TAMAT 29 Desember.
Jangan tuntut aku untuk sempurna, karena tak ada satupun di dunia ini manusia yang bisa sempurna! Termasuk aku!
Mungkin aku gila, aku wanita tergila yang pernah ada. Di masa lalu, aku menyewa lelaki yang kucintai hanya untuk kesenangan sekerjap mata.
Dan jika kemarin aku bodoh, hari ini aku lebih bodoh lagi... Entah, kapan aku pintar dalam hal memilih pasangan hidup...
Aku, Flory Alexa Miller yang tengah dalam dilema besar. Sebuah hubungan yang aku paksakan utuh, rupanya tidak baik-baik saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB DELAPAN
"Hey Flo... Kau di sini?" Pria asal Prancis bernama Mark tampak bingung melihat Flory juga berada di beranda rumah sewaan Liam.
Rumah bergaya klasik, dan wajib menaiki tangga ketika akan masuk ke dalamnya. Ini rumah pilihan Liam yang akhirnya disetujui oleh Flory.
Memang Flory yang membayar rumah ini, termasuk fasilitas lain yang dipakai Liam, pun Flory yang menjaminnya. Setelah kontrak, apa pun yang dicabut oleh ayah Liam, diganti oleh Flory.
Sore ini Liam pulang dengan Mark, teman kampusnya, tentu saja teman Flory juga. Mereka ambil jurusan sama dan satu kelas.
"Ya, kami pacaran." Flory tersenyum sambil bicara demikian. Liam segera menarik lengan istrinya, masuk ke dalam rumah, dan berakhir di kamar mereka.
"Kamu tahu Mark akan datang ke sini. Dan kau, berdandan seperti ini?" Liam menatap Flory dari atas hingga bawah, tampak seksi dengan dress tipisnya.
Harusnya Liam hancurkan tatanan rambut gemas itu, tapi ada Mark di luar. Liam tak suka tatapan Mark saat memindai istrinya.
"Aku tidak tahu Mark datang!" Flory jujur, karena dia memang tak pernah bermaksud menggoda laki-laki lain selain suaminya.
"Jangan keluar sebelum Mark pulang!" larang Liam mendominasi.
"Kamu cemburu?"
"Aku malas ditanyai soal kamu!"
"Ok..." Flory mengangguk. "Tapi aku lapar..."
Liam tak bersuara sedikit pun, dia keluar untuk mengambil makanan yang ada di dalam lemari esnya. Dia juga memesan makanan kesukaan Flory lalu membawa ke kamar agar wanita itu tidak keluar.
Flory suka sikap positif Liam yang seperti ini, dan inilah yang membuat Flory yakin jika pria ketus itu mencintai dirinya. Hanya butuh waktu saja mungkin untuk mengakuinya.
...➿➿➿➿...
Sinar mentari terbit tipis-tipis, Flory menguap, ia menggeliat dengan dua tangan yang merentang. Matanya disambut wajah tampan Liam yang masih terlelap di atas sofa hitam.
Flory bangkit, ia melewati sofa itu, lantas membuka tirai hitamnya hingga suasana kamar itu berubah menjadi terang benderang.
Silau yang menerjang masuk, membuat lelaki di atas sofa mengernyit. Lalu, membuka mata pelan-pelan hingga ia sapu untuk lebih lebar.
Flory melangkah naik ke atas perut Liam yang terdiam terpaku menatap dirinya. "Kamu yang pindahkan aku ke ranjang, Liam?"
Flory ingat, dia tidur di sofa, dan pagi hari sudah berada di ranjang. Sudah pasti Liam yang memindahkan tubuhnya ke sana.
Liam masih diam, sesekali membetulkan posisi kepala yang sedikit miring. Melihat wajah Flory yang menggairahkan tentu saja Liam tak kuasa menolaknya.
Liam pasrah ketika wanita itu membuka kancing celananya, resletingnya, dan tentu saja dia bangun untuk membantu istrinya mengeluarkan miliknya.
Sayangnya Liam bukan orang yang pasif, dia lebih memilih Flory yang berada di dalam kungkungannya, hingga dengan cepat Liam balikan posisi agar Flory terkunci di bawah.
Tak banyak bicara, tapi Liam selalu bisa membuat Flory menggila. Gelora ini, sungguh Flory sangat menyukainya.
Di tengah panasnya sofa yang berdencit dencit kerap itu. Dering ponsel dari atas sofa berbunyi.
Liam melirik kecil dan lantas menoleh setelah melihat nama Billy yang melayang di atas layar ponselnya.
Liam segera mengangkat walau dia sedang memberi hujaman pada istrinya. "Di mana?"
📞 "Aku sampai di depan, Liam." Flory bisa dengar karena Liam mengeraskan suaranya.
"Aku datang sebentar lagi." Liam mematikan sepihak, mungkin takut Flory mendesah dan Billy akan mendengarnya.
"Siapa?" Flory tahu, tapi ingin mendengar langsung dari suaminya. Di tahap ini, Flory mulai lemas, sesaknya sudah tak keruan.
