Rania, seorang barista pecicilan dengan ambisi membuka kafe sendiri, bertemu dengan Bintang, seorang penulis sinis yang selalu nongkrong di kafenya untuk “mencari inspirasi.” Awalnya, mereka sering cekcok karena selera kopi yang beda tipis dengan perang dingin. Tapi, di balik candaan dan sarkasme, perlahan muncul benih-benih perasaan yang tak terduga. Dengan bumbu humor sehari-hari dan obrolan absurd, kisah mereka berkembang menjadi petualangan cinta yang manis dan kocak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia di Balik Kopi
Bab 5: Rahasia di Balik Kopi
Pagi di kafe terasa berbeda. Bukan karena pelanggan lebih ramai atau kopi lebih pahit, tapi karena Rania mendapati dirinya menunggu sesuatu—atau seseorang. Dan, seperti dugaannya, Bintang muncul tepat pukul sembilan dengan hoodie abu-abu yang tampaknya sudah jadi seragam wajibnya.
“Pagi, Rania,” sapa Bintang sambil meletakkan laptop di meja favoritnya.
Rania mendekatinya dengan senyum penuh selidik. “Pagi, Mas Pahit. Mau pesan kopi atau inspirasi?”
Bintang terkekeh. “Kopi dulu, inspirasi nanti.”
Rania mengangguk, lalu bergegas ke dapur. Tapi kali ini, dia memutuskan untuk meracik sesuatu yang spesial. Bukan kopi biasa. Ini adalah eksperimen barunya: "Kopi Pelangi." Campuran espresso, susu, dan sirup dengan warna-warna yang tersusun rapi di dalam gelas.
Saat kembali ke meja Bintang, Rania meletakkan gelas itu dengan bangga.
“Apa ini?” Bintang menatapnya dengan mata menyipit.
“Kopi Pelangi. Dijamin bikin mood lo cerah seharian.”
Bintang mengamati gelas itu dengan ragu. “Warna-warni gini, aman diminum nggak?”
Rania tertawa. “Aman. Nggak pake cat tembok, kok.”
Bintang mengangkat gelasnya dan menyeruput sedikit. Matanya membesar. “Eh, enak juga!”
“Tuh, kan. Gue jago.”
Mereka tertawa bersama. Tapi, obrolan ringan itu tiba-tiba berubah saat Bintang menatap Rania dengan ekspresi serius.
“Lo percaya kalau kopi bisa nyimpen rahasia?”
Rania mengerutkan kening. “Maksud lo?”
Bintang menyandarkan tubuhnya ke kursi, mengambil napas dalam-dalam. “Setiap orang punya cerita. Dan kadang, kopi jadi saksi bisu dari cerita-cerita itu.”
Rania terdiam. Dia paham maksud Bintang. Sebagai barista, dia sering mendengar pelanggan curhat tanpa diminta. Kopi, entah bagaimana, memang punya cara untuk membuka hati orang.
“Lo punya cerita yang mau disimpan kopi?” tanya Rania pelan.
Bintang tersenyum tipis. “Mungkin. Tapi belum waktunya.”
---
Hari itu berlalu dengan cepat. Bintang menulis di laptopnya sementara Rania sibuk melayani pelanggan. Tapi ada sesuatu yang terus mengganggu pikiran Rania: kata-kata Bintang tadi pagi. “Kopi bisa nyimpen rahasia.”
Malamnya, saat kafe sepi, Rania duduk di kursi favorit Bintang, menatap cangkir-cangkir kosong di rak. Apa yang disimpan cangkir-cangkir itu? pikirnya. Apakah ada cerita yang tertinggal di dasar gelas, bersama dengan ampas kopi?
Adit, yang sedang mengelap meja, memperhatikan Rania yang melamun. “Lo kenapa, Ran? Lagi nunggu pangeran berkuda?”
Rania tersentak. “Hah? Nggak. Cuma kepikiran sesuatu.”
“Kepikiran Mas Hoodie, ya?” goda Adit.
Rania melemparkan serbet ke arah Adit, tapi dia malah tertawa. “Serius, lo. Gue lihat lo makin akrab sama dia.”
“Biasa aja.”
“Terserah lo, deh.” Adit mengangkat bahu. “Tapi kalau lo butuh partner buat buka kafe nanti, dia kayaknya cocok.”
Rania mengernyit. “Partner?”
Adit mengangguk. “Iya. Lo barista, dia penulis. Kombinasi yang unik, kan?”
Rania tertawa kecil. “Lo kebanyakan nonton film romantis.”
“Tapi gue bener, kan?”
Rania hanya menggeleng, tapi dalam hati dia tahu Adit mungkin ada benarnya.
---
Saat Rania pulang malam itu, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dari Bintang.
“Rania, gue pengen ngajak lo ke tempat spesial besok. Bisa?”
Rania membaca pesan itu beberapa kali sebelum akhirnya mengetik balasan:
“Tempat spesial? Aman, kan?”
“Aman. Dijamin. Lo percaya sama gue?”
Rania tersenyum kecil. Entah kenapa, dia merasa bisa percaya pada Bintang.
“Oke. Jam berapa?”
“Jam sepuluh pagi. Gue jemput lo.”
“Deal.”
Rania menutup ponselnya dan merebahkan diri di kasur. Pikirannya penuh dengan pertanyaan. Tempat spesial apa yang dimaksud Bintang? Dan kenapa dia ingin Rania ikut?
To be continued...