Ig : @ai.sah562
Bismillahirrahmanirrahim
Diana mendapati kenyataan jika suaminya membawa istri barunya di satu atap yang sama. Kehidupannya semakin pelik di saat perlakuan kasar ia dapatkan.
Alasan pun terkuak kenapa suaminya sampai tega menyakitinya. Namun, Diana masih berusaha bertahan berharap suaminya menyadari perasaannya. Hingga dimana ia tak bisa lagi bertahan membuat dirinya meminta.
"TALAK AKU!"
Akankah Diana kembali lagi dengan suaminya di saat keduanya sudah resmi bercerai? Ataukah Diana mendapatkan kebahagiaan baru bersama pria lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tergoda oleh Rayuan
"Prisil ditemukan tergeletak dalam keadaan tak bernyawa dengan darah terus mengalir dari pergelangan tangannya. Dia bunuh diri karena tidak sanggup mendapatkan Bulian seseorang yang mengetahuinya gila."
"Mama begitu histeris mendapati Putrinya sudah tidak bernyawa lagi. Dia juga menemukan ponsel Prisil yang menunjukkan foto seorang gadis remaja dimana gambar tersebut bertuliskan aku bukan pembunuh."
"Entah siapa yang membunuh entah siapa yang di bunuh, tapi foto itu menunjukan jika Prisil terluka akibat bullyan dari gadis tersebut."
"Hatiku hancur, Nita. Adik satu-satunya yang kusayangi tiada karena seseorang. Di sosmednya pun Prisil memposting foto gadis itu, yang di mana bertuliskan tukang bully. Itu artinya, gadis itu sudah membully adikku, menyebarkan berita hoaks jika adikku gila. Aku tidak terima adik manis ku tiada." Ujar Danu dengan mata berkaca-kaca mengingat kembali saat ia pulang tubuh adiknya sudah terbujur ke aku.
"Apa kau tahu siapa gadis yang ada di foto itu? Dia adalah Diana. Mas terkejut melihat Diana sekolah di universitas papa. Dari sanalah Mas akan membalaskan dendam atas kematian Prisil. Diana harus merasakan apa yang Prisil rasakan." Tangannya terkepal, rahangnya mengeras, sorot matanya memerah memancarkan kemarahan yang begitu mendalam.
"Tapi, Mas. Nita enggak setuju dengan semua ini. Mas Zio hanya menyimpulkan dari gambar yang tante temukan di ponselnya Prisil. Siapa tahu ini hanyalah kesalahpahaman saja. Siapa tahu itu bukan Diana." Anita yakin ada kesalahpahaman terjadi diantara mereka.
"Tidak, bukti sudah menunjukan jika Diana penyebab kematian Prisil adalah Diana. Mas akan tetap melanjutkan rencana Mas." Danu bergegas pergi dari sana.
Anita mengejar agar Kakak sepupunya tidak gegabah dalam bertindak. "Mas Zio, jangan gegabah, Mas."
Tapi Danu tidak mendengarkan, rasa dendam atas kematian adiknya membutakan dia pada sebuah kenyataan yang seharusnya terkuak sejak lama.
Danu meluncur pergi menggunakan motor merah kesayangannya.
*********
Lain halnya dengan Diana yang tengah menangis di pelukan Cici. Dia cukup terkejut atas berita yang ia dengar, perlakuan yang dia dapatkan. Semua orang mencibirnya, menatap benci padanya, mengatainya sebagai pembunuh.
"Aku pembunuh, Ci. Aku memang pembunuh." Diana terisak pilu dalam dekapan sahabat nya.
Cici juga merasakan sedih atas apa yang menimpa Diana. dia berusaha menenangkan memberikan kekuatan kepada sahabatnya.
"Kamu harus kuat, Dee. Kamu buktikan kepada mereka kalau kamu bukan pembunuh. Apa yang terjadi hanya ketidaksengajaan, kecelakaan." Cici terus mengusap punggung Diana mencoba menenangkannya.
"Meski tidak sengaja, aku ini pembunuh." Diana tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan.
"Daripada menangis terus, mending sekarang kamu pulang. Ini sudah mau magrib. Kamu masih memiliki suami yang harus kamu patuhi meski suami kamu memperlakukanmu kurang baik. Kasihan keponakanku, dan juga tidak baik bagi ibu hamil berkeliaran di luar rumah magrib-magrib begini."
Diana mengurai pelukannya. Dia masih tersedu-sedu. "Kamu benar, aku harus pulang." Dia menghapus air mata nya. Menarik dalam-dalam udara kemudian menghembuskannya secara perlahan.
Walau bagaimanapun, dia tetap seorang istri. dan dia tidak boleh keluar terlalu lama tanpa izin suaminya.
"Aku antar kamu pulang, ya?" Diana mengangguk. Diana pun pulang bareng Cici.
*******
Setibanya di depan rumah Danu, Diana berpamitan kepada Cici.
