NovelToon NovelToon
Terjerat Hasrat Sang Psikopat

Terjerat Hasrat Sang Psikopat

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Konflik etika / Cinta Paksa / Psikopat itu cintaku
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ira Adinata

Kehidupan Hana baik-baik saja sampai pria bernama Yudis datang menawarkan cinta untuknya. Hana menjadi sering gelisah setelah satu per satu orang terdekatnya dihabisi jika keinginan pemuda berdarah Bali-Italia itu tidak dituruti. Mampukah Hana lolos dari kekejaman obsesi Yudis? Ataukah justru pasrah menerima nasib buruknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ira Adinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Teror

Hana menelan ludah, raut wajahnya semakin gelisah menyadari kemarahan terpancar jelas dari sorot mata Yudis. Tatapan yang tenang dan penuh harap di balik kacamata itu, berubah menjadi penuh dendam. Kendati demikian, Hana tak ingin goyah. Keteguhannya menolak Yudis merupakan langkah yang tepat.

"Jawab aku, Hana. Apa kamu akan menerimaku jika aku masuk penjara dan mendapat predikat sebagai narapidana?" desak Yudis, dengan tatapan sedingin es.

Hana menghela napas dalam-dalam, lalu menggetarkan bibirnya. "I-Iya ... a-aku ... a-aku akan m-menerima kamu," jawabnya ragu-ragu.

"Bohong," cetus Yudis tersenyum sinis.

Terbelalak mata Hana mendengar kata itu keluar dari mulut Yudis. Perasaannya semakin tak karuan saja, hingga menimbulkan keringat dingin membasahi dahinya.

"Setiap perempuan di dunia ini pasti menginginkan sosok pria baik sebagai pendampingnya, bukan seorang kriminal," tutur Yudis, bersandar ke kursi sambil menyilangkan kedua kakinya.

"Terus, apa maumu? Kamu ingin bebas berkeliaran dikejar perasaan bersalah?" cecar Hana mulai berang.

"Mauku cuma satu. Menjadi kekasihmu. Apa kamu masih belum mengerti?" tegas Yudis dengan tenang.

"Astaga!" desis Hana mendongak, sambil mengembuskan napas berat. Ia mengusap wajah, lalu memandang Yudis dengan tajam. "Tapi aku nggak mau menjadi kekasih dari orang bengis seperti kamu, Yudis! Aku mohon, mengertilah!"

"Bengis katamu? Lebih bengis siapa antara aku dan Satria yang berselingkuh dengan Arum? Bukankah mereka juga sudah berbuat jahat sama kamu?" sanggah Yudis, membandingkan dirinya dengan dua orang yang telah ia habisi.

"Tapi mereka hanya menyakiti perasaanku saja, tidak sampai melenyapkan aku," jelas Hana, sambil menunjuk dirinya sendiri. "Jadi, aku mohon. Kalau kamu enggan menyerahkan diri ke polisi, sebaiknya lupakan aku dan jangan berharap menjadi pacar aku. Oke?"

Yudis mendengus sebal, sambil menyunggingkan senyum pahit di bibirnya. Ia benar-benar tak sudi menerima penolakan dari Hana untuk kedua kalinya.

Adapun Hana, segera mengambil ponsel dari saku celananya tatkala menyadari gawainya itu berdering. Rupanya panggilan dari pengemudi ojek daring. Diangkatnya panggilan itu, lalu meminta orang di seberang telepon untuk menunggu sebentar. Setelah telepon ditutup, Hana buru-buru beranjak dari kursi tanpa berpamitan pada Yudis.

Di sisi lain, Yudis yang sudah terlanjur marah, tak bisa mengendalikan lagi tindakannya. Ia segera bangkit dari tempat duduk, lalu menjambak rambut panjang Hana, sampai gadis itu menghentikan langkahnya dan menjerit kesakitan.

Yudis berdiri tepat di belakang Hana, lalu merunduk dan mendekatkan wajahnya ke telinga gadis itu. "Malam ini kamu boleh saja lolos dariku. Tapi, tolong camkan sumpahku baik-baik! Aku tidak akan pernah menyerah sebelum kamu memohon-mohon dan bersujud meminta belas kasihan dariku," bisik Yudis.

Meremang bulu kuduk Hana mendengar ancaman Yudis di telinganya. Sekujur tubuhnya serasa lemas mengetahui pria itu tak akan berhenti untuk memilikinya. Akan tetapi, Hana tetap pada pendiriannya. Semakin keras Yudis berusaha, maka semakin kuat pula ia menolaknya.

"Kamu pikir aku takut, ha? Aku akan tetap pada pendirianku," tegas Hana dengan rahang mengeras.

Melihat kekerasan terjadi di kafe, Santi yang kebetulan akan pulang, segera berlari mendekati mereka berdua.

