tentang Gueen, wanita 18 tahun yang terpaksa harus tinggal dengan kakak tirinya karena sebuah alasan.
hidup Gueen di penuhi dengan lika-liku yang menyakitkan. Dia berpikir tinggal dengan Kalindra yang tak lain Kakak tirinya akan membuat hidupnya jauh lebih baik, tapi ternyata tidak.
Kalindra malah membencinya. Setiap hari dilalui Gueen dengan makian-makian dan makian. Karena KaIindra sangat membenci Gueen, karena dulu Ibu Gueen merebut ayahnya hingga sekarang dia melampiaskan amarah dan kekesalannya pada adik tirinya.
Berbeda dengan Kalindra yang membenci Gueen, Gueen malah mempunyai perasaan yang aneh pada kakanya sendiri. Bukan perasaan semacam sayang adik pada kakanya tapi perasaan yang lain, seperti perasaan Cinta pada lawan jenis. Tapi, di sisi lain Gueen pun sadar Kalindra adalah kakanya.
Tanpa mereka duga ada rahasia di balik kisah keluarga mereka. Mampukan Gueen bertahan bersama adik Kalindra di tengah kebencian Kalindra padanya. Ataukan Gueen akan pergi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
100 komen ya gengs
Jena turun dari mobil, wanita cantik itu langsung berlari. Rasanya, dia tidak sabar untuk segera sampai di ruangan Gueen Dia tidak tahu persis apa yang terjadi pada Gueen. Tadi dokter meneleponnya dan mengatakan bahwa Gueen sedang di rumah sakit dan memintanya segera datang, dan tanpa pikir panjang Jena langsung datang ke rumah sakit untuk melihat sahabatnya.
Ketika sudah bertanya pada resepsionis, Jena pun langsung berlari ke arah lift dan sekarang di sinilah Jena berada, di depan ruangan Gueen. Tanpa menunggu lagi, Jena langsung masuk. Ketika melihat kondisi Gueen, Jena hampir saja berteriak karena terkejut melihat kondisi Gueen. Bagaimana tidak, semuanya sudah membengkak. Pipi dan pelipis Queen terlihat membiru, bahkan cenderung menghitam.
"Apa yang terjadi?" tanya Jena. Wajahnya terlihat memucat ketika melihat Gueen. Jujur, dia panik dan bingung, kenapa kondisi sahabatnya bisa seperti ini?
“Aku ....” Gueen tidak sanggup lagi meneruskan ucapannya karena ketika dia membuka mulut, seluruh bagian mulut dan pipinya terasa nyeri akibat hajaran dari Kalindra.
Gueen berusaha untuk meminta Jena untuk menelepon Salsa dan Nino. Sungguh, sekarang Gueen benar-benar di ambang titik rasa takutnya hingga dia berniat untuk meminta tolong pada Salsa dan juga Nino untuk meminta perlindungan, karena dia takut kejadian serupa akan terulang.
"Kenapa?" tanya Jena.
"Bibi." Gueen kembali menjadi sejenak ucapannya.
"Kau ingin aku menelepon paman dan bibimu?" tanya Jena hingga Gueen mengangguk. Tatapan mata Gueen langsung teralih pada lemari kecil, hingga Jena melihat ke arah tatapan wanita itu dan dengan cepat, Jena langsung mengutak-atik ponselnya kemudian mencari nomor Salsa, dan tak lama Salsa mengangkat panggilannya.
"Halo Gueen ," panggil Salsa ketika dia mengangkat panggilannya.
"Bibi maaf, ini aku, bukan Gueen," ucap Jena.
"Ada apa? Apa ada yang penting? Apa Gueen baik-baik saja?" tanya Salsa di seberang sana.
"Bibi, aku tidak tahu persis apa yang terjadi, tapi sekarang Gueen sedang berada di rumah sakit. Tubuh Gueen semuanya memar, bahkan seluruh wajahnya juga bengkak seperti orang yang habis dihajar," ucap Jena.
"Apa?!" Salsa terpekik saat mendengar ucapan Jena.
"Gueen ingin bertemu Bibi," ucap Jena.
"Baik, Bibi dan Paman akan ke sana. Sampaikan pada Gueen, kami akan datang secepatnya," ucap Salsa.
***
Salsa dengan cepat mematikan panggilannya.
"Kenapa, Sayang?" tanya Nino yang tiba-tiba datang dari arah belakang.
"Dad, sepertinya ada yang terjadi pada Gueen. Temannya mengatakan bahwa sekarang Gueen terbaring di rumah sakit dengan kondisi yang parah seperti habis dihajar," ucap Salsa.
"Apa?!" Nino terpekik saat mendengar ucapan istrinya.
"Bisakah kita pergi secepatnya? Kau sedang banyak pekerjaan, 'kan? Jadi, biar aku saja yang pergi," kata Salsa lagi.
Nino menggeleng.
