Cerita ini mengisahkan tentang diri seorang pendekar muda bernama Lin Tian. Seorang pendekar pengawal pribadi Nona muda keluarga Zhang yang sangat setia.
Kisah ini bermula dari hancurnya keluarga Zhang yang disebabkan oleh serbuan para pendekar hitam. Saat itu, Lin Tian yang masih berumur sembilan tahun hanya mampu melarikan diri bersama Nona mudanya.
Akan tetapi sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak kepada pemuda itu. Lin Tian terpaksa harus berpisah dengan sang Nona muda demi menyelamatkan nyawa gadis tersebut.
Dari sinilah petualangan Lin Tian dimulai. Petualangan untuk mencari sang Nona muda sekaligus bertemu dengan orang-orang baru yang sebagian akan menjadi sekutu dan sebagian menjadi musuh.
Kisah seorang pengawal keluarga Zhang untuk mengangkat kembali kehormatan keluarga yang telah jatuh.
Inilah Lin Tian, seorang sakti kelahiran daerah Utara yang kelak akan menggegerkan dunia persil
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adidan Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Pegunungan Tembok Surga
Lin Tian akhirnya terbangun ketika hari mulai senja. Saat dia mencoba untuk bangkit seluruh badannya dari ujung rambut sampai ujung kaki terasa sakit semua, namun dia tidak mengeluh dan menyerah. Lin Tian kemudian mengambil pedang milik pendekar yang ia bunuh tadi untuk dijadikan senjata karena pedang pemberian Zhang An sudah patah ketika pertarungan terakhir.
Kembali Lin Tian melanjutkan perjalanannya menuju tujuan awal, kearah selatan.
Tak terasa malam pun tiba, namun anak ini tidak pernah berniat untuk menghentikan langkahnya sedikitpun. Lin Tian membuat sebuah obor untuk dijadikan sebagai penerangan malam itu, dia juga mengambil beberapa buah dan dedaunan yang layak untuk dimakan sebagai bekal di perjalanan. Saat makan pun Lin Tian melakukannya sambil terus berjalan.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali, Lin Tian kembali pingsan dibawah lereng sebuah pegunungan. Pegunungan ini biasa disebut orang-orang sebagai 'Pegunungan Tembok Surga'.
Mereka menamai pegunungan ini sebagai Pegunungan Tembok Surga adalah karena ketinggian gunung-gunung dalam pegunungan ini sangat tinggi dan sebagian besar puncak gunung tingginya sampai menembus awan.
Alasan lainnya adalah karena pegunungan ini berbentuk seperti sebuah tembok raksasa yang memisahkan kedua wilayah daratan. Pegunungan Tembok Surga membentang dari ujung Tenggara hingga ke ujung Barat Laut, memisahkan wilayah Utara dan Selatan.
Bahkan ada sebuah cerita dongeng yang datangnya dari para penduduk desa sekitar pegunungan tersebut. Mereka berkata bahwasannya setiap malam pergantian tahun, para dewa akan turun ke puncak-puncak Pegunungan Tembok Surga untuk melihat langsung keadaan manusia di bumi.
Ada juga yang mengatakan jika setiap malam bulan purnama, para bidadari surga akan turun ke puncak tertinggi Pegunungan Tembok Surga untuk mandi di sebuah telaga yang berada di sana. Akan tetapi semua itu tak lebih hanyalah sekedar cerita dongeng pengantar tidur dari para penduduk desa yang sampai saat ini sama sekali belum terbukti kebenarannya.
Tujuan Lin Tian dan Zhang Qiaofeng pada perjalanan kali ini adalah untuk pergi ke seberang Pegunungan Tembok Surga yang merupakan wilayah Selatan.
Wilayah Selatan dikuasai oleh kekaisaran besar bernama Kekaisaran Chu yang daerah kekuasaannya mencakup seluruh daerah Selatan sampai ke Barat daratan. Sedangkan untuk wilayah Utara yang menjadi tempat kelahiran Lin Tian sekaligus tempat berdirinya keluarga Zhang, dikuasai oleh Kekaisaran Song yang daerah kekuasaannya mencakup seluruh daerah Utara sampai ke Timur daratan.
Kedua kekaisaran ini selalu menjaga perdamaian dan tidak pernah bentrok, karena itu pula antara wilayah Utara dan Selatan selalu berhubungan baik satu sama lain.
Lalu mengapa Nona dan pengawalnya ini pergi melarikan diri ke wilayah Selatan yang menjadi wilayah Kekaisaran Chu? Jawabannya mudah, karena walaupun hanya keluarga bangsawan biasa, namun keluarga Zhang sudah cukup terkenal di wilayah Utara ini. Dan seandainya jika para musuh itu berencana menghasut keluarga lain atau bahkan memfitnah keluarga Zhang dengan tuduhan yang bukan-bukan, maka akan celakalah Zhang Qiaofeng dan pengawalnya itu.
*******
Ketika sinar matahari mulai terasa menyengat, Lin Tian terbangun dari pingsannya dan langsung pergi ke sungai yang berada tak jauh darinya untuk mandi dan