Rania terjebak dalam buayan Candra, sempat mengira tulus akan bertanggung jawab dengan menikahinya, tapi ternyata Rania bukan satu-satunya milik pria itu. Hal yang membuatnya kecewa adalah karena ternyata Candra sebelumnya sudah menikah, dan statusnya kini adalah istri kedua. Terjebak dalam hubungan yang rumit itu membuat Rania harus tetap kuat demi bayi di kandungannya. Tetapi jika Rania tahu alasan sebenarnya Candra menikahinya, apakah perempuan itu masih tetap akan bertahan? Lalu rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8 Akan Tanggung Jawab
Kini semua warga tahu mengenai kabar jika Rania hamil di luar nikah, entah siapa yang menyebarkan. Ima memang ikut dibicarakan, tapi wanita paruh baya itu lebih mengkhawatirkan keadaan cucunya. Selama beberapa hari ini pun Rania hanya mengurung diri di kamar, katanya malu jika keluar rumah.
"Nenek mau kemana?" tanya Rania.
"Nenek mau keluar sebentar."
"Jangan lama ya?"
Ima mengangguk lalu mengusap kepala cucunya itu sebentar, setelahnya Ia pun mengucapkan salam dan keluar rumah. Melihat ada kumpulan Ibu-Ibu, Ima sudah menduga dirinya akan dibicarakan. Tetapi Ima mencoba tidak peduli dan melanjutkan langkah.
"Jadi penasaran ya siapa yang hamilin si Rania? Kok sampai sekarang gak muncul-muncul sih."
"Kabur kali lakinya gak mau tanggung jawab."
Untungnya Ima adalah orang yang sabar, ditambah dirinya pun sudah tua jadi malas untuk beradu argumen lalu ribut dengan mereka. Hatinya sudah kebal mendengar sindiran-sindiran itu, sambil berdoa semoga Tuhan memberinya kesabaran luar biasa.
Tujuan Ima sekarang adalah ke Villa itu, tempat tinggal mantan bosnya, sekaligus orang yang sudah memperkosa Rania. Ima sudah tidak bisa menahan kesedihan ini, sedangkan pria itu hidupnya masih baik-baik saja dan damai. Rasanya tidak adil sekali.
"Loh Nek Ima, kenapa kesini?" tanya Pak Rudi yang kebetulan sedang di depan halaman Villa.
"Saya mau bertemu Pak Candra, adakan?"
"Ada kebetulan, ada apa Nek?"
"Saya ingin bicara hal penting dengan dia, tolong."
"Ya sudah, saya antar. Tapi di dalam sedang ada teman-temannya Tuan Candra juga."
Memasuki Villa itu, terdengar suara gelak tawa laki-laki dari arah halaman belakang. Pak Rudi meminta Ima menunggu sebentar, sedang dirinya akan memanggil kan Candra. Ima menunggunya dengan perasaan berdebar dan gugup, tapi Ia sudah mempersiapkan ini dari semalam.
"Nek Ima," panggil Candra, "Saya kaget Nek Ima datang, katanya mau bertemu saya ya?"
"Iya."
"Ayo duduk dulu."
Bagaimana tidak terkecoh, toh sikap Candra pada semua orang memang ramah begitu. Tetapi memang benar, jangan melihat hanya dari depan saja. Ima berusaha terlihat tetap tenang, padahal emosinya sudah campur aduk melihat pria muda itu.
"Jadi ada keperluan apa Nenek Ima kesini?" tanya Candra.
"Saya hanya meminta keadilan."
"Maaf maksudnya?" Candra lalu terpikirkan sesuatu, "Apa mungkin tentang upah di ladang?"
"Bukan itu," geleng Ima.
"Lalu?"
"Sebelumnya apa Pak Candra ini tahu sesuatu tentang saya?"
"Hanya nama saja, selainnya saya kurang tahu."
"Saya ini Neneknya Rania, anda pasti kenal dengan Rania."
Kedua mata Candra terbelak mendengar satu nama itu, "Rania Ayunindya?"
"Benar, perempuan muda yang dulu pernah bekerja menjadi pelayan di Villa ini. Tetapi dia tidak melanjutkan pekerjaan karena mengalami kejadian buruk di sini, dan itu bersangkutan dengan anda."
Sepertinya Rania sudah cerita, batin Candra.
"Sebelumnya saya benar-benar minta maaf karena sudah melakukan hal itu kepada Rania. Saya salah karena tidak bisa menahan diri, saat itu saya sangat mabuk."
