, kakak istirahat di situ dulu.” Tulis Gara dalam ketikannya.

“Papa, mana Bundaaa?” tanya Jhansen.

Gara pun menjelaskan bahwa Ibunya ada di mobil. Mengetahui itu, Jelita memohon dibawa ke sana.

“Hai, kamu, kemarilah!” panggil Gara ke satu penjaga untuk mengantarkan mereka ke Seina tapi mendadak dua orang datang membuat raut wajah Gara menjadi kesal dan benci.

“Kakak itu kan Oom tadi yaa?” Jelita berbisik ke Jhansen yang manggut-manggut.

Tangan Gara terkepal kuat-kuat seraya mengontrol perasaannya. Sudah lama ia tidak melihat Asisten Lu dan Jovan tapi sekarang mereka duduk berhadapan malam ini.

Lima menit telah berlalu, tapi mereka bertiga masih dalam diamnya masing-masing. Tak ada yang bicara karena Gara dan Jovan merasa canggung satu sama lain hingga kedua anak kembar itu pun berkata.

“Oom... napa ada di cini ugah? Oom temenna Papa Gala yaa?” tanya Jelita.

“Hm, kalian kenal dia?” Gara cukup terkejut.

“Iyaa Papa, balucan Oom ini bantulin kita caliin Papa. Oom nda pigi jaga wece agi?” Jelas Jhansen seraya bertanya ke Jovan. Asisten Lu tertawa karena kedua bocah itu menganggap Jovan adalah penjaga toilet.

“Tuan Gara, sudah lama kita tidak bertemu dan kita sekarang malah bertemu di tempat ini. Bagaimana kabarmu dan....” Ucapan Asisten Lu menggantung karena Gara yang langsung memotongnya.

“Tidak usah basa-basi, katakan saja apa alasan kalian ingin bertemu dengan saya?” tanya Gara yang selalu sinis.

“Kamu tidak usah menatap kami seperti itu. Kami kemari memiliki niat baik padamu untuk mengajak bekerjasama,” kata Jovan ke Gara tapi tatapannya terus mengarah ke Jelita dan Jhansen.

“Ck, sudah saya duga. Dengan kesuksesan usaha yang saya kembangkan telah berhasil mengalahkan bisnis kecantikan kalian. Kalau dipikir-pikir memang keuntungannya luar biasa bekerjasama dengan Anda. Tetapi sayang sekali, saya tidak tertarik bekerjsama dengan makhluk halus yang pernah melukai saudara saya,” cecar Gara berdecak lidah.

“Maluk halus na capa, Papa?” tanya Jelita.

“Sudahlah, kita pulang sekarang saja.” Gara berdiri lalu menggandeng tangan Jelita dan Jhansen tapi jalannya dihadang oleh tiga penjaga.

“Minggir!” Titah Gara tapi penjaga itu masih diam.

“Oom culuh dong meleka janan bedilli di citu. Papa Gala nda bica lewat,” perintah si bungsu pada Jovan.

Karena dua anak itu begitu dekat pada Jovan, Gara terpaksa menggendong mereka dan memilih pintu lain tapi jalan keluar dihadang lagi oleh dua penjaga lain.

“Arghh... apa mau kalian? Apakah jawaban saya tadi belum jelas juga?!” Gara sudah tidak sabar lagi ingin rasanya menghajar kelima penjaga. Bahkan si kembar bingung dibuat mereka.

Asisten Lu juga bingung mengapa lima pengawalnya mencegah Gara. Asisten Lu kemudian melirik Jovan yang tampak ingin mengatakan sesuatu.

“Gara, selain mengajakmu bekerjasama, ada sesuatu yang mau saya tanyakan padamu.” Pria tampan yang sudah berumur tiga puluh tahun itu perlahan-lahan mendekat.

“Apa yang mau kau tahu?” tanya Gara.

“Apa dia ingin tanyakan tentang Kak Sei?” pikirnya tapi pertanyaan Jovan tidak sesuai dengan dugaan Gara.

“Dua anak itu, apakah anakmu atau...”

“Ck, apa telinga Anda bermasalah? Dari tadi mereka memanggil saya -Papa- bukankah itu sudah menjadi bukti bahwa saya, Ayah mereka,” kata Gara ketus.

“Tapina...”

