NovelToon NovelToon
University Prestige School

University Prestige School

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Playboy / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Farhan Akbar

Ketika Akbar tiba-tiba terbangun dalam tubuh Niko, ia dihadapkan pada tantangan besar untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang sama sekali berbeda. Meskipun bingung, Akbar melihat kesempatan untuk menjalani hidup yang lebih baik sambil berusaha mempertahankan identitasnya sendiri. Dalam prosesnya, ia berjuang meniru perilaku Niko dan memenuhi harapan keluarganya yang mendalam akan sosok Niko yang hilang.

Di sisi lain, keluarga Trioka Adiguna tidak ada yang tau kalau tubuh Niko sekarang bertukar dengan Akbar. Akbar, dalam upayanya untuk mengenal Niko lebih dalam, menemukan momen-momen nostalgia yang mengajarinya tentang kehidupan Niko, mengungkapkan sisi-sisi yang belum pernah ia ketahui.

Seiring berjalannya waktu, Akbar terjebak dalam konflik emosional. Ia merasakan kesedihan dan penyesalan karena mengambil tempat Niko, sambil berjuang dengan tanggung jawab untuk memenuhi ekspektasi keluarga. Dengan tekad untuk menghormati jiwa Niko yang hilang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Farhan Akbar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

3 Sekawan

Scene: Di Taman Sekolah

Niko Trioka Adiguna

Roni

Vin

...****************...

Akbar duduk di bangku taman sekolah, mencoba menenangkan pikirannya setelah mengalami hari yang penuh kebingungan.

Dia menatap daun-daun yang berguguran, berusaha memahami hidup di tubuh Niko. Tiba-tiba, dia dikejutkan oleh suara di belakangnya.

Laki-laki Rambut Afro: (sambil ngagetin dari belakang) “Lu ngapain di sini, kayak orang bingung?”

Akbar melompat dan berbalik, melihat dua sosok di depannya. Yang satu berambut afro, kurus, dan penuh energi, sementara yang lainnya berkacamata, tetapi tetap terlihat keren dan percaya diri.

Laki-laki Berkacamata: “Iya, lu baik-baik aja kan bro?”

Akbar mengatur napas, berusaha meredakan rasa kagetnya. Dalam sekejap, dia menyadari bahwa ini adalah teman-teman Niko. Mereka terlihat seperti orang yang menyenangkan, dan mungkin bisa membantunya lebih memahami sosok Niko.

Akbar: “Eh, gua... nyantuy dulu di sini.”

Laki-laki Rambut afro: “Nyantuy? Lu serius?

Sekolah ini udah penuh dengan kesenangan, lu malah diem kayak patung.”

Laki-laki Berkacamata: “Ayo, kita main basket. Lu butuh semangat, bro!”

Akbar merasa sedikit tertekan, tetapi melihat antusiasme mereka, dia mencoba tersenyum. “Basket? Gua sih... bisa coba.”

Laki-laki Rambut afro: “Gimana sih lu, udah tahu Ayo buruan!”

Akbar mengangguk, berusaha menyelaraskan diri dengan kepribadian Niko yang ceria dan aktif.

Dia mengikuti mereka menuju lapangan, berpikir bahwa mungkin ini adalah langkah pertama untuk benar-benar memahami kehidupan Niko dan mungkin—hanya mungkin—menciptakan kenangan baru yang menyenangkan.

Di Perjalanan Menuju Lapangan Basket

Akbar mengikuti langkah kedua temannya menuju lapangan basket.

Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan sekelompok siswa, termasuk seorang wanita cantik yang sedang berjalan dengan percaya diri.

Roni, yang berambut afro, segera menyadari kehadiran wanita tersebut.

Roni: (sambil melambaikan tangan) “Hey, Vira! Apa kabar? Lagi mau ke mana?”

Vira, seorang gadis yang mungkin dikenal karena kecantikan dan kepopulerannya, hanya melirik Roni sebentar sebelum kembali fokus ke Niko.

Dia tersenyum lembut dan mengabaikan ajakan Roni.

Vira: “Apaan sih lu Ron Ga JELAS? Menoleh ke arah Niko. Oh, Niko! I baru saja mau ke kantin. you Mau ikut?”

Akbar merasakan sedikit geli melihat Roni berusaha merayu Vira, sementara wanita itu jelas lebih tertarik pada sosok Niko.

Roni tampak sedikit kecewa, tapi dia berusaha tampil percaya diri.

Roni: “Ah, come on! Kenapa harus ke kantin? Di lapangan basket lebih seru, kita bisa main bareng!”

Vira mengangkat alisnya, tetap berfokus pada Niko. “I sudah janji sama teman-teman. Tapi, Niko, hope you have good time soon!”

