Dania adalah wanita yang lemah lembut dan keibuan. Rasa cintanya pada keluarganya begitu besar.
Begitupun rasa cintanya pada sang suami, sampai pada akhirnya, kemelut rumah tangganya datang. Dengan kedua matanya sendiri Dania menyaksikan penghianatan yang di lakukan oleh suami dan kakaknya sendiri.
Penghianatan yang telah di lakukan orang-orang yang di kasihinya, telah merubah segalanya dalam hidup Dania.
Hingga akhirnya dia menemukan cinta kedua setelah kehancurannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ara julyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8.Bik Titin
Sinta tersenyum dan memeluk Bobby. Lalu keduanya saling tatap.
Kemudian Bobby melihat ke arah jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul lima pagi. Yang artinya sudah dua jam mereka bergulat di ranjang itu.
"Sayang, aku harus keluar dulu, nanti keburu perempuan itu bangun bikin masalah," ucap Bobby.
"Kenapa kamu takut sekali ketahuan sih, bukannya lebih bagus kalau dia tahu, jadi lebih mudah urusannya untuk menyingkirkan dia," kata Sinta dengan nada kesal.
"Sayang, belum saatnya, sabar sebentar lagi ya. Ini atm ku kamu pegang nanti pagi-pagi keluarlah dari rumah ini seolah-olah kamu akan pergi kerja, tapi pergilah ke hotel biasa dan pesanlah kamar disana, kamu butuh istirahat. Nanti aku nyusul kesana ada banyak hal yang harus kita bicarakan. Hari ini kita bolos kerja, oke!"
"oke," Sinta menerima kartu atm yang di sodorkan Bobby.
Bobby mengecup kening Sinta, kemudian dengan pelan ia membuka pintu kamar Sinta.
Kepalanya melongok ke kanan dan ke kiri. Matanya tampak awas ke segala penjuru ruangan.
Dalam keadaan rumah yang masih remang-remang itu ia mengendap-endap masuk ke ruang kerjanya.
Ia memasukkan kunci kemudian membuka pintu dan masuk ke ruang kerjanya.
Sebelum ke kamar Sinta, semalam ia memang dengan sengaja mengunci ruang kerjanya.
Niatnya agar kalau sampai Dania mendapatinya tidak tidur di kamar mereka, maka Dania akan mengira ia tidur di ruang kerja dan Dania tak berani mengganggunya karena di kunci.
Di sisi lain, di sudut ruang yang gelap. Seorang wanita paruh baya tampak berdiri mematung dan membekap mulutnya sendiri.
Bibirnya bergetar, mulutnya terbuka dan matanya melotot. Ia seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di lihatnya.
"Astaga, astaga," ucapnya tak percaya.
Dialah bik Titin. Pembantu rumah tangga itu rupanya pagi ini dia cepat datang.
Pukul enam tadi dia sudah datang dan Dania sudah membukakan pintu untuknya, kemudian Dania naik ke atas lagi karena merasa tidak enak badan.
Sebelumnya saat Dania terbangun, Dania langsung menelepon bik Titin untuk datang karena ia merasa kurang sehat.
Sedangkan Bobby karena terus bicara dengan Sinta. Diapun tak sadar dan keluar dari kamar Sinta lewat dari pukul enam.
"Bik, kenapa bik? bibik sakit?" tanya Dania yang tiba-tiba ada di sebelah bik Titin.
"Ah oh tidak non, bibik hanya kepikiran non Dania saja," jawab bik Titin asal.
"Kepikiran aku, emangnya aku kenapa bik?"
"Maksud saya, jangan sampai non Dania sakit, jaga kesehatan non, kasihan tuan muda kembar kalau enon sakit."
"Makasih ya bik, udah perhatian sama aku, maaf ya sudah menyuruh bibik cepat datang hari ini."
"Tidak apa-apa non, sudah seharusnya bibik cepat datang, apalagi enon lagi kurang sehat."
Mereka berdua menuju ke dapur. Dania akan membuat susu untuk si kembar.
"Non, tunggu di kamar saja biar saya buatkan susunya nanti saya antar," bik Titin ingin meminta botol susu yang di pegang Dania.
"Nggak usah bi, biar aku aja sekalian naik nanti, bibik siapkan sarapan aja buat mas Bobby dan kak Sinta," tolak Dania.
"Ya Allah non, kasihan sekali kamu, mereka berdua sudah menusukmu dari belakang non, ya Tuhan...Gimana caranya ngomong sama non Dania," lirih bik Titin dalam hati, matanya berkaca-kaca dan terus menatap Dania penuh arti.