"Saya tidak menerima pembelaan apapun dari Pak Candra, saya tetap merasa marah karena anda sudah memperkosa cucu saya." Ima mulai menangis, "Dia bahkan baru cerita, selama ini selalu memendamnya sendiri. Malang sekali nasib cucuku hiks!"
"Nek Ima saya--"
"Gara-gara kamu juga, hidup Rania sekarang berantakan. Dia hamil. Semua orang menghina dan merendahkan Rania, padahal ini bukanlah kemauan dia. Dia adalah korban kejahatan, tapi dia yang paling di salahkan."
"A-apa? Rania hamil?" tanya Candra tercekat.
"Iya dia hamil, puas anda sudah menghancurkan masa depan cucu saya?! Saya tidak menyangka, saya kira anda orang baik. Tapi anda iblis Pak Candra, pengecut sekali anda ini karena tidak merasa bersalah sedikit pun."
"Tunggu Nek Ima, saya tidak seperti itu. Saya mengaku memang salah, tapi.. Tapi saya baru tahu kalau sekarang Rania hamil. Saya waktu itu sudah sempat menemui Rania di rumahnya, tapi dia tidak mau dan malah pingsan melihat saya. Saya berpikir mungkin tidak dalam waktu dekat ini menemui dia lagi, memberikan dia waktu sampai tenang."
"Bohong, kamu pasti menghindar dan lari dari tanggung jawab. Laki-laki pengecut!"
Candra sampai menggigit bibir bawahnya merasa cemas sendiri, apa yang harus dilakukannya? Untung saja teman-temannya ada di belakang, karena kalau ikut di sini pasti akan semakin rumit.
"Saya akan tanggung jawab."
Tangisan Ima sampai berhenti beberapa saat, "Apa maksud anda?"
"Saya akan menikahi Rania, bayi di kandungannya itu sudah pasti anak kandung saya, kan?"
"Tentu saja, Rania itu anak baik-baik dan terjaga selama ini. Anda lah yang sudah menodai dia, apalagi dengan cara menjijikan seperti itu."
"Saya minta maaf," lirih Candra menyesali.
"Pak Candra pasti bohong, kan?"
"Tidak, saya janji akan menikahi Rania."
"Apa? Lo gila ya Candra?!"
Teriakan dari ambang pintu, membuat perhatian dua orang itu teralih. Terlihat seorang pria muda berkaca mata di sana dengan tatapan tidak percayanya. Sebelum semakin bicara melantur, Candra segera beranjak dan menariknya menjauh dari sana. Temannya itu terlihat enggan dan melawan, tapi Candra terus paksa.
Ima tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi Candra lumayan lama pergi membuatnya diam menunggu. Waktu semakin sore dan Ima ingin cepat-cepat pulang merindukan Rania. Cucunya itu setelah tahu hamil selalu tidak mau jauh darinya. Tetapi Ima ingin menyelesaikan dahulu masalah ini.
"Maaf Nek Ima sudah buat menunggu," ucap Candra yang sudah kembali, "Jadi bagaimana Nek Ima? Apa saya diberikan kesempatan untuk menebus kesalahan saya pada Rania?"
"Sebenarnya bagus kalau Pak Candra ingin tanggung jawab, memang seharusnya begitu. Tetapi saya tidak bisa memutuskan sendiri, saya harus memberitahukan ini dulu dengan Rania."
Candra mengangguk, "Katakan pada dia permintaan maaf saya, juga kesungguhan saya untuk menebus dosa saya dengan menikahi dia."
"Saya tahu ini tetap tidak akan bisa mengobati luka dia karena kesalahan saya itu, tapi setidaknya saya juga bisa sedikit menebusnya dengan menikahi dia. Semoga Rania mau menikah dengan saya."
Jika dari nada bicaranya, Candra itu terlihat bersungguh-sungguh, membuat Ima pun tidak ragu dan yakin. Sepertinya kedatangannya kesini tepat, karena bisa bicara empat mata dengan si pelaku. Setelah di lihat pun, Candra ini sepertinya bukan seorang pengecut juga.
"Biar supir yang antar Nenek pulang ya, jalanannya sudah gelap," ucap Candra mengantarkan sampai depan.
"Terima kasih."
"Tidak perlu berterima kasih, saya malah yang harusnya berterima kasih karena anda bisa memaafkan saya dan mau datang lebih dulu kesini."
"Semoga Pak Candra memegang kata-katanya ya, jangan kecewakan saya lagi."
"Iya tenang saja, saya janji akan bertanggung jawab. Nenek hati-hati di jalan. Saya tunggu kabar dari Rania."
"Iya."