"Billy."
"Kamu mau temui dia?"
"Hmm."
Flory membuat Liam berhenti dengan mendorong dada bidangnya. "Hanya enam bulan Liam. Apa kau tidak berniat jadi suami setia selama kontrak ini berjalan?"
Liam duduk menarik celananya, sudah jelas Flory ingin menyudahi permainan yang belum selesai ini. Flory tampak kecewa dengan sikapnya yang tak berusaha menjelaskan apa pun.
"Semoga secepatnya Tuhan cabut rasa tulus ku padamu, Liam." Wanita itu masuk ke dalam kamar mandi, dia berteriak keras di sana dan Liam mendengarnya.
Entah harus apa, Liam sendiri bingung, dia takkan pernah bisa acuhkan Billy. Lagi pula Billy tak tahu jika dia sudah menikahi Flory.
Mungkin Billy akan mencoba bunuh diri lagi seperti dulu bila sampai tahu Liam telah mengkhianati pertunangan mereka.
"Mau ke mana?" Liam menarik Flory yang akan keluar dari kamar dengan pakaian seadanya. "Setidaknya berpakaian yang benar!"
Bodohnya Flory menurut untuk apa pun yang Liam katakan. Wanita itu meraih coat panjang lalu dikenakannya sebelum keluar.
Tiba di luar, Flory dikejutkan dengan wanita berkursi roda yang agaknya terkejut melihat dirinya di rumah Liam. "Flo! Kau di sini?"
"Iya, kenapa memangnya?" Flory jelas marah, yang disatroni gadis itu suaminya, suami sah.
"Flo..." Suara panggilan dari dalam rumah terdengar, tentu itu suara Liam. Dan Flory mengerut kening menatap bingung Billy yang turun dari kursi rodanya.
"Ah!" Billy berkeluh. Tentu saja ia sedang berpura-pura dan Flory mulai tahu sekarang apa maksud dari wanita licik itu.
"Liam, Flory dorong aku!" Benar, Billy sengaja turun dari kursi rodanya untuk memfitnah dirinya yang tak tahu apa pun.
Liam berlari, dan terlihat sangat khawatir sekali pada gadis itu. Flory teriris, dia yang istrinya, dia yang difitnah tapi tatapan Liam benar-benar menyalahkan dirinya.
"Begini rupanya Flory Miller? Arogan!" Liam menyentak Flory yang terpejam karena kaget.
"Dia yang turun sendiri, Liam! Tanyakan saja sama pelayannya!" Billy memang bersama seorang pelayan untuk membantunya.
"Apa bisa?" Liam tak percaya. Bagaimana bisa seseorang yang cacat turun dari kursi rodanya, itu mustahil.
"Bisa! Barusan dia turun dari kursi rodanya sendiri!" Flory mencoba meyakinkan suami yang sumpah sakit jika mengingat status ini.
"Tapi percuma aku bela diri. Kamu akan lebih percaya sama cewek cacat ini!"
Liam terperangah, setengah tak percaya jika Flory yang dia kenal baik bisa mencaci dan menghina Billy. "Kamu bilang apa? Kamu merasa sempurna?"
Sakit di lengan yang Liam cengkram tak sesakit hati Flory saat ini. "Setidaknya aku lebih sempurna dari dia yang cacat fisik dan hatinya!" teriaknya.
Tamparan keras mengenai pipi Flory, dan sepatu wedges miliknya terpeleset hingga menjatuhkan pemakainya.
Liam sigap meraih tangan Flory yang sayangnya segera melesak jatuh berguling di anak tangga. "Flo!"
Gelap, Flory tak sempat mendengar apa pun selain sunyi sepi setelah cukup miris teriris dengan benturan benturan di tubuhnya.
Sudah cukup Flory mengalami ini, dia mundur pada akhirnya ketika hati, mental, jiwa, dan raganya telah disakiti secara bersamaan.
Mengingat kembali masa-masa hancur itu, Flory selalu gemetar. Dan di depannya saat ini, Liam seakan sedang mengingatkan luka lama yang susah payah berusaha dia kubur dengan menjalani hubungan bersama Elang.
"Kasih aku waktu, aku mau bicara. Ini soal suamimu." Liam meminta waktu Flory yang masih ketakutan melihatnya.
Liam tertegun, masih terbayang saat Flory memutuskan hubungan pernikahan mereka tanpa mau melihat wajahnya.
Kontrak belum sampai enam bulan, Flory sudah pergi darinya dan meninggalkan banyak uang di ranjangnya seakan dia hanya seorang gigolo.
cwo tu y klo da kmauan mampu mengalahkan dunia🤣
tp tp tp sekalinya pth hti mampu jggg meluntuhkan dunianya🤭😆🤣
HALALIN dulu baaaang
Wis bingung pala emak mau bela yg mana🤕😅🙏🏻
tp si Chintya siulat ubur2 yg emang KY wc umum mungkin
sorry kak Pasha aku teringat anak glory trus jadinya 😵😥