Melihat bik Titin terbengong menatapnya Dania jadi merasa aneh.
"Ada apa bik? kenapa terbengong begitu, apa bibik butuh uang?" tanya Dania. Dia tahu kadang pembantunya ini punya kebutuhan mendadak dan butuh uang lalu akan kasbon dulu sebelum gajian.
"Tidak non, bukan itu."
"Lalu kenapa bibik seperti banyak pikiran?"
"Ah, tidak apa-apa non, bibik hanya teringat anak bibik dia kan seusia enon," bohong bik Titin.
"Ya sudah kalau begitu aku ke atas dulu ya bik."
"Iya non."
Dania menaiki tangga, dan bik Titin pun masih terdiam menatapnya. Dania tahu bik Titin memperhatikannya, kali ini dia diam saja setelah mendengar alasan bik Titin yang mengatakan rindu pada anaknya.
Bi Titin dulu ia hanya mempunyai seoarang anak namun sekarang anaknya itu sudah tiada.
Lama Dania mengurus buah hatinya di atas. Ia tak mau mengganggu bik Titin. Biarlah bik Titin melakukan pekerjaan di bawah saja, pikirnya.
Pukul Delapan Dania turun bersama si kembar yang sudah siap mandi dan berpakaian rapi.
Aroma minyak kayu putih dan bedak babby menguar begitu harum di setiap ruang yang di laluinya.
Dania menghirup nafas dalam-dalam menyesap aroma itu. Ia kembali teringat, dulu saat anaknya telah mandi dan rapi gini, biasanya Bobby akan merentangkan kedua tangannya dan menyambut mereka dalam pelukannya, dan akan mengatakan, "Wow, anak papa wangi sekali," lalu ia akan menyuruh si kembar mencium pipi kanan dan kirinya.
Namun semua itu sekarang hanya tinggal bayangan saja. Bahkan anak-anaknya seperti telah kehilangan figur seorang ayah.
Dania mendudukkan kedua jagoannya di kursi di ruang makan.
"Duduk disini ya, duduk yang baik dan jangan ke mana-mana, mama akan ambilkan bubur kacang hijau kesukaan kalian," ucap Dania.
"Holeeee bubul katang ido," seru Marleen.
"Ih salah Aleen, bubur kacang hijau yang benar," bantah Marteen si lancar berbicara.
Biasanya kalau udah seperti ini mereka akan berdebat. Dan yang lucunya si Marleen akan marah-marah dengan bahasa planet andalannya.
"Ha ha ha," gelak bik Titin saat mendengar kedua bocah itu berdebat, saat itu bik Titin datang menyiapkan piring di meja makan.
Dania pun ikut tertawa menyaksikan tingkah lucu anak-anaknya.
"Bik, apa kak Sinta sudah pergi kerja? aku gak melihatnya dari tadi?" tanya Dania yang merasa kecarian Sinta.
"Belum bangun non!" sahut bik Titin ketus.
"Loh kok bibik ketus banget sih aku tanyain tentang kak Sinta, ah mungkin perasaanku saja," batin Dania, yang seketika tadi saat mendengar jawaban bik Titin ia menoleh dan melihat wajah bik Titin yang tanpa ekspresi.
Dania meletakkan bubur kacang hijau di dua mangkok kecil, lalu memberikanya pada si kembar.
"Belajar makan sendiri ya sayang, makannya pelan-pelan jangan tumpah-tumpah," pintanya pada sang anak dengan lembut.
"Iya mama," sahut mereka bersamaan.
"Siapa yang bikin buburnya ma, kok enak banget?" tanya Marteen.
"Bibik dong, kan bubur kacang hijau bikinan bibik memang mantap dan kalian suka kan," goda Dania.
"Suka, suka banget," jawab mereka.
"Makanya tadi mama suruh bibik datang lebih awal," kata Dania sambil menoleh ke arah bik Titin.
"Dan bibik jadi tahu segalanya," ucap bik Titin keceplosan.
"Tahu apa bik?" Dania menoleh dan bertanya.
"Eh, anu tahu kalau den kembar suka sekali bubur kacang hijau buatan bibik," jawab bik Titin panik.
Dania dan kedua anaknya tertawa terbahak mendengar jawaban bik Titin. Dania mengira bik Titin telah salah tingkah karena terlalu di pujinya.
Bersambung......