Erlangga Putra Prasetyo, seorang pemuda tampan dengan sejuta pesona. Wanita mana yang tidak jatuh cinta pada ketampanan dan budi pekertinya yang luhur. Namun di antara beberapa wanita yang dekat dengannya, hanya satu wanita yang dapat menggetarkan hatinya.
Rifka Zakiya Abraham, seorang perempuan yang cantik dengan ciri khas bulu matanya yang lentik serta senyumnya yang manja. Namun sayang senyum itu sangat sulit untuk dinikmati bagi orang yang baru bertemu dengannya.
Aira Fadilah, seorang gadis desa yang manis dan menawan. Ia merupakan teman kecil Erlangga. Ia diam-diam menyimpan rasa kepada Erlangga.
Qonita Andini, gadis ini disinyalir akan menjadi pendamping hidup Erlangga.Mereka dijodohkan oleh kedua orang tuanya.
Siapakah yang akan menjadi tambatan hati Erlangga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan keluarga
Selesai sarapan, Erlangga menemani Opa Tristan memberi makan burung peliharaannya. Opa Tristan banyak bercerita tentang burungnya yang selalu jadi juara dalam kompetisi burung. Tak lama kemudian, Papi Zaki datang menghampiri mereka.
"Abi, kami berangkat dulu."
"Kamu jadi ketemu sama keluarga Zainal?"
"Iya, bi."
"Ingat, Zaki. Meski Rifka itu anakmu tapi dia sudah dewasa. Dia berhak memilih yang menurutnya baik sesuai keinginan hatinya. Jangan memaksakan kehendak!"
"Saya paham, Abi."
Erlangga menangkap kata-kata Opa Tristan. Meski begitu ia tidak berani untuk menyambung pembicaraan mereka.
"Ayo Er, Pak de pergi dulu."
"Eh iya, Pak de."
Papi Zaki, Mami Fatin, dan Rifka berangkat.
"Opa, mereka mau ke mana?"
"Huh... bertemu dengan calon Rifka."
"Apa?"
"Astagfirullah... pelan, Er. Opa jadi kaget. Opa belum budek, Er."
"Ma-maaf Opa. Er hanya terkejut tadi."
Rasanya Erlangga ingin berlari untuk mencegah mobil mereka. Tapi apalah daya, kaki tak sampai.
Saat ini hatinya berkecamuk, risau, resah dan gelisah.
"Er bantu Opa gantung sangkar yang itu!"
"Iya, Opa."
Setelah menemani Opa bermain dengan burung peliharaannya, Erlangga menuntun Opa kembali ke kamarnya. Di dalam kamar sudah, Oma sedang duduk selonjor di atas tempat tidur. Erlangga mendekati Oma, lalu memijat kakinya.
"Enak sekali, Er."
Erlangga mengulum senyum. Namun hatinya kini sedang menangis.
"Ya Allah... apa yang harus aku lakukan? Apa iya aku harus mengikhlaskan rasa ini? Ah tidak-tidak... ini bukan dosa. Rasa ini engkau yang titipkan ya Allah. Tolong hamba." Batinnya.
Oma menepuk lengan Er yang kini sedang melamun.
"Eh iya, maaf Oma."
"Kamu pulang besok saja. Nginap di sini lagi nanti. Kamu kan jarang banget bisa nginap Er."
"InsyaAllah, Oma."
Oma dan Opa membahas keluarga Zainal dan perjodohan Rifka dengan salah satu anak dari keluarga itu. Erlangga hanya bisa mendengarkan.
Setelah selesai memijat kaki Oma Salwa, Erlangga kembali ke kamarnya. Ja penasaran dengan nama yang disebut Opa Tristan tadi. Dengan rasa, penasarannya, Erlangga mencari informasi tentang keluarga Zainal, sesuai dengan cerita Opa Tristan. Dan benar saja nama tersebut ada pada daftar pengusaha tekstil ternama di Pulau Jawa.
Khalid dan Kadafi nama putra dari keluarga Zainal. Keduanya masih sama-sama bujang. Usia Khalid 24 tahun, sedangkan usia Kadafi 22 tahun. Entah siapa yang akan dijodohkan dengan Rifka.
Tiba-tiba handphone Erlangga berdering. Papa Pras yang menelpon.
"Assalamu'alaikum, Pa."
"Wa'alaikum salam."
"Kamu di mana?"
"Masih di rumah Oma. Ada apa, Pa?"
"Cepat pulang, masalahmu belum selesai. Kita harus segera mendesak Qonita untuk melakukan acara pertunangannya dengan Kendra, sebagai bukti kepada, awak media dan publik."
"Baik, Pa."
"Ya Allah.... kuatkan hamba." Lirihnya.
Erlangga segera bersiap lalu pamit ke kamar Opa dan Oma.
"Maafkan Er, Oma. Kapan-kapan Er akan nginap lagi."
Oma menangkup kedua pipi Erlangga.
"Er, entah kenapa Oma menangkap ada, sesuatu yang kamu sembunyikan. Oma do'a kan apa pun masalahmu semoga segera terselesaikan."
Erlangga meme megang tangan Oma kalu menciumnya.
"Amin, makasih Oma."
