Di ulang tahun pernikahannya yang kedua, Lalita baru mengetahui kenyataan menyakitkan jika suaminya selama ini tidak pernah mencintainya, melainkan mencintai sang kakak, Larisa. Pernikahan yang selama ini dia anggap sempurna, ternyata hanya dia saja yang merasa bahagia di dalamnya, sedangkan suaminya tidak sama sekali. Cincin pernikahan yang yang disematkan lelaki itu padanya dua tahun yang lalu, ternyata sejak awal hanya sebuah cincin yang rusak yang tak memiliki arti dan kesakralan sedikit pun.
Apa alasan suami Lalita menikahi dirinya, padahal yang dicintainya adalah Larisa? Lalu akankah Laita mempertahankan rumah tangganya setelah tahu semua kebenarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meminta Penjelasan
Lalita duduk di sebuah bangku taman sembari melihat ke arah orang-orang yang sesekali berlalu-lalang. Tangannya tampak memegang burger doble beef dan menggigitnya perlahan. Setelah dari rumah sakit tadi, entah kenapa dia ingin sekali menikmati makanan cepat saji tersebut. Padahal, sebelumnya Lalita tak begitu suka dengan burger, kentang goreng dan aneka junk food lainnya.
Lalita pernah mendengar jika bayi yang berada dalam kandungan bisa membuat ibunya menginginkan sesuatu. Mulai dari yang masuk akal, bahkan sampai ada yang tak masuk akal. Biasanya, ayah dari sang calon bayilah yang akan bersusah payah memenuhi keinginan itu. Tak peduli jika hal tersebut adalah hal yang sulit sekalipun.
Beruntung, Lalita hanya ingin makan burger, bukan hal yang lain. Lagi-lagi dia berpikir jika calon anak yang ada dalam kandungannya sangat memahami situasi dan kondisinya saat ini. Tidak mungkin bagi Lalita untuk bermanja-manja pada Erick dengan meminta lelaki itu menuruti semua keinginannya. Setelah mendengar pengakuan tak terduga dari mulut Erick malam itu, Lalita menjadi sangat sadar diri. Meski dia belum sepenuhnya memahami, tapi fakta jika selama ini tak pernah mencintainya sudah cukup membuatnya merasa jika dia mesti menarik diri dari lelaki itu.
Perempuan manja dan tak tahu malu. Kata-kata itu masih terus terus terngiang di telinga Lalita, membuat dadanya terasa seperti ditikam menggunakan sebuah belati. Dia sungguh tak menyangka jika seperti itu penilaian Erick selama ini terhadap dirinya.
Rasa burger doble beef yang sebelumnya sangat enak di lidah Lalita, kini mulai terasa hambar karena perasaannya yang memburuk. Dihelanya nafas berulang kali, lalu dipejamkannya mata sejenak. Setelah itu, barulah dia kembali lanjut memakan burger tersebut sampai habis.
Sebotol air mineral yang ditenggak sampai habis menjadi penanda selesainya makan siang Lalita di bangku taman tersebut. Dia pun kemudian bangkit dan beranjak meninggalkan tempat itu. Dengan menggunakan sebuah taksi, Lalita pergi ke suatu tempat.
Tujuan Lalita tak lain adalah kediaman kedua orang tuanya. Di jam segini, biasanya papa dan kakaknya pasti sedang bekerja, sama halnya dengan Erick. Hanya ada mamanya di rumah. Saat yang sangat tepat untuk mencari tahu tentang hubungan Erick dan Larisa melalui mamanya itu.
Di malam ulang tahun pernikahannya, Lalita juga mendengar jika kedua orang tuanyalah yang mengatur pernikahannya dengan Erick, dibantu juga oleh Larisa. Rupanya Erick datang melamarnya bukan atas kemauan lelaki itu sendiri, tapi atas tekanan dari orang lain. Dalam hati, Lalita marah karena menjadi satu-satunya orang yang tak tahu apa-apa di sini. Dia harus tahu kebenarannya. Jika memang mencintai Larisa, kenapa Erick malah menikahi dirinya.
Lalita berulang kali menghela nafas panjang. Dia harus tenang saat tiba di rumah orang tuanya agar bisa mencari tahu dengan benar setiap hal yang ingin dia ketahui.
"Lho, Lita? Kok tidak mengabari Mama dulu kalau mau datang?" Riani menyambut kedatangan Lalita dengan senang, sekaligus heran.
"Lita tadi sedang ada urusan di dekat sini, jadi sekalian saja mampir," sahut Lalita sembari tersenyum pada mamanya itu.
Keduanya lalu masuk ke dalam rumah dan langsung menuju ke ruang keluarga.
"Mama baru saja selesai makan siang. Kamu sudah makan?" tanya Riani. "Kalau belum, biar Mama minta Bi Ami siapkan makan siang buat kamu."
