Seorang gadis bernama Arumi terjebak satu malam di kamar hotel bersama pria asing. Tak di sangka pria itu adalah seorang CEO. Orang terkaya di kotanya. Apa yang akan Arya lakukan pada Arumi? apakah Arya akan bertanggung jawab dengan kejadian malam itu, lalu bagaimana dengan calon istri Arya setelah tahu hubungan satu malam Arya dengan Arumi. Apakah dia akan membatalkan pernikahannya dengan Arya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aina syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menunggu jemputan
Terik matahari di siang ini begitu sangat menyengat. Arumi sejak tadi masih menuntun motornya yang mogok.
"Kenapa sih, harus mogok lagi. Hari ini kan hari pertama aku kerja. Bagaimana kalau aku datang terlambat," gerutu Arumi.
Arumi yang sudah lelah dan merasa jengkel menghentikan langkahnya dan meletakkan motor itu di bawah pohon.
Arumi menangis. Tampaknya dia sudah putus asa dengan motor bututnya. Saat ini Arumi juga tidak pegang uang cukup banyak untuk membawa motornya ke bengkel.
Di sela-sela Arumi menangis, seseorang menyodorkan sapu tangannya. Arumi terkejut saat melihat seorang lelaki berpawakan tinggi tegap, berkulit putih, berhidung mancung dan berkacamata hitam. Sepertinya Arumi tidak mengenali lelaki itu.
Arumi bangkit dari duduknya. Dia tampak ragu untuk menerima sapu tangan dari pria tersebut.
"Kenapa kamu menangis di sini? apa ini kebiasaan kamu suka menangis di depan umum. Ambilah sapu tanganku. Hapus air mata kamu," ucap Arya.
Arumi mengambil sapu tangan Arya.
"Makasih," ucap Arumi. Arumi kemudian mengusap air matanya dengan sapu tangan milik Arya.
Arya membuka kaca mata hitamnya.
"Apa kamu masih ingat sama aku. Sepertinya kamu sudah melupakan cinta satu malam kita," ucap Arya.
Arumi terkejut saat melihat Arya.
"Tu...tuan. Jadi itu kamu."
Arya tersenyum kecil.
"Kenapa kamu di sini?"
"Aku... Em... itu..." Arumi tampak gugup saat bicara dengan Arya.
"Ini motor kamu?" tanya Arya lagi.
Arumi menganggukan kepalanya.
"Kenapa dengan motor kamu?"
"Motor aku mogok lagi Tuan. Aku belum punya uang untuk membawanya ke bengkel."
"Terus sekarang kamu mau ke mana?"
"Sebenarnya aku mau pergi kerja. Tapi motor aku malah mogok di tengah jalan. Aku bingung mau nyari tumpangan di mana. Dan aku juga tidak mungkin meninggalkan motor aku di sini karena ini motor satu-satunya yang aku punya. Dan hari ini juga hari pertama aku kerja."
"Kalau begitu, ikutlah denganku dan tinggalin saja motor kamu di sini."
"Tapi Tuan. Aku nggak bisa meninggalkan motor aku. Bagaimana kalau ada yang bawa."
"Kamu nggak usah khawatir. Nanti orangku yang akan mengurusnya. Kamu masuk saja ke mobil. Aku akan antar kamu ke tempat kerja kamu."
Arumi tersenyum.
"Makasih ya Tuan."
Arumi kemudian mengikuti langkah Arya sampai ke mobil. Setelah itu Arya dan Arumi masuk ke dalam mobil dan meluncur pergi meninggalkan tempat itu.
Kasihan sekali kehidupan gadis ini. Dia gadis yatim yang miskin. Dia hanya tinggal dengan ibunya. Andai aku bisa membantunya lebih banyak dari ini, ucap Arya di sela-sela menyetirnya.
Arya sejak tadi masih fokus menyetir. Sementara Arumi sejak tadi masih diam.
"Harusnya aku sudah sampai di kantor setengah jam yang lalu, tapi ini sudah setengah dua. Aku sudah terlambat setengah jam," gumam Arumi.
"Apa yang kamu gumam kan Arumi?" tanya Arya yang kurang jelas saat mendengar apa yang Arumi ucapkan.
Arumi menatap Arya
"Nggak ada apa-apa kok Tuan. Aku hanya takut, dimarahin atasan karena aku datang terlambat."
"Kamu bilang saja yang sebenarnya pada atasan kamu. Bilang saja kalau motor kamu mogok. Pasti mereka akan memaklumi."
"Iya. Tapi aku takut aja karena ini hari pertama aku kerja. Aku juga belum terbiasa kerja di tempat itu dan belum mengenal orang-orangnya."
Kamu nggak usah khawatir Arumi, itu kantorku, siapa yang akan berani menindas mu. Aku sudah mengatakan pada Bu Azizah untuk melindungi mu, batin Arya.
