Nasib naas menimpa Deandra. Akibat rem mobilnya blong terjadilah kecelakaan yang tak terduga, dia tak sengaja menabrak mobil yang berlawanan arah, di mana mobil itu dikendarai oleh kakak ipar bersama kakak angkatnya. Aidan Trustin mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya, sedangkan Poppy kakak angkat Deandra mengalami koma dan juga kehilangan calon anak yang dikandungannya.
Dalam keadaan Poppy masih koma, Deandra dipaksa menikah dengan suami kakak angkatnya daripada harus mendekam di penjara, dan demi menyelamatkan perusahaan papa angkatnya. Sungguh malang nasib Deandra sebagai istri kedua, Aidan benar-benar menghukum wanita itu karena dendam atas kecelakaan yang menimpa dia dan Poppy. Belum lagi rasa benci ibu mertua dan ibu angkat Deandra, semua karena tragedi kecelakaan itu.
"Tidak semudah itu kamu memintaku menceraikanmu, sedangkan aku belum melihatmu sengsara!" kata Aidan
Mampukah Deandra menghadapi masalah yang datang bertubi-tubi? Mungkinkah Aidan akan mencintai Deandra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ya Allah, Aku lelah!
Bayangkan sudah nikahnya dalam terpaksa, tidak ada rasa suka sama sekali walau tidak bisa dipungkiri jika pria lumpuh itu memiliki pesona dan aura pemikat pada wajahnya, apalagi di saat dia masih berdiri dengan gagahnya, banyak wanita iri hati dengan Poppy istrinya.
Deandra menundukkan wajahnya ketika Papa Ernest menjelaskan maksud meminta dirinya untuk mengandung anak Aidan, semuanya semata-mata untuk mengembalikan saham kepemilikan perusahaan Papa Ernest 100%, lantas dia yang harus dikorbankan dengan dalih balas budi. Ingin sekali Deandra berteriak, namun dia hanya bisa memendam semuanya itu seorang diri.
Sudah susah payah dia menerima Aidan menjadi suaminya, sekarang permintaan Papa Ernest sama dengan yang dipinta oleh Papa Ricardo tadi pagi, Deandra bisa menyimpulkan pasti Papa Ricardo sudah menghubungi papa angkatnya.
“Tolong Papa, Deandra ... hanya kamu satu-satu harapan Papa. Andaikan Poppy tidak berbaring di rumah sakit, Papa tidak akan mengemis sama kamu. Lagi pula Papa berjanji setelah kamu melahirkan anak Aidan, kamu bisa bercerai dari Aidan. Mereka hanya meminta satu keturunan darimu,” ucap Papa Ernest masih berjuang menggoyahkan pendirian Deandra yang masih bersiteguh untuk tidak mengandung, digauli saja dia tidak rela walau sebenarnya hak Aidan sebagai suaminya, tapi memangnya Aidan mau menggauli dirinya, sudah bisa dipastikan pria lumpuh itu jijik dengannya.
“Pikirkanlah baik-baik Deandra, jika saat itu kamu tidak ceroboh, keadaan kamu tidak akan seperti ini,” kata Papa Ernest, sekarang malah menyudutkan dirinya.
Deandra menegakkan wajahnya dan menatap sendu papa angkatnya. “Aku tidak bisa menjanjikan mau atau tidaknya, berikan aku waktu untuk memikirkannya,” pinta Deandra suaranya bergetar.
“Jangan lama-lama berpikirnya Deandra, Papa harap besok ada jawabannya,” jawab Papa Ernest, sangat berharap anak angkatnya berkata iya dan menyanggupinya.
Deandra tidak berkata lagi, dia berdiri dari duduknya. “Aku kembali ke ruangan dulu Pah,” pamit Deandra, dia berlalu begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Papa Ernest, pria paruh baya itu pun tidak bisa menahan kepergiannya. Harta, harta, harta bisa membuat manusia lupa, jika dia telah berbuat sesuatu yang buruk dan telah mendzolimi seseorang karena harta! Mungkin inilah yang Papa Ernest lakukan.
Kepala Deandra rasanya ingin pecah, dadanya pun rasanya juga amat menyesakkan, kenapa semuanya datang dalam waktu yang bersama-samaan. Langkah kaki wanita itu begitu cepat menuju ruangannya yang berada di lantai lima. Berhubung dia sudah tidak mampu berpikir jernih lagi, setibanya di kubikelnya wanita berkacamata itu merapikan semua barangnya dan dimasukkannya ke dalam tas, kemudian meninggalkan ruangan tersebut dan tidak memedulikan panggilan Freya.
“Dea kenapa ya, apa jangan-jangan dipecat sama Pak Ernest, waduh kalau beneran ... Kasihan banget,” gumam Freya sendiri sepeninggalnya Deandra, akhirnya punya pemikiran seperti itu.
Untungnya Aidan tidak tahu dengan kepergian Deandra karena sedang menerima tamu, padahal belum jam pulang kerja wanita itu sudah pergi.
...----------------...
Dua jam kemudian ...
Pantai.
Angin sepoi-sepoi menerpa tubuh mungil wanita berkacamata itu, rambut yang terbiasa dikuncir kuda sekarang tergerai dengan indahnya. Dibiarkan saja angin menyentuh rambut panjangnya, dan dibiarkan juga buliran bening itu jatuh satu persatu di pipi putih bagaikan air susu. Kacamata bulat yang biasa bertengger di hidungnya kini sudah terlepaskan karena selalu berembun akibat buliran bening itu.
“Ya Allah, aku lelah.”
Sudah berulang kali pula tangan kanannya menepuk dadanya agar rasa sesaknya berhenti saat itu juga, namun hal itu tidak bisa dia kendalikan. Yang ada sore ini dia meratapi hidupnya dengan memeluk tubuhnya sendiri yang terduduk di atas hamparan pasir pantai.