“Sudah, kalian jangan bicara pada mereka. Sekarang kalian ikut Papa pulang.” Gara tidak mengizinkan dua anak itu bicara. Tapi tanpa Gara lihat, tangan mungil Jelita sempat melambai ke Jovan kemudian gadis mungil itu berpaling memeluk Gara yang pergi dari sana.

“Mungkin benar, dua anak itu adalah anak Gara, Tuan Jovan.” Asisten Lu berkata di samping Jovan.

“Tapi, usianya terlalu muda untuk memiliki anak dan lagi wajah anak ini identik dengan wajah saya waktu kecil dulu, Asisten Lu.”

Jovan masih ragu pada perkataan Gara.

“Mungkin saja saat istrinya mengandung mereka, dia mengidolakan Anda.” Asisten Lu tersenyum dan mulai mengingat gadis cupu yang bersama Gara dulu.

“Apa Anda ingin saya menyelidikinya?” lanjut Asisten Lu menawarkan diri. Sudah lama ini dia tidak pernah mendapat perintah menyelidiki orang. Dia selalu saja mengikuti Jovan dalam menjalani bisnisnya. Terutama mengurus perusahaan kecantikan yang dulu bersaing ketat dengan Gara kini mulai kurang diminati.

Sebagian kalangan atas atau selebriti lebih banyak menyukai produk J-Beauty. Harganya tidak terlalu mahal dan cukup murah, sehingga bisa dijangkau masyarakat biasa. Hanya dalam beberapa bulan, hasilnya terbukti luar biasa.

“Tidak usah.” Tolak Jovan.

“Sungguh? Apa Anda tidak ingin tahu soal Nona...”

“Asisten Lu, berhenti memaksa saya!” Sentak Jovan yang kemudian berlalu pergi dengan kesal.

Asisten Lu tersenyum tipis. Ia secepatnya mengikuti dari belakang.

Gara yang membuka pintu mobilnya, melihat Seina sudah tidur di dalam sana saking lama menunggunya.

“Papa, ental janan bilanin Bunda yaa,” bisik Jelita tidak mau dimarahi Ibunya.

“Kalau Papa mau gimana dong?” ucap Gara sudah duduk di kursinya dan si kembar juga sudah duduk di jok tengah.

“Jananlah Papa, nanti Bunda malah.” Jhansen ikut memohon.

“Biarin, biarin kalian dihukum sekalian!” kata Gara pura-pura membentak.

“Ekhee... tapina Jencen ndak calah. Ituh cih Jelita aja dimalahin, Papa.” Sedih Jhansen.

“Napa Jelita aja yang calah? Kakak Jec cendili ugah ikutan cini!” protes Jelita mencubit-cubit gemas kedua pipi bulat kakaknya.

Melihat kelucuan mereka, bibir Gara pun membentuk senyuman dan setelah itu, ia menyuruh kedua cadel kakaknya itu duduk sopan sebelum Seina terbangun.

.

.

.

.

.

Bipp... Bipp...

“Ihh, Jencen jananlah pecet-pecet tombolna. Nanti Kakak Jelemy bica banun tidul.” Omel Jelita karena tombol klasonnya ditekan berkali-kali oleh Jhansen. Sedangkan Gara, ia lebih dulu keluar dari mobilnya untuk membawa Seina yang terlelap ke kamarnya.

“Tapina ini celuh kali tauuu, hihihi...” Jhansen terus menekan tombol klakson membuat Gara yang selesai membaringkan Seina ke tempat tidur merasa greget. Tidak hanya dia saja, bocah laki-laki lain pun keluar dari kamar si kembar dengan kekesalan di wajahnya.

“Kakak Jencen, kita macuklah cekalan,” pinta Jelita menarik-narik tangan si Jhansen yang masih duduk di kursi kemudi.

“Nantilah, kakak macih mau main.”

“Udahlah, kita macuk tidul cekalan. Bundaaa ental malah.” Rengek Jelita dan seketika kedua anak itu terhenyak melihat pintu sebelah mereka terbuka sendiri.

“Papa Gala...?” panggil dua anak itu sedikit takut di luar tidak ada siapa pun, apalagi mesin mobil mati tiba-tiba.

Pintu itupun perlahan tertarik sendiri hingga Jelita memeluk Jhansen.