"Makasih ya, Ci sudah mengantarkanku pulang. Terima kasih juga karena kamu sudah menjadi sahabat terbaikku dalam suka maupun duka," ucap tulus Diana kepada sahabatnya.
Cici tersenyum tulus. Dia mengangguk. "Sama-sama, gunanya seorang sahabat memang begitu kan. Ada di saat sahabatnya dalam keadaan bahagia dan sedih. Aku doakan semoga masalahmu cepat selesai."
"Aamiin. Kalau begitu aku masuk dulu." Pamit Diana langsung masuk setelah Cici pergi dari sana.
Diana menghelakan nafas. Lalu dia membuka pintu.
"Kamu baru pulang?" tanya dan mengagetkan Diana yang sedang menutup pintunya kembali.
Dia menengok lalu mengangguk. Matanya masih terlihat sebab, karena tidak ingin banyak berdebat dengan suaminya. Saat hendak berjalan masuk ke dalam kamar, Danu tiba-tiba saja memeluk Diana.
"Maafkan aku, Dee. Aku salah sudah menyakitimu. Maafkan aku." Danu mendekap erat tubuh Diana dari belakang. Dia menelusukan wajahnya ke ceruk leher Diana.
Dia tertegun atas apa yang suaminya lakukan saat ini. Helaan nafas hangat yang menerpa kulit lehernya membuat sebuah rasa yang berbeda.
"Mas Danu..." lirih Diana.
"Maafkan aku." Danu melepaskan pelukannya, membawa Diana berhadapan dengannya. Kedua tangannya memegang pundak Diana, matanya menatap dalam manik mata sang istri.
"Apa kamu mau memaafkanmu? Aku salah salah melakukan ini padamu. Seharusnya aku tidak melakukan ini apalagi menghianatimu. Aku sadar kalau kamu memang yang terbaik. Aku khilaf, Dee. Aku terbawa nafsu."
Air mata Diana kembali menetes merasakan sakit atas penghianatan sang suami, atas perlakuan kasarnya, atas tuduhan yang tidak pernah ia lakukan.
"Aku tidak membunuh adikmu, Mas."
"Sssttt.." Danu menempelkan cari telunjuknya ke bibir Diana. "Aku bilang aku salah, semuanya keliru. Aku minta maaf. Soal Anita, dia baik-baik saja. Kamu jangan khawatir mengenai ini semua. Besok kita temui Anita di rumah sakit, kamu mau kan memaafkanmu. Aku mencintaimu, Diana."
Deg...
Danu tertegun sendiri atas ucapannya sendiri. Jantungnya berdegup dikala kata itu terucap. Tatapan Diana sungguh menggetarkan hatinya. Namun, Danu menyangkal itu semua. "Tidak, kau tidak mencintainya," ungkapnya dalam hati.
Diana menghambur memeluk suaminya. Dia menangis terisak menyembunyikan wajahnya. "Aku sakit melihatmu bersama wanita lain, hatiku rapuh kamu menikah dengannya. Aku juga sakit kamu menuduhku. Tapi aku mencintaimu, Mas. Aku mencintaimu. Tolong ceraikan dia demi aku."
Rasa cinta yang begitu dalam serta tulus untuk suaminya, membuat Diana mencoba memaafkan sang suami meski hatinya masih sakit. Dia juga berusaha mempertahankan rumah tangganya demi anak yang sedang ia kandung. Diana tidak ingin anaknya kehilangan sosok ayah jika ia berpisah dari suaminya.
"Iya, aku akan menceraikannya."
"Apa yang harus ku ceraikan jika Anita bukanlah istriku melainkan adik sepupu, ku." batin Danu.
Danu melepaskan pelukannya. Dia mengusap air mata Diana. Mengecup keningnya secara lembut. "Kamu bodoh, Diana. Cinta mu membutakan segalanya," batin Danu namun, hatinya tiba-tiba merasa gelisah di saat ia akan melakukan langkah selanjutnya. Hatinya seakan menolak untuk tidak melakukannya.
Danu melepaskan kecupannya. Dia menatap dalam wajah cantik Diana. Diana juga menatap mata Danu. Tatapan inilah yang Diana rindukan. Tatapan lembut yang selalu membuatnya luluh terhadap seorang Danu Alzio Fakhri.
Danu berbisik di telinga Diana. "Aku menginginkan mu, sayang." lalu mengecup lembut area sensitif Diana.
Perlahan Danu mengikis jarak diantara keduanya, dia menyatukan kedua benda kenyal mereka dan menggiring tubuh Diana ke dalam kamar. Diana yang bucin terhadap suaminya seakan melupakan apa yang telah terjadi pada mereka. Dengan hati yang ikhlas serta cinta yang tulus, Diana menyerahkan kembali dirinya kepada sang suami. Berharap rumah tangganya baik-baik saja.
Namun, berbeda dengan Danu yang tengah menyeringai merencanakan sesuatu.