"Mas! Lepaskan teman saya atau saya panggil satpam sekarang juga!" tegur Santi dengan nada tinggi.

Yudis mendengus sebal sambil melepaskan jambakannya di rambut Hana. Ia mendorong gadis itu, lalu duduk kembali di kursinya tanpa meninggalkan sepatah kata pun. Amarah di hatinya masih bergejolak, meski ia tampak tenang menghadapi situasi yang tidak menguntungkannya.

Adapun Hana, berterimakasih pada Santi. Ia bergegas ke luar kafe, setelah mendapatkan kesempatan untuk melarikan diri. Kendati demikian, gadis itu masih saja dirundung gelisah, bahkan setelah menaiki ojek dan pergi meninggalkan tempat kerjanya.

***

Setelah kejadian malam itu, hari-hari yang dijalani Hana semakin muram saja. Sejak kematian Satria dan Arum, ia masih belum bisa bangkit sepenuhnya untuk menjalani kehidupan. Mentalnya limbung, hatinya terus dilanda rasa was-was.

Bukan itu saja, ia terus menerus diteror oleh nomor-nomor tak dikenal. Hana yakin, teror itu berasal dari Yudis. Terlihat dari ketikannya serta pesan yang kian lama semakin tak senonoh.

Merasa muak dengan semua pesan masuk menjijikkan dari pria itu, Hana akhirnya mengganti nomor ponselnya. Namun, entah bagaimana caranya, Yudis selalu tahu nomor baru yang digunakannya. Hana benar-benar kesulitan untuk melepaskan diri dari cengkraman Yudis.

Saking stresnya, Hana memutuskan untuk berhenti sejenak dari rutinitas sebagai pelayan kafe. Ia pergi ke kos Alin saat hari menjelang sore.

Setibanya di sana, ia disambut dengan ramah oleh Alin. Gadis cantik berdarah Indo-Pakistan itu dengan senang hati menawarkan Hana makanan dan minuman sebagai perjamuan kecil.

"Kamu nggak usah repot-repot, Lin. Aku ke sini buat curhat, bukan buat minta makan," ujar Hana, merasa sungkan.

"Ayolah, Hana! Bagaimanapun juga kamu ini teman aku. Sudah seharusnya aku menyuguhkan makanan buat kamu. Tunggu sebentar! Aku pergi ke warung dulu buat beli camilan, ya," kata Alin, sembari bergegas pergi.

"Nggak usah repot-repot, Lin," tegur Hana.

Alin berdecak, lalu berjalan tergesa-gesa meninggalkan Hana di kos-nya. Ia tampak bersemangat membelikan camilan dan minuman ringan untuk teman lamanya ke warung pinggir jalan.

Sementara itu, Yudis yang diam-diam menguntit Hana, tak sengaja berpapasan dengan Alin yang baru saja meninggalkan kos-nya. Keduanya sempat saling tatap beberapa detik, lalu Alin melenggang acuh tak acuh menuju warung.

Sejenak, Yudis memperhatikan gadis cantik yang memiliki mata lebar dan hidung bangir serta kulit seputih susu itu, sebelum akhirnya mengalihkan pandangan ke arah kos. Ia mengetik pesan singkat di ponselnya, lalu dikirimkan pada Hana.

Adapun Hana yang mendapatkan pesan itu, langsung membuka ponsel dengan mata membelalak.

+62xxx : Teman kamu cantik juga, ya. Kalau saja aku tidak bertemu denganmu lebih dulu, aku pasti sudah menghabiskan malam dengan teman kamu. Pasti sangat menyenangkan.

Hana : Katakan! Di mana kamu sekarang? Pasti kamu menguntit aku, kan?

+62xxx : Bukankah sudah aku bilang, kalau aku tidak akan menyerah begitu saja?

Hana : Pergilah dari sini atau aku panggil warga sekitar.

+62xxx : Silakan. Aku akan pergi dan membawa pergi temanmu itu lebih dulu.

Hana : Jangan macam-macam kamu! Aku akan panggil warga sekitar sekarang juga.

Merasa kekhawatiran kepada temannya semakin menjadi, Hana beranjak dari tempat duduknya. Ketika hendak keluar dari kos, gadis itu tercengang mendapati Alin sudah tiba di sana dengan menenteng keresek berisi camilan dan minuman. Hana mengembuskan napas lega, melihat temannya baik-baik saja.

"Kamu mau ke mana, Han? Aku baru aja beliin makanan buat kita," tanya Alin dengan bingung.

Hana memeluk Alin dengan erat, hingga membuat temannya itu semakin heran.

"Kamu kenapa, Han? Apa kamu dapat teror lagi?" Alin mengerutkan dahi.

Hana melepaskan pelukannya sembari berkata, "Sebaiknya kita ngobrolnya di dalam. Aku takut nanti ada yang nguping pembicaraan kita."