"Tidak, aku tidak ada pekerjaan," dustanya, padahal banyak sekali pekerjaan yang diharusnya dia tangani, tapi dia tidak ingin melihat Salsa pergi sendiri, dan dia juga khawatir dengan keadaan Gueen.
Pada akhirnya, mereka pun memutuskan untuk pergi ke Belanda.
***
Jena menarik kursi kemudian mendudukkan diri di kursi sebelah brankar, kemudian dia menatap wajah Gueen. Dia meringis ketika melihat tangan Gueen yang dipenuhi luka dan lebam.
"Sebenarnya, ada apa denganmu?" saja meneteskan air mata ketika melihat kondisi Gueen. Dia mengangkat sedikit kaus yang dipakai oleh Gueen lalu meringis lagi ketika melihat ternyata di bagian perut Gueen juga terdapat luka memar.
Melihat Jena meneteskan air mata, rasanya Gueen juga tak kuasa menahan tangis. Jika tidak ada Jena, mungkin dia benar-benar tidak akan bisa bertahan. Dia seperti mempunyai rumah kedua untuk pulang.
"Gueen, apakah ini pekerjaan kakak tirimu?" tanya Jena.
Gueen terdiam kemudian dia mengedipkan matanya.
"Apa?!" Jena berteriak ketika tau ini pekerjaan Kalindra.
"Kurang ajar sekali. Aku akan buat perhitungan," ucap Jena.
Gueen menggeleng. "Nanti saja, bukan saat yang tepat. Aku takut, jangan tinggalkan aku." Gueen dengan cepat berbicara. Walaupun dia merasa sakit, tapi dia tidak ingin ditinggalkan oleh Jena sebab dia takut Kalindra akan datang dan sepertinya, apa yang diperbuat Kalindra membuat trauma Gueen berada di titik terparahnya, hingga rasanya Gueen tidak sanggup lagi menatap dunia luar.
Waktu menunjukkan pukul empat dini hari.
Sedari tadi, Gueen tidak bisa tertidur. Wanita itu menangis. Dalam diam, dia terus meringis karena merasakan sekujur tubuhnya benar-benar nyeri. Belum lagi, dia tidak bisa menggerakkan tangannya karena satu tangannya patah.
Ketika Gueen bernapas pun, dia merasa tenggorokannya nyeri dan sadari tadi pula, Gueen tidak melepaskan tangannya tangannya dari tangan Jena, bahkan ketika Jena pergi ke toilet saja, Gueen terlihat sangat ketakutan.
"Gueen, kau ingin minum?" tanya Jena hingga Gueen mengangguk. Perutnya terasa perih karena sebelum dihajar oleh Kalindra, dia juga belum memasukkan makanan ke dalam perutnya. Tapi sekarang untuk membuka mulut saja dia tidak bisa.
"Bagaimana jika minum susu dulu? Perutmu lapar, bukan?" tanya Jena hingga Gueen mengedipkan matanya.
Setelah itu, Jena pun langsung mengambil susu kemudian dia menghapus air mata Gueen dengan perlahan, karena setiap mengenai kulit Gueen, pasti Gueen akan meringis. Tak lama, suster pun masuk ke dalam untuk memeriksa kondisi Jena.
"Bisa tolong berikan obat tidur?" tanya Jena agar Gueen bisa tertidur karena sedari tadi dia tahu Gueen menahan kesakitan yang luar biasa, dan setelah memberikan obat lewat infusan, suster pun langsung pergi keluar dan Jena kembali duduk.
"Pejamkan matamu," kata Jena hingga Gueen mengangguk, dan dengan perlahan Gueen memejamkan matanya.
'Tuhan, aku ingin tidur sebentar saja.' Gueen membatin, setidaknya dengan tidur dia bisa melupakan rasa sakitnya.
***
Salsa dan Nino turun dari pesawat. Kedua pasangan suami istri itu langsung keluar dari landasan pacu, karena mereka memakai pesawat pribadi agar secepatnya sampai.
Sebelum pesawat yang ditumpangi mereka mendarat, mereka juga sudah menelpon Jena, mencari tahu di mana rumah sakit tempat Gueen dirawat, hingga sekarang mereka langsung meminta sopir untuk mengantarkan mereka. Sekarang, di sinilah mereka berada, di rumah sakit.
Salsa dan Nino pun langsung turun kemudian mereka langsung masuk ke dalam dan langsung bertanya ruangan Gueen pada pusat informasi.
Nino membuka pintu ruangan Gueen, hingga Jena yang sedang mengolesi salep pada tubuh Gueen, langsung menoleh.
“Gueen!” Salsa berteriak dengan kencang ketika melihat kondisi Gueen, dan ternyata wajah Gueen lebih bengkak dari kemarin. Salsa pun langsung berlari ke arah brankar, begitupun dengan Nino. Sama seperti Jena kemarin, wajah Salsa langsung memucat ketika melihat kondisi Gueen.
"Gueen, apa yang terjadi, kenapa kau bisa sampai seperti ini?" tanya Salsa.