“Ya Allah kenapa bertubi-tubi cobaan ini datang! Tidak bisakah aku hidup dengan tenang! Kenapa Ya Allah? kenapa bukan aku saja yang menggantikan posisi Kak Poppy, atau penjarakan aku saja atas kesalahan ku, tidak seperti ini!” gumam Deandra seorang diri dalam isak tangisnya, waktu pun terus berlalu dan Deandra semakin larut tenggelam dalam kesedihannya.
Ombak pantai terlihat semakin tenang, bertanda senja akan tiba. Sinar matahari pun mulai berubah menjadi orange, angin pantai pun semakin sejuk hingga terasa menusuk ke pori-pori kulit, Deandra hanya bisa menatap nanar sinar senja itu dengan kedua netranya beriringan tubuhnya bangkit dari duduknya di atas pasir putih.
Kaki Deandra semakin jauh melangkah menyelusuri pinggir pantai itu, dan kaki tanpa alas itu mulai merasakan basah terkena air laut, rasanya dingin namun mampu mengalihkan perhatian Deandra untuk terus melangkah lebih jauh ke arah lautan.
Awal semata kaki, lalu naik sebatas lutut, kemudian bertambah setinggi pinggang dan lama kelamaan air laut pun setinggi kepalanya, wanita itu tersenyum dan memejamkan kedua netranya dengan tenang. Riak ombak yang awalnya tenang, tiba-tiba saja deburannya meninggi hingga mampu menyeret tubuh Deandra.
“Ibu, Ayah kemanakah kalian berdua? Kenapa aku tidak diajak pergi dengan kalian berdua? Kalian berdua masih hidupkah atau telah tiada?”
Semakin lama Deandra merasakan jiwanya melayang dan lepas begitu saja.
Semenit, lima menit, Karno tampak galau melihat wanita yang dia pantau belum juga keluar dari air laut. Sedari tadi dia sudah melaporkan keberadaan Deandra melalui pesan WA ke Aidan namun belum juga dibaca karena bisa dilihat dari notif tanda centang duanya.
“Wah kacau jangan-jangan dia malah bunuh diri sengaja tenggelamkan diri ke laut,” gumam Karno sendiri, mulai risau.
Dari kejauhan ada sosok pria menghamburkan diri ke tengah laut lalu diikuti oleh beberapa orang, Karno pun melepaskan kedua sepatunya sembari mencoba menelepon Tuan mudanya, berharap teleponnya diterima.
“Tuan Aidan, Deandra tenggelam di pantai,” lapor Karno, saat panggilan teleponnya diterima.
“APA!” teriak Aidan karena terkejut dapat kabar tersebut, jantung pria itu langsung berdegup cepat.
Karno menyebutkan lokasi kejadian kemudian menutup teleponnya, dan bergegas membantu beberapa pria yang sudah mencemplungkan diri ke lautan.
Setelah dapat kabar dari Karno baru lah Aidan membaca pesan dari Karno jika sejak tadi mengikuti Deandra yang pergi di lantai yang ada di pinggiran Jakarta Utara.
“Bukan begini caranya Deandra!” teriak kesal sendiri Aidan, pria itu lantas meminta Lucky untuk mengantarnya menyusul Karno ke tempat kejadian.
Hati Aidan tampak kesal dan gusar, serta mengumpat Deandra berkali-kali yang menenggelamkan dirinya sendiri. “Tidak secepat itu kamu mati Deandra, aku belum puas menyiksamu!” gumam Aidan sendiri, sembari meremas kedua pahanya dengan kedua tangannya.
Lucky yang duduk di samping sopir sedikit menolehkan wajahnya ke belakang untuk memastikan jika telinganya tidak salah dengar atas ucapan Aidan barusan.
Sementara itu Deandra berhasil diselamatkan dan masih bernapas walau sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Penjaga pantai yang bertugas segera membuat napas buatan dan CPR untuk pertolongan pertama, sedangkan rekan yang lain segera memanggil mobil ambulans agar segera dapat penanganan lebih lanjut.
Karno yang turut membantu menyelamatkan Deandra terlihat sudah basah kuyup, tapi kedua netranya dibuat terkesiap saat melihat wajah Deandra yang tanpa menggunakan kacamata, dan kulit wajahnya putih tanpa flek hitam. “Cantik sekali,” gumam Karno bermonolog dengan rasa yang tidak percaya, sampai berulang kali dia mengedipkan matanya.
Melihat mobil ambulans sudah datang, Karno bergegas merapikan tas, sepatu, kacamata Deandra yang tergeletak di atas pasir kemudian mengikuti mobil ambulans tersebut menggunakan mobilnya.
Sementara itu di mobil milik Aidan, pria itu meminta sopirnya untuk menambah kecepatan agar cepat sampai ditujuan.
“Cepatan setir mobilnya! Jangan lelet!” bentak Aidan.
“Sabar Tuan, jika kita ngebut takutnya terjadi kecelakaan,” jawab Lucky dengan tenangnya.
Jika bicara tentang kecelakaan, Aidan mendesah panjang. Tidak lucu jika dirinya kembali terkena musibah kembali.
Bersambung ...
Apa reaksi Aidan melihat wajah asli istri keduanya? Terpesonakah? Ikuti di next bab ya. Kakak readers jangan lupa dukungannya ya, like, komen, kembang, kopinya, plus VOTE hari Senin buat Deandra mau dong 😊.
Terima kasih sebelumnya 🙏🏻
keren thor..
aq suka ma novel2 mu.....
sukses selalu thor...../Heart//Heart//Heart//Heart/