"Jika kamu masih mengaggap Paman, seperti keluargamu. Maka jangan mau menerima lamaran dari Alvin. Karena dia bukan lelaki yang baik untukmu." ungkap Danu paman dari Fira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Minta penjelasan, Paman Danu
"Bu, bagaimana kalo kita pergi merantau. Pergi jauh dari kota ini?" tanya Fira hati-hati.
"Kenapa?" Asma bertanya balik. "Karena Raya dan nak Alvin?"
"Dengar nak, jika kamu ingin menjauh karena masalah yang sedang terjadi, bukannya ini malah membuat mereka semakin merasa senang? Mereka semua semakin bangga, karena kamu mengaku kalah. Padahal, mereka baru saja memulai sebuah pertandingan. Ibu bukan gak mau untuk menjauh, tapi coba kamu pikirkan lagi. Rumah ini, harta satu-satunya peninggalan Ayahmu nak, cuma ini kenangan kita bersama Ayahmu. Bukan, bukan Ibu pelit atau apapun yang kamu kira. Tapi, kamu yakin, meninggalkan segala sesuatu yang terjadi disini? Segala kenangan kita berdua?" papar Asma.
Fira menunduk, memikirkan omongan dari Ibunya. Bukankah, dia terlalu kejam, merenggut kenangan yang Ayahnya berikan untuk mereka berdua. Bukannya dia sangat kejam? Menghilangkan kenangan, yang susah payah Ayahnya bangunkan untuk anak istrinya.
"Ibu benar, seharusnya aku menunjukkan pada mereka, kalo aku bisa. Bisa bertahan dalam luka yang mereka torehkan." ujar Fira.
"Bertahanlah Fira, karena Ibu yakin jodohnya sedang disiapkan di suatu tempat yang bahkan kita sendiri tidak tahu dimana. Perbaiki lah, dirimu, agar mendapatkan lelaki baik yang mampu membimbingku mu." nasihat Asma.
Setelah makan, masing-masing dari mereka memasuki kamar masing-masing. Asma langsung mengambil qur'an, membacanya dengan suara pelan juga merdu. Dia terus berharap, jika Fira mampu bertahan untuk melewati segala ujian dan rintangan yang berlaku.
Di kamar sebelah, Fira kembali menatap foto yang diunggah oleh Raya, di sosial medianya. Dimana foto mereka yang saling memamerkan cincinnya. Air mata Fira kembali menetes.
"Ternyata melupakanmu lebih berat, dari sekedar ucapan Bang." gumam Fira menahan sakit di dadanya. "Bohong kalo aku ikhlas Bang, bohong aku ikhlas. Aku terus berdoa dan berharap. Tidak satupun diantara kita kalian yang akan merasakan bahagia." lanjut Fira.
Besoknya, sebelum berangkat kerja. Fira hendak menemui Pamannya. Dia ingin bertanya alasan yang jelas dari sang Paman. Kebetulan Asma gak ada di rumah, dia lagi menyetrika di rumah orang yang mengupahnya.
Saat Fira ke rumah Danu, kebetulan sekali Danu baru pulang belanja. Buktinya ada beberapa kresek yang berisikan sayur mayur juga ikan segar.
"Paman," panggil Fira agar Pamannya sadar akan kedatangannya.
"Fi-Fira, masuk nak masuk. Raya ada di dalam." ucap Danu, dia selalu merasa tidak enakan pada keponakannya itu.
"Aku, ingin menemui Paman. Bukan Raya, ada hal yang ingin aku tanyakan pada Paman."
Danu menghela napas. Bagaimanapun, dia harus siap jika Fira kembali bertanya tentang ini. Tentang alasannya saat itu.
"Mungkin, Paman sudah tahu, maksud kedatangan ku ini." lirih Fira setelah menduduki bale yang tersedia di teras samping rumah Danu.
"Kenapa Paman?" tanya Fira dengan mata berkaca. Bahkan dia enggan menatap kearah Danu.
"Maafkan Paman nak, Paman."
"Gak usah minta maaf Yah, memang nak Alvin lebih cocok sama Raya. Dari segi harta dan segalanya, Raya lebih unggul dibandingkan Fira." cetus Marni yang tidak tahu entah sejak kapan berada di samping Danu.
Tadi, Marni berada di dapur. Dia sudah mendengar suara dari motor suaminya. Namun, sudah menunggu beberapa saat. Danu, tidak kunjung masuk, makannya dia mencari keberadaan Danu. Kebetulan juga, dia mendengar suara percakapan dari teras samping.