Jena tampak menoleh ke arah Gueen, meminta izin, apakah dia boleh mengatakan yang sebenarnya atau tidak, hingga Gueen mengedipkan matanya karena mengerti maksud dari tatapan Jena.
"Bibi," panggil Jena hingga Salsa menoleh.
"Katakan, apa yang terjadi dengan Gueen? Kenapa Gueen bisa seperti ini?" tanya Salsa, matanya menatap Jena dengan tatapan menuntut.
"Bibi, semua ulah Kalindra," ucap Jena.
"Apa?!" Kali ini, Nino yang berteriak.
"Sayang, tunggu di sini, aku akan cari Kalindra," ucap Nino hingga Salsa mengangguk. Demi Tuhan, Nino tidak akan melepaskan putranya, untuk pertama kalinya selama dia menikah dengan Salsa, dia kecewa pada Kalindra karena menghajar seorang wanita. Dia selalu menanamkan kebaikan pada putranya, dia tidak pernah mengajarkan putranya untuk bertengkar dengan siapa pun, dan sekarang ketika dia mendengar Kalindra menghajar Gueen, dan melihat kondisi Gueen secara langsung akibat putranya, Nino tidak akan memberi toleransi, dia harus memberi pelajaran pada Kalindra.
Saat berada di luar ruangan, Nino langsung menelepon Kalindra dan beruntung, Kalindra langsung menjawabnya.
"Kau ada di apartemen?" tanya Nino.
"Kenapa memangnya, Dad?" tanya Kalindra.
"Tidak, tunggu sebentar di sana," ucap Nino. Setelah itu dia mematikan panggilannya.
Sekarang, di sinilah Nino berada, di basement apartemen Kalindra. "Kau tunggu di sini," ucap Nino pada sopir yang mengantarnya, hingga sopir itu pun mengangguk, lalu setelahnya dia pun langsung turun dari mobil kemudian berjalan ke arah apartemen putranya, karena memang dia sudah tahu apartemen Kalindra.
Saat berada di depan apartemen Kalindra, Nino langsung menekan kode kemudian pintu terbuka dan ternyata ketika masuk, Kalindra baru saja keluar dari kamar, dan Kalindra membulatkan matanya ketika melihat ada Nino di apartemennya. Dia mengucek mata karena tidak percaya bahwa sang ayah sekarang ada di depannya.
"Kenapa kau tidak memberitahu akan datang ke sini?" tanya Kalindra. Dia mengucek matanya karena tak percaya sang ayah ada di depannya.
Tiba-Tiba, tubuh Kalindra langsung terhuyung ke lantai karena Nino menghadiahkan bogeman untuknya.
"Dad, apa yang kau lakukan?" tanya Kalindra.
Nino menghampiri Kalindra, kemudian dia memberikan hajaran secara membabi buta pada putranya, Kalindra yang bingung dan tidak sempat melawan. hanya bisa pasrah menerima apapun yang ayahnya lakukan, terlebih lagi dia tidak berani melawan Nino dan pada akhirnya, Kalindra kembali berteriak ketika tubuhnya di hempaskan oleh Nino hingga membentur sofa.
"Apa itu sakit?!" teriak Nino.
Kalindra menatap ayahnya dengan tatapan tak percaya, untuk pertama kalinya selama Nino menjadi ayahnya, Kalindra melihat Nino emosi seperti ini.
"Dad, apa yang kau lakukan?" tanyanya lagi. Dia masih belum percaya Nino menghajarnya
"Itu masih belum seberapa dengan apa yang kau lakukan pada Gueen!" teriak Nino dan sekarang, Kalindra mengerti kenapa ayahnya seperti ini.
"Oh, jadi Daddy melakukan ini karena anak itu?!" teriak Kalindra. Seketika emosinya memuncak padahal tadi saat Nino menghajarnya, Kalindra hanya bisa pasrah. Namun, ketika Kalindra tahu alasannya karena dia menghajar Gueen, tiba-tiba emosi Kalindra meningkat.
Kalindra menatap Nino tanpa gentar.
"Apa Daddy tahu apa yang aku rasakan selama ini?" tanya Kalindra yang malah berbicara dengan menantang.
Nino menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.
"Kalindra," teriak Nino, kedua ayah dan anak itu sama-sama dikuasai emosi.
"Daddy memang tidak tahu apa yang kau rasakan selama ini, tapi tidak seharusnya kau melakukan itu, Kalindra. Apa kau menjadi pengecut dengan menghajar seorang wanita?"
Kalindra tertawa.
"Apa Daddy tidak ingat bagaimana wanita itu bersekongkol dengan Daddy Kevin untuk menjatuhkan Mommy dari tangga, hingga aku kehilangan adikku?" tanya Kalindra.
"Apakah Gueen bersalah atas itu?" Nino malah balik bertanya membuat Kalindra terdiam.
ranjang adlh tmpt penyelesaian masalah suami istri 🤭