Akbar merasakan jantungnya berdegup kencang. Dia berusaha menjaga wajahnya tetap santai, meskipun dalam hati, dia mulai merasa tertekan dengan harapan dan ekspektasi yang ada.

Akbar: (mencoba ikut berperan) “Iya, kalo masih ada waktu ntar gue kesana?”

Vira tersenyum, terlihat senang dengan respons Akbar. “Oke! Sampai nanti!”

Setelah Vira berlalu, Roni mengeluh, “Gila, dia selalu gitu. Fokus sama Niko terus, padahal gua yang lebih menarik!”

Laki-laki Berkacamata: (tersenyum sinis) “Makanya, lu ngaca kalo mau deketin cewek. Gaya lu kurang, bro!”

Roni: (berbalas sambil tertawa) “Gua kaya, bro! Gak perlu ngaca!”

Akbar tertawa mendengar interaksi mereka, merasakan suasana akrab di antara mereka.

Dia mulai merasa lebih nyaman meskipun di dalam tubuh Niko.

Akbar: “Yang penting, kalian tetap seru. Ayo, kita menuju lapangan!”

Dengan semangat baru, mereka melanjutkan perjalanan, menciptakan kenangan-kenangan baru yang mungkin bisa membantu Akbar lebih memahami siapa Niko sebenarnya.

Setelah Vira berlalu, Roni terlihat sedikit kecewa. Dia menoleh ke Vin, teman berkacamata yang selalu bersikap humoris.

“Gua emang nggak ganteng yah?” tanya Roni dengan nada putus asa.

Vin tersenyum sinis, “Noh, lu ngaca sekarang. Rambut lu kayak landak!”

Roni meraba rambut afronya, merasa kesal namun tidak bisa menahan tawa. “Eh, gua emang keren, cuma butuh penyesuaian!”

Akbar, yang mendengarkan interaksi itu, merasakan suasana akrab di antara mereka.

Dia semakin nyaman meskipun berada di tubuh Niko, merasa bahwa mungkin dia bisa belajar banyak dari kepribadian Niko yang ceria dan mudah bergaul.

Mereka melanjutkan langkah, penuh semangat menuju lapangan basket, siap menciptakan kenangan baru.

...****************...

Setibanya Akbar, Vin, dan Roni di lapangan basket, Akbar melihat sekeliling dan berkata, “Ini sepertinya hanya ruangan basket untuk latihan saja. Tapi, sebenarnya berapa banyak lapangan basket yang ada di sekolah ini?”

Dia memperhatikan ukuran lapangan yang cukup besar, dengan ring yang tinggi dan area latihan yang terawat rapi.

Namun, dia merasa penasaran apakah ada lapangan lain di tempat ini, mengingat betapa megahnya fasilitas sekolah tersebut.

Akbar: (dalam hati) “Kalau lapangan ini sudah sebesar ini, pasti ada lebih banyak lagi.

Mungkin ada lapangan outdoor yang lebih besar atau bahkan beberapa lapangan dalam ruangan.”

Akbar membayangkan bagaimana berbagai kegiatan dan pertandingan berlangsung di seluruh lapangan basket yang ada, membuatnya semakin bersemangat untuk menjelajahi lebih banyak sudut sekolah ini.

Akbar mencoba untuk rileks di lapangan, berusaha mengatur napasnya dan menikmati suasana.

Sementara itu, Roni yang dikenal tengil, mulai memainkan bola basket dengan lincah. Dia menggiring bola dengan gerakan cepat, sesekali melakukan dribble yang memukau, membuatnya terlihat seperti pemain profesional.

Roni: “Lihat nih, Nik! Coba lihat trik ini!”

Roni melompat dan melakukan slam dunk yang mengesankan, meskipun ring dengan ketinggian 3 meter. Dia tertawa dan berusaha untuk menunjukkan kemampuannya kepada Akbar.

Akbar: (dalam hati) “Dia sepertinya memang anak yang selalu penuh semangat. Ini pasti cara dia untuk bersenang-senang.”

Akbar tersenyum melihat Roni beraksi. Dia merasa terinspirasi untuk ikut bermain, berusaha menyingkirkan rasa canggungnya.

Mungkin ini saat yang tepat untuk mulai beradaptasi dengan lingkungan baru dan bergabung dalam kesenangan itu.

Akhirnya, dia memutuskan untuk bergabung, mengambil bola basket yang tergeletak di dekatnya. “Oke, Ron! Let's to play!” serunya, bersemangat.

Akbar merasakan semangat yang baru sejak memasuki tubuh Niko; seolah-olah jiwa mudanya kembali bersinar.

Dengan percaya diri, ia menatap Roni yang masih asyik bermain. Mengambil napas dalam-dalam, Akbar membuat ekspresi serius dan memfokuskan pikirannya pada permainan.