Erlangga pun mencium punggung tangan Opa.
Ia segera tancap gas pulang ke rumah.
Beralih ke restoran.
Dua keluarga saat ini sedang duduk di kursi restoran. Mereka baru saja memesan makanan. Bukan makanan berat yang mereka pesan, karena mereka baru saja selesai sarapan di rumah masing-masing.
Nampak Pak Zainal, istrinya dan kedua putranya di barisan kursi sebelah kanan. Sedangkan, Mami Fatin, Papi Zaki, dan Rifka berada di kursi bagian kanan. Saat ini mereka masih berbasa-basi. Dari tadi Rifka hanya menundukkan kepala.
"Sepertinya Nak Rifka ini pemalu ya, Pak Zaki?"
"Ya memang begitu kalau dengan orang yang baru dikenal, Pak Zainal."
"Pak Zaki Khalid ini sebentar lagi akan menikah dengan tunangannya. Kami ingin Kadafi juga segera menikah menyusul Kakaknya. Bahkan kalau bisa mereka nikahnya bareng saja."
"Uhuk uhuk.... " Rifka tersedak minumannya sendiri.
"Pelan, Rif." Ujar Mami Fatin.
"Begini, Pak Zainal. Bukan kita yang akan menjalani kehidupan rumah tangga, tapi mereka. Saya minta biarkan dulu mereka ta'aruf. Setelah itu kita tunggu keputusan mereka. Bagaimana?"
"Ah iya baiklah, Pak Zaki."
"Maaf, Pa. Tidak perlu ta'aruf lagi. Saya sudah setuju dengan perjodohan ini." Jawab Kadafi dengan tegas.Ia pun melurik Rifka. Dari awal ia memang sudah menyukainya. Bahkan sebelum dipertemukan pun, Kadafi sudah mencari tahu tentang Rifka.
"Pantas saja menjadi incaran banyak pria. Meski sedikit jutek, tapi selain memang cantik dan sholeha ia memang wanita yang independen.
"Wah wah, Pak Zaki. Sepertinya putra saya ini sudah jatuh cinta pada pandangan pertama."
"Saya suka dengan keberaniannya." Sahut Papi Zaki.
"Kalau begitu, berikan mereka waktu untuk bicara berdua, Pak Zaki."
"Oh iya, silahkan."
Rifka ingin sekali menolaknya. Namun ia tidak ingin mengecewakan orang tuanya.
"Mari, kita duduk di sebelah sana." Ajak Kadafi dengan sopan.
Rifka pun beranjak dari duduknya. Mereka duduk di kursi yang letaknya cukup jauh dari keluarga mereka. Mereka duduk berhadapan.
"Kakakku akan menikah bulan depan."
"Hem, lalu?"
"Aku juga ingin menikah bulan depan."
"Sama siapa?"
"Sama kamu lah."
Rifka tersenyum getir.
"Yakin?"
"Seratus persen."
Rifka menarik nafasnya dalam-dalam.
"Maaf, aku tidak mau."
"Kenapa?"
"Karena aku tidak mencintaimu. Pernikahan tanpa dasar cinta akan sulit bagiku."
Kadafi menyunggingkan senyum mendengar pendapat Rifka soal cinta dan rumah tangga.
"Cinta datang karena terbiasa. Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku. Lihat saja nanti." Ujar Kadafi dengan percaya dirinya.
"Bisakah kita batalkan saja perjodohan ini?"
"Kenapa? Apa kamu mencintai orang lain?"
"Iya."
"Wow, cukup menarik. Tapi aku akan tetap maju. Sebuah tantangan bagiku untuk membuatmu jatuh cinta kepadaku."
"Astagfirullah... aku salah menduga ternyata. Dia bahkan lebih berambisi dari Tuan Alex. Ah aku harus bagaimana? Apa lagi Papi sepertinya sangat pro dengan mereka."
"Tidak usah banyak berpikir! Pertemuan dan perjodohan kita ini bukan karena kebetulan, tapi sudah rencana Tuhan. Aku yakin kamu anak yang soleha dan mau menurutu keinginan orang tuamu. Ayo kita kembali kepada mereka. Atau kalau tidak, aku culik kamu." Canda Kadafi.
Rifka segera berdiri. Mereka pun kembali ke kursi tempat keluarga mereka.
"Bagaimana, Kadafi?"
"Saya tetap dengan keputusan saya, Om."
"Rifka?"
"Papi, tolong kasih Rifka waktu."
Pak Zainal pun mengerti maksud Rifka. Akhirnya Pak Zainal memberi waktu tiga hari kepada keluarga Papi Zaki untuk memikirkan keputusan mereka.
Setekah selesai melakukan pertemuan, mereka pun pulang.
Di perjalanan, Papi Zaki menasehati Rifka panjang kali lebar. Rifka tidak ingin melawan Papinya. Ia hanya cukup mendengarkan saja. Sementara Mami Fatin tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya mengingatkan suaminya agar tidak terlalu keras kepada Rifka. Rifka memang mandiri dan cukup tegas, tapi hatinya mudah tersinggung dan ia mudah menangis.
...****************...
lanjut
semangat untuk up date nya
semoga bahagia terus Erlangga dan Rifka