Cinta tak harus memiliki itulah yang di rasakan dua insan yang saling mencintai namun takdir memisahkan keduanya hingga harus rela mengikhlaskan satu sama lain demi kebaikan bersama. Cinta yang begitu tulus dan suci harus tertahan di dalam dada sebab tak ingin menyakiti siapapun dan membuat semuanya menjadi runyam. Itulah yang di rasakan oleh Lucy Abelia dan Sean Fernando. Keduanya sama-sama berkeinginan untuk hidup bersama namun takdir berkata lain sehingga membuat insan yang saling mencintai itu hidup di jalannya masing-masing. Walaupun cinta Lucy dan Sean sangat kuat, namun keduanya tetap menerima takdir dan mensyukuri segala hal yang terjadi pada mereka. Sean menjalani hidupnya bersama wanita pilihan orang tuanya, sedangkan Lucy memilih hidup sendiri hingga akhir.
Bagaimana kisahnya, apakah ada kesempatan bagi keduanya untuk hidup bersama atau keduanya tetap berada di jalannya masing-masing? Yuk ikuti terus kisahnya.
Ig: Jannah99islami
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jannah sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Khawatir
Hari semakin petang. Matahari sudah mulai berubah warna menjadi jingga kemerahan yang membuat langit senja tampak sangat cantik. Karena tak ingin kemalaman di jalan, Lucy dan yang lainnya pun memutuskan untuk pulang. Karena berbeda arah pulang, Lucy dan Brian pun pulang bersama dengan mobil milik Brian. Sebenarnya Bimo ingin mengantar Lucy, namun karena arah pulangnya sama dengan temannya yang lain, ia pun terpaksa membiarkan Lucy bersama Brian.
"Apa kepalamu masih sakit Lu?" tanya Brian sembari menyetir mobilnya.
"Sudah mendingan kok," ucap Lucy yang di sambut senyuman Brian.
Selama di perjalanan keduanya tak banyak berbicara sebab Brian membiarkan Lucy larut dalam pikirannya.
Lucy, jika suatu saat kau sudah move on dan tak kembali bersamanya, izinkan aku untuk menjadi penggantinya dan masuk ke dalam hidupmu. Aku akan menunggumu Lu, dan aku tak akan lelah melakukan hal itu. Apapun hasil akhirnya, aku akan terima. Asal kau bahagia, aku akan rela kau bersama orang yang bisa membuatmu bahagia. Batin Brian lalu melirik Lucy yang masih setia memandang ke luar jendela.
Setelah tiba di rumah Lucy, Brian pun memutuskan kembali ke kediamannya. Lucy melambaikan tangannya menyaksikan kepergian Brian. Melihat perilaku Lucy yang sangat menghargai, membuat Brian semakin jatuh hati kepadanya. Saking bahagianya, ia tersenyum di sepanjang jalan pulang.
Setelah tak melihat mobil Brian lagi, Lucu pun masuk ke dalam rumahnya dan meletakkan barang-barang bawaannya.
"Tok, tok, tok," suara ketukan pintu membuat Lucy menolehkan wajahnya.
Siapa ya? Apakah Brian? Batinnya penasaran lalu segera berjalan menuju pintu.
"Sebentar," ucap Lucy tanpa menghentikan langkahnya.
"Cklek," suara kunci pintu pun terdengar jelas ketika di putar.
"Brian kenapa kau kem-" ucap Lucy terpotong ketika melihat sosok yang di rindukannya sudah berdiri di depan pintu dengan jas yang menempel rapi di tubuhnya. "Se-sean?" ucap Lucy tak menyangka jika Sean yang mengetuk pintu rumahnya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Sean pun langsung memeluk Lucy dengan erat seakan tengah khawatir dengan kondisi Lucy.
"Sean," panggil Lucy dengan wajah bingungnya.
"Apa kau baik-baik saja? Mana yang sakit? Katakan padaku," ucap Sean sembari mengecek kondisi tubuh Lucy.
"Sean," ucap Lucy tak bisa melanjutkan ucapannya sebab Sean terus memotongnya.
"Kau tidak boleh sakit. Kau pasti terlalu kelelahan makannya sampai jatuh pingsan," ucap Sean membuat Lucy terkejut sekaligus bingung dengan Sean.
"Sean darimana kau tau jika aku jatuh pingsan?" tanya Lucy sembari menatap netra mata Sean dengan lekat.
"Kau tidak perlu mengetahuinya, aku sangat khawatir ketika mendengar kondisimu. Aku tak bisa berdiam diri di perusahaan setelah mengetahui semuanya," ucap Sean lalu tanpa meminta izin langsung membawa Lucy masuk ke dalam rumah.