“Ekhee... gala-gala kamu cih cetan obil Papa Gala jadi malah nih!” omel Jelita ke Jhansen lagi.

Namun dugaan mereka salah, karena yang berdiri di depan mereka bukan hantu tapi Jeremy yang melihat mereka tanpa ekspresi. Ketakutan dan ketegangan Jhansen dan Jelita pun bertambah dua kali lipat.

“Ciapa hantuna, haaa?!”

“Hehehe... butan capa capa, Kak,” ucap Jelita cengengesan, sedangkan Jhansen gelisah.

“Kalian beldua dali mana aja? Napa ada di mobilna Papa?” tanya Jeremy tajam.

“Jelita, Jhans, Jeremy, kalian bertiga kenapa masih di sini? Sana kalian masuk!” Suruh Gara datang sebelum mereka membuat keributan di tengah malam.

“ACIAP PAPA!” Jelita dan Jhansen bergegas masuk ke dalam rumah. Jeremy yang di samping Gara pun mendongak pada pria tampan itu.

“Papa... napa meleka balenan Papa sama Bunda?” tanya Jeremy. Gara tersenyum sambil mengusap kepala Jeremy.

“Biasa, adik-adikmu sangat nakal,” jawab Gara kemudian mengajaknya masuk.

Walau Jhansen dan Jelita selamat dari Seina malam ini, besoknya mereka tetap mendapat hukuman dari Jeremy.

“Cucina yang belsih! Tuh tuh... macih ada piling kotol na! Lantai na juga diucap-ucap sampe belsi tuh.”

“Hikss... Kakak Jelemy jahat. Jelita cantik ginih diculuh cuci piling.”

“Capa culuh jadi anak nakal? Buluan cuciiin sampe belsih. Janan nangis telus kejalannya dacal!”

Jelita mengerucutkan bibir dibentak-bentak pagi ini. Lalu Seina, Salwa dan Vara tiba-tiba masuk ke dapur. Tiga wanita cantik itu tercengang melihat si bungsu yang berdiri di atas kursi sambil menghadap wastafel dan mencuci sisa piring kotor semalam lalu Jhansen di sana juga sibuk mengepel lantai. Si sulung berdiri bak mandor yang menyuruh kedua adiknya bekerja. Gara, dia masih molor cantik di kamarnya.

“Ya ampun, pagi-pagi sudah ribut? Apa yang terjadi di sini, sayang?” Ketiga wanita cantik itu bertanya.

“Tuhhh tuhhh malahin meleka Bunda, Onty. Meleka kemalin cudaahh nakal.”

“Ekhee... Kakak Jelemy nda cetia kawaaan! Dacal batok esh!” Gerutu Jhansen dan Jelita memekik.

1
AbiManyu
jovan seenaknya aja mau ngambik anak seina
AbiManyu
semoga baik baik saja
Widia
jangan bikin seina sama jovan balikan ya thor.. kasih aja pemain baru buat jadi suaminya seina
Yu Nana
Nexxtt
Ma Em
kok Seina ga cariin anaknya yg nginap dirumah Ghina ga merasa kehilangan malah dibiarin tidur dirumah Jovan.
Ma Em
Luar biasa
༎ຶP I S C E S༎ຶ: Terima kasih bund
total 1 replies
Iqlima Al Jazira
next thor
༎ຶP I S C E S༎ຶ: Siap nextt
total 1 replies
Iqlima Al Jazira
ahilna jumpa ladi celita bocil cadel👏
Iqlima Al Jazira: sama_sama thor
༎ຶP I S C E S༎ຶ: Terima kasih SDH mampir bunda
total 2 replies
ika
rasakan Jovan
muna aprilia
lnjut
༎ຶP I S C E S༎ຶ: Siap kak 😇 terima ksih SDH mmpir
total 1 replies
Yu Nana
Nextttt
Yu Nana
Nexttt
Yu Nana
Keren om Garanya
Yu Nana
🤣🤣😅
Yu Nana
Lanjuuuut
Yu Nana
Lucunya si kembar
Yu Nana
Jovan jht
Yu Nana
Vara dan gara slalu aj Adu mulut 🤣
Yu Nana
Semoga baik2 aj y
AbiManyu
kasihan seina dicampakkan sm jovan bahkan tega buang darah dagingnya sendiri
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!