"Setidaknya, kamu sudah membalas semua kebaikan kami sekeluarga dengan mengikhlaskan nak Alvin bersama Raya. Bukankah, kamu juga menyadarinya, jika mereka lebih cocok dibandingkan dengan mu?"
"Marni masuk lah." usir Danu.
"Bukannya aku benar ya Yah? Selama ini, kita cukup banyak membantu Fira. Bahkan segala hal menjadi tanggung jawab kita. Berapa sih upah yang Asma dapat? Gak akan cukup Yah. Mungkin jika hanya mengharapkan Asma, Fira hanya bisa sekolah sampai bangku SD. Gak kayak sekarang, setidaknya dia bisa tamat SMA, itupun atas bantuan kita." lagi, Marni mengungkit jasanya.
"Marni ,,, masuk lah." tekan Danu dengan suara agak tegas.
Melihat ada amarah dimata suaminya, Marni buru-buru masuk ke dalam. Tetapi, dia tetap berdiri dekat jendela guna mendengar pembicaraan mereka berdua.
"Sebelumnya, maafkan Paman nak. Paman pun tidak menyangkan akan terjadi seperti ini. Namun, satu hal yang harus kamu ketahui, setiap jodoh itu adalah rahasia Illahi, mungkin jodoh Raya adalah Alvin, cuma mereka bisa bersama lewat perantara. Yaitu kamu." ucap Danu, tidak memberi alasan yang jelas.
"Bukan itu yang ingin aku tanyakan Paman. Aku bertanya, kenapa Paman tega? Paman tega memisahkan aku dan Bang Alvin. Paman, yang memberitahu pada mereka, kalo aku menolak lamaran dari Bang Alvin kan?" tanya Fira menahan sesak.
"Iya, dan aku yang paksa Ayah untuk bicara begitu. Kamu tahu? Aku menyukai Bang Alvin, sejak pertama kali kamu memperkenalkannya sebagai pacarmu. Aku mencintai Bang Alvin, Fira." ucap Raya.
Saat Marni menguping pembicaraan Fira dan Danu, Raya keluar dari kamarnya, dan melihat Ibunya yang berdiri disitu. Saat dipanggil, Marni langsung memberi isyarat tentang Fira dan Danu diluar sana. Makanya, Raya bisa tahu, apa yang sedang terjadi di luar sana.
"Tapi, kenapa harus Bang Alvin Raya, kenapa harus Bang Alvin? Bukannya katamu, banyak lelaki di luar sana yang mengemis cintamu? Bahkan teman kampusmu yang tergila-gila padamu?" tanya Fira.
"Karena Bang Alvin, selalu menatapmu dengan cinta Fira. Aku gak suka, aku gak suka. Sama seperti Ayah dan Ibu ku, yang memperlakukanmu seperti anak kandung mereka sendiri. Aku gak suka. Aku membencinya Fira. Aku benci." teriak Raya dengan dada naik turun.
"Ternyata kamu gak sebaik yang ku kira Raya. Bahkan kamu tega memutuskan persahabatan kita, hanya untuk menuntaskan rasa cemburu mu itu." ujar Fira, bangkit meninggalkan rumah Danu.
"Oya Paman, terimakasih karena telah peduli padaku selama ini. Bibi benar, mungkin aku hanya bisa sekolah sampai sekolah dasar, jika tanpa bantuan darimu. Dan semoga, aku bisa membayar semua, yang telah kalian berikan padaku dan pada Ibuku." ucap Fira membalikkan badannya.
"Cih ,,, sombong sekali. Kerja di toko kelontong, berharap bisa membalas semuanya." sinis Marni yang mendengar ucapan Fira. Bahkan sekarang di berdiri di sisi pintu.
Sejak dulu, Marni memang sedikit keberatan pada kebaikan suaminya, yang dianggap berlebihan dalam mengurus Fira. Saat dia menyampaikan keberatannya, Danu selalu memberinya nasihat dan bisa dianggap ceramah oleh Marni.
"Ini hanya sebagian kecil, dari yang Abang lakukan untukku Marni. Abang bahkan berjuang di teriknya matahari, untuk menyekolahkan aku sampai kuliah." bentak Danu. Disaat dulu, Marni menyuarakan keberatannya.
Makanya, dia memilih diam. Dan diam-diam menghasut Raya, dengan membanding-bandingkan kasih sayang yang Danu curahkan pada Fira, juga Raya.