Alin mengangguk setuju, sambil menggandeng Hana masuk ke kos. Ia melihat-lihat ke luar sebentar, kemudian menutup pintu rapat-rapat.

"Sebenarnya apa yang bikin kamu gelisah begitu? Apa cowok itu menguntit lagi?" tanya Alin penasaran.

Kekhawatiran Hana semakin menjadi, hingga membuatnya kesulitan mengungkapkan isi kepalanya. Tanpa basa-basi, ia menunjukkan pesan dari nomor tak dikenal yang diyakini milik Yudis. Alin mengambil ponsel itu dari Hana dan membaca pesan singkat dengan saksama. Keningnya mengernyit tatkala mendapati kalimat tak senonoh yang mengarah padanya.

"Apa tadi kamu ketemu sama orang yang mencurigakan? Aku beneran takut kamu kenapa-kenapa, makanya tadi aku mau keluar buat nyariin kamu," tutur Hana dengan suara gemetar.

"Aku nggak ketemu sama seseorang yang mencurigakan, kok. Tapi ... ini aneh. Dia tau aku dari mana?" jelas Alin, kembali terheran-heran.

"Justru itu. Aku khawatir kamu dicelakai sama Yudis," kata Hana.

"Oya, gimana ciri-ciri Yudis itu? Siapa tau aku bisa langsung ngenalin dia dan bertindak ngelaporin dia ke polisi kalau ketemu," tanya Alin, sambil duduk membuka keresek dan menyuguhkan camilan dan dua minuman kemasan.

Hana duduk berhadapan dengan Alin, seraya menjelaskan, "Yudis itu badannya tinggi, putih, pakai kacamata, mukanya bule. Kalau kata temenku, sih, mirip Massimo di film 365 Days."

"Punya cambang dan brewokan?" tanya Alin sambil mencoba mengingat-ingat.

Hana mengangguk cepat. "Pokoknya mirip sama cowok Eropa gitu lah."

Alin termangu dan mencoba mengingat-ingat kembali. Ia merasa pernah berpapasan dengan pria yang memiliki ciri-ciri fisik mirip seperti Yudis. Tak lama kemudian, ia berhasil mengingatnya, bahwa pernah melihat pria itu beberapa saat lalu saat menuju ke warung.

Alih-alih memaparkan pengalamannya berpapasan dengan Yudis, Alin merahasiakan kejadian itu dari Hana. Ia tak mau Hana semakin cemas, mengingat kondisi mental gadis itu belum sepenuhnya pulih.

"Begitu, ya. Ah, sebaiknya kita ngobrol yang lain aja dulu. Kalau diterusin, bisa-bisa kita makin stress," usul Alin.

"Tapi, Lin. Ini nggak bisa dibiarin," bantah Hana.

"Tenang aja. Seenggaknya setelah aku tau ciri-cirinya, kita bisa langsung laporin dia ke polisi kalau berulah lagi," bujuk Alin, mengembangkan senyum simpul.

1
heri mulyati
aku juga jadi Hana takut kalo harus menerima Yudis 😱😱 serem
Putri vanesa
Pngennya hana sma yudis sih tpi yudisnya gtu iwww
Myra Myra
kasihan Hana...
Myra Myra
kasihan Hana...jht btl judis
heri mulyati
lanjut ya Thor dan semangat 💪💪💪👍
Putri vanesa
Ih makin penasaran kk
Ira Adinata: update tiap hari. stay tune aja 😄
total 1 replies
heri mulyati
lanjut Thor 💪💪💪
Ira Adinata: siap 💪
total 1 replies
heri mulyati
saya suka
Lovely Shihab
lanjut thor
Ida Saputri
belum ada kelanjutannya
Ira Adinata: lagi diketik
total 1 replies
gaby
Ga sudi menyentuh tubuh wanita yg pernah di sentuh pria lain maksudnya apa y?? Apa kalo Arum msh perawan dia mau nyentuh?? Itumah namanya bkn psikopat tp penjahat kelamin.
Ira Adinata: bisa iya, bisa enggak, tapi tujuan utama Yudis tetep membunuh Arum. penjahat kelamin? kenalan dululah sama Ted Bundy, psikopat yang memerkosa dan membunuh banyak perempuan.
total 1 replies
gaby
Aq baru gabung thor, tp knp dah lama ga up y?? Apakah novel ini berhenti gitu aja, ga mau di lanjutin lg??? Suka kecewa baca novel on going yg tiba2 hiatus
Ira Adinata: ini novel baru, sayang. novel hororku udah tamat bulan September lalu 😅
total 1 replies
ℍ𝕒𝕟𝕚 ℂ𝕙𝕒𝕟
Bener" psikopat sih Yudis, merinding lihat kelakuannya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!