"Sudah, Ma. Tadi sebelum mampir ke sini, Lita makan dulu, kok." Lalita menjawab
"Oh, ya sudah. Mama minta buatkan jus saja kalau begitu."
Lalita mengangguk, membiarkan sang mama memerintah pelayan di rumah orang tuanya itu untuk menyiapkan jus segar kesukaannya.
"Terima kasih, Bi Ami," ujar Lalita saat Bi Ami menghidangkan dua gelas jus mangga dan sepiring kue kering. Itu adalah minuman dan camilan kesukaan Lalita ketika sedang bersantai.
Perasaan Lalita sedikit menghangat melihat Rania masih mengingat apa yang disukainya. Setidaknya, dia masih memiliki orang tua yang menyayanginya dengan tulus.
"Ma, ada yang mau aku tanyakan. Tapi aku harap, Mama menjawabnya dengan jujur," ujar Lalita kemudian setelah Bi Ami kembali ke belakang.
"Mau tanya apa? Kok kelihatannya serius sekali," sahut Rania sembari menyesap jus mangga miliknya.
Lalita tak langsung menjawab. Dia terlihat menghela nafasnya sejenak, mencari kata yang tepat untuk dia ucapkan.
"Kak Risa dan Erick menjalin hubungan sebelum aku dan Erick menikah, Mama juga tahu itu, kan?" tanya Lalita akhirnya.
Terlihat jelas keterkejutan Rania mendengar pertanyaan itu. Perempuan paruh baya itu langsung meletakkan gelas jus di tangannya begitu saja.
"Apa yang kamu katakan?" tanyanya masih dengan raut terkejutnya.
"Kak Risa dan Erick, sedalam apa sebenarnya hubungan mereka dulu?" ulang Lalita lagi.
"Pertanyaan macam apa itu Lita? Jangan suka ngaco? Dari mana kamu bisa punya pemikiran kalau suami dan kakakmu pernah punya hubungan?" Rania mengelak.
"Ma, please … aku tadi sudah minta Mama untuk jujur."
"Jujur apa? Kamu mengada-ada." Rania kembali berkelit.
"Tolong jangan buat aku jadi satu-satunya orang bodoh yang tidak tahu apa-apa, Ma. Cukup dua tahun ini saja aku merasa bahagia sendiri, merasa hidupku sempurna sendiri, sedangkan orang-orang yang kusayangi hidup tertekan dan menderita." Kali ini Lalita terlihat memohon.
Rania terkesiap. Dia tak tahu harus menanggapi kata-kata Lalita seperti apa. Entah dari mana Lalita bisa mengetahui tentang masa lalu Erick dan Larisa. Yang jelas, ini bukanlah sesuatu yang bagus baginya.
"Mama tidak tahu kamu mendengar omong kosong itu dari mana, tapi sebaiknya kamu tidak terlalu mendengarkan hal itu, Lita," ujar Rania kemudian.
"Aku mendengarnya dari Kak Risa dan Erick sendiri," sahut Lalita.
"Apa?" Terang saja Rania membeliak mendengar itu.
"Mereka menjalin hubungan dan saling mencintai. Aku sangat yakin kalau Mama juga tahu hal itu. Lalu kenapa Erick malah melamarku, bukannya melamar Kak Risa? Kenapa kalian semua membuatku berpikir seakan Erick menyukaiku sejak lama?" Lalita mulai terlihat emosional.
"Kenapa, Ma? Mama dan Papa pasti yang mengatur semuanya, kan?!"
Rania terlihat agak syok. Dia benar-benar tak menyangka jika kedatangan Lalita yang begitu tiba-tiba hari ini adalah untuk menanyakan sesuatu yang telah menjadi rahasia sejak lebih dari dua tahun lalu.
"Risa dan Erick … tidak mungkin mereka mengatakan omong kosong itu padamu. Tidak mungkin …." Alih-alih menjawab pertanyaan Lalita, Rania malah bergumam dengan wajah panik.
"Aku tidak bohong. Mereka mengatakan itu dan aku mendengarnya dengan kedua telingaku sendiri. Tentu saja mereka tidak tahu kalau aku juga berada di tempat itu. Tapi itu bukan hal yang penting lagi. Intinya, sekarang aku tahu kalau kalian semua sudah membohongiku. Sebenarnya aku berhak marah, tapi aku tidak akan melakukan itu. Aku cuma ingin Mama memberikanku penjelasan. Erick mencintai Kak Risa, tapi kenapa dia malah datang melamarku? Kenapa?!"
Bersambung ....
Mohon maaf, updatenya telat. Ada kerjaan di rea life. Mudah-mudahan besok bisa doble up.
Mak othor kereeen /Good//Good//Good//Good//Good/