Dengan gerakan yang lincah, Akbar berhasil melewati Roni dengan mudah, mengelabui pertahanannya. Dia melompat dan melakukan lay-up dengan gaya yang santai, seolah-olah dia sudah terbiasa melakukan itu.

Bola meluncur mulus ke ring dan masuk dengan sempurna.

Vin yang mengamati dari samping terkesima melihat aksi Akbar.

Vin: “Wow, Nik! This is cool Bro! Sejak kapan lu bisa main sebaik ini?”

Akbar tersenyum bangga, merasakan adrenaline mengalir di tubuhnya. Dia tak hanya menikmati permainan, tetapi juga merasakan kepercayaan diri yang selama ini mungkin tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Akbar: “Gak tahu, mungkin ini efek dari tubuh baru!” jawabnya sambil tertawa, merasa lebih bebas dan bersemangat dalam permainan.

Mereka bertiga, Akbar, Roni, dan Vin, mulai bermain secara bergantian dengan semangat yang tinggi. Suasana di lapangan menjadi semakin hidup, penuh tawa dan sorakan satu sama lain.

Roni mengambil bola dan menggiringnya ke arah ring. Dengan gerakan cepat, dia mencoba melakukan dribble yang flashy, tetapi Akbar sudah bersiap-siap untuk menghentikannya.

Roni melompat dan mencoba melakukan tembakan, tetapi Akbar melompat lebih tinggi dan membloknya dengan sukses.

Roni: “Wah, lu hebat juga, Nik! Gak nyangka lu bisa nahan tembakan gue!”

Akbar: “Thanks, Ron! Ayo, Vin, sekarang giliran lu!”

Vin mengambil bola dan mulai beraksi, menggiringnya dengan percaya diri. Dia mencoba teknik dribble yang berbeda, mengalihkan perhatian kedua temannya.

Dengan langkah cepat, dia meluncur ke arah ring dan mencoba lay-up, tetapi Roni sigap menghampirinya dan mencoba menghalangi.

Mereka bergantian melakukan berbagai teknik, dari lay-up hingga tembakan tiga angka.

Setiap kali seseorang mencetak poin, sorakan dan tawa memenuhi udara, menambah keceriaan di lapangan.

Dengan suasana penuh semangat, ketiganya merasakan kebersamaan yang erat, seolah-olah mereka sudah berteman lama.

Setiap aksi di lapangan bukan hanya tentang bermain basket, tetapi juga tentang menjalin ikatan yang lebih dalam di antara mereka.

Akbar tiba-tiba punya ide gila. Dengan semangat yang menggebu, dia mengambil posisi, lalu dengan satu tangan, dia melempar bola basket langsung ke arah ring.

Semua orang terdiam sejenak, menunggu hasilnya.

Bola itu meluncur dengan sempurna, memantul dari papan dan jatuh tepat ke dalam ring.

Roni: “You Crazy, Nik! Itu keren banget! Gak nyangka lu bisa begitu!”

Vin: “Dari mana sih skill itu? Ajarin dong!”

Akbar cuma tersenyum bangga, ngerasa kayak superstar seketika. Dia menikmati momen itu, merasakan adrenaline mengalir di tubuhnya.

Akbar: “Cuma coba-coba, bro. Gak nyangka bisa masuk!”

Tiba-tiba, suara teriakan dari siswi-siswi cantik memecah keseruan di lapangan.

Mereka berkumpul di pinggir lapangan, serentak teriak, “Kak Niko! Kak Niko!”

Akbar, yang masih dalam tubuh Niko, langsung melirik ke arah mereka. Beberapa dari mereka melambaikan tangan dan tersenyum lebar, tampak excited melihatnya bermain.

Roni: (sambil menggoda) “Wah, kayaknya lu udah terkenal, Kak Niko Kak Niko!”

Vin: “Iya, bro, lu dah jadi idola! Gak heran sih, dengan skill kayak gitu.”

Akbar merasa campur aduk; di satu sisi, dia merasa bangga, tapi di sisi lain, dia juga sedikit canggung. Dia tersenyum dan melambaikan tangan ke arah siswi-siswi itu.

Akbar: “Eh, halo everyone! Thanks ya!”

Suasana makin seru dengan tawa dan sorakan. Teriakan para siswi itu bikin Akbar ngerasa lebih percaya diri dan semangat, ngerasa seperti superstar yang baru naik daun.

Momen itu bikin mereka bertiga semakin menikmati permainan, sambil sesekali mencuri pandang ke arah para siswi yang masih teriak-teriak.

Suasana makin seru, ketiganya tertawa dan saling menjahili satu sama lain, bikin lapangan basket itu jadi arena yang penuh kesenangan dan kegembiraan. Sementara siswi-siswi sudah mulai pergi karena jam waktu masuk segera tiba.

1
arfan
semangat up terus bos
neerxlight: makasih kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!