Setelah masuk, keduanya pun duduk di sopan yang berada di ruang tamu. Keduanya duduk tanpa jarak dengan Sean yang terus memegang tangan Lucy. "Sean, Terima kasih sudah khawatir padaku hingga melihat keadaanku. Sean bukannya aku tak senang dengan kehadiranmu tapi kondisinya sekarang sudah berbeda. Seharusnya kau tidak perlu ke sini menemui ku apalagi kau pria yang sudah beristri. Jaga perasaan istri dan keluargamu Sean, kita memang masih sama-sama memiliki rasa satu sama lain tapi itu bukan menjadi alasan untuk kita tetap bersama dan bebas bertemu seperti dulu," ucap Lucy membuat Sean memalingkan wajahnya sebab kecewa dengan Lucy.
"Sean," panggil Lucy dengan wajah sendu. "Maafkan aku Sean," ucap Lucy memegang tangan Sean seakan meminta pria itu menoleh padanya.
"Kau tau Lu, aku tidak bahagia menikah dengannya. Dia dan kau sangat jauh berbeda dan ucapanmu sungguh membuat hatiku terluka. Aku merasa jika kau sudah tak menginginkanku lagi," ucap Sean tanpa menatap mata Lucy. Ucapan Sean berhasil membuat Lucy meneteskan air matanya.
"Hiks," tangisnya dengan lirih namun masih bisa di dengar oleh Sean.
Mendengar suara Lucy menangis membuat Sean menurunkan egonya. Wajah kecewanya kini berubah menjadi wajah yang merasa bersalah.
"Jangan menangis, maafkan aku," ucap Sean sembari menghapus air mata Lucy.
"Tidak, akulah yang seharusnya meminta maaf kepadamu, maafkan aku," ucap Lucy menatap mata Sean dengan serius.
"Tidak-tidak, jangan merasa seperti itu. Di sini kita adalah korban dari mereka yang mengedepankan egonya. Aku ingin menghancurkan mereka namun saat ini aku tak mampu melakukannya, " ucap Sean mengeluarkan isi hatinya pada Lucy.
"Sean, jangan dendam dan menjadi jahat ya. Pokoknya kamu harus menjadi orang hebat yang sukses. Jika kamu bisa berada di posisi itu, kamu tidak akan lagi bisa di kendalikan siapapun. Kau akan bisa memilih jalanmu sendiri tanpa ada yang memaksamu ikut ke jalan mereka," ucap Lucy yang berhasil membangkitkan semangat Sean. Ia membulatkan tekadnya. Ia akan sukses dan akan menjadikan perusahaannya lebih sukses dari pada perusahaan keluarga Tasya. Jika itu terjadi, dia tidak akan lagi terikat dengan hubungan yang terlalu di paksakan ini. Dia tidak akan terikat lagi dengan siapapun kecuali dengan keinginannya sendiri. Pernikahannya bukanlah atas karena cinta namun karena atas dasar kepentingan bisnis semata.
"Lu, aku pasti akan menjadi orang yang kau katakan itu. Aku akan sukses tanpa bantuan siapapun. Aku akan menjadi pria yang berprinsip dan mandiri," ucap Sean dengan penuh keyakinan membuat Lucy tersenyum bahagia padanya.
"Bagus, aku suka dengan sikapmu yang pantang menyerah seperti ini, Sean ku yang dulu sudah kembali," ucap Lucy sembari menyentuh ujung hidung mancung Sean dengan jari telunjuknya. "Aku selalu mengenalimu," ucap Lucy menatap Sean sembari menyentuh wajah tampannya.
"Pulanglah," ucap Lucy sangat berat namun ia tetap menguatkan hatinya. Ia tak ingin Sean berada di jalan yang salah. Mau bagaimana pun kondisinya saat ini. Mau istrinya adalah hasil dari perjodohan. Sean harus tetap menghargainya dan menjaga hatinya.
"Lu, izinkan aku beberapa saat lagi di sini bersamamu," ucap Sean dengan tatapan memohonnya. Lucy tersenyum melihat itu. Ia sangat ingin Sean terus berada di sisinya namun ia tak bisa melakukan itu.
"Sean, kamu adalah suami dari wanita lain. Kamu adalah pria beristri, jadi tak sepantasnya kamu tetap berada di sini apalagi berdua denganku di dalam sini," ucap Lucy menyadarkan Sean.
Sean membuang nafasnya tak bersemangat. Jika di pikirkan, ada benarnya yang di katakan Lucy. Ia pun kembali mengingat Papa dan istrinya. Kedua orang itu pasti tak akan melepaskannya tanpa pengawasan.
"Mereka sudah mengetahuinya," ucap Sean dengan jujur membuat Lucy mengerutkan alisnya bingung.
"Maksudnya?" tanya Lucy dengan tatapan penasarannya.
"Mereka, mereka pasti sudah mengetahui keberadaan ku yang bertemu denganmu. Mereka tak akan membiarkan ku pergi kemanapun kecuali memerintahkan mata-mata untuk mengikuti ku. Papa dan Tasya akan selalu memantau ku dan mengetahui semua aktivitasku kecuali di rumah dan di kantor," jelas Sean membuat Lucy terkejut dan sedikit panik.
Ternyata mereka sangat posesif pada Sean dan melakukan semua itu padanya agar tak bertemu denganku. Batin Lucy sedih sekaligus merasa kasihan dengan masalah pria pujaan hatinya itu.