Arya memang sengaja menyembunyikan kebaikannya dari Arumi. Arya tidak mau Arumi salah paham dengan kebaikannya. Arya tidak mau terlalu dekat dengan wanita. Karena sebentar lagi dia akan menikah dengan Olivia.
Sesampainya di depan gedung besar itu, Arya menghentikan laju mobilnya.
"Ini tempat kerja kamu? " tanya Arya.
Arumi mengangguk.
"Iya Tuan. Kalau gitu, aku turun dulu ya Tuan. "
"Iya."
Arumi kemudian turun dari mobil Arya. Setelah itu Arumi pun pergi masuk ke dalam kantor itu.
"Semoga kamu betah Arumi kerja di kantor ini, " ucap Arya.
Arya kemudian memutar balik mobilnya untuk pergi ke kantor pusat.
***
Sore ini, Olivia masih berada di depan rumah sakit. Sejak tadi dia masih menunggu jemputan.
"Sudah waktunya pulang, tapi kenapa Mas Arya belum datang jemput aku ya, " ucap Olivia.
Olivia mencoba untuk menelpon Arya. Namun sejak tadi Arya tidak mengangkat panggilan dari Olivia.
"Apa Mas Arya lagi sibuk ya. Kalau dia nggak bisa jemput, harusnya dia bilang ke aku. "
Ring ring ring..
Ponsel Olivia tiba-tiba berdering. Oliva segera mengangkat panggilan dari Arya.
"Halo Mas. Kamu di mana. Kamu jadi nggak sih jemput aku."
"Halo sayang. Maaf ya. Aku ada meeting mendadak sore ini. Jadi aku nggak bisa jemput kamu. Kamu pulang naik taksi dulu ya."
"Ya udah deh. Kamu lanjutin lagi pekerjaan kamu."
"Iya sayang."
"Bye..."
"Bye.."
Setelah menutup saluran telponnya, Olivia terkejut saat gerimis mulai turun.
"Yah, pakai acara hujan lagi. Ada nggak taksi hujan-hujan gini. Andai aku tahu akan seperti ini, lebih baik tadi pagi aku bawa mobil sendiri aja," gerutu Olivia.
Setelah lama Olivia menunggu hujan reda, seorang lelaki sepantarannya menghampirinya.
"Oliv," ucap Stefan rekan kerja Olivia yang sama-sama seorang dokter.
"Stef, kamu belum pulang?"
Stefan menggeleng.
"Kamu sendiri kenapa masih di sini?"
"Sebenarnya aku lagi nungguin Mas Arya. Tapi ternyata dia nggak bisa jemput," ucap Olivia tampak sedih.
Stefan tersenyum.
"Gimana kalau kita pulang bareng. Aku akan antar kamu sampai rumah."
"Tapi, apa nggak ngerepotin Stef?"
"Tentu saja nggak. Lagian, rumah kita bukannya searah?"
Olivia tersenyum. Tanpa berfikir panjang, dia akhirnya menyetujui untuk menumpang mobil Stefan. Olivia dan Stefan sudah saling mengenal sejak mereka masih kuliah di kampus yang sama. Mereka juga mengambil jurusan yang sama ya itu kedokteran. Olivia juga sudah berteman baik dengan lelaki itu. Jadi Olivia tidak pernah ragu menerima bantuannya.
Stefan melebarkan payungnya. Setelah itu dia payungan berdua dengan Olivia sampai ke mobilnya.
Olivia dan Stefan masuk ke dalam mobil. Setelah itu mereka meluncur pergi meninggalkan rumah sakit.
"Liv, kamu lapar nggak?"
"Nggak terlalu lapar juga."
"Tapi kamu belum makan kan?"
"Aku udah makan tadi siang."
"Itu sih tadi siang. Ini sudah sore, pasti kamu sudah lapar lagi kan. Gimana kalau kita mampir makan dulu. Kebetulan aku lagi lapar nih. Sudah lama juga kan kita nggak makan bareng. Gimana kalau aku yang traktir kamu."
"Boleh deh."
Stefan dan Olivia kemudian pergi ke cafe. Sesampainya di sana, mereka turun dari mobilnya dan masuk ke dalam cafe. Mereka memilih tempat duduk dan memesan makanan pada pelayan cafe.
"Mbak, nasi goreng dua porsi sama jus jeruk dua," ucap Stefan.
"Baik."
Olivia dan Stefan kemudian menunggu pelayan itu menyajikan pesanannya.
"Hujannya deras banget Liv."
"Iya Stef. Kita tunggu saja sampai hujannya reda."
"Iya. Kita ngobrol-ngobrol santai dulu di sini."
Setelah pesanan datang, Olivia dan Stefan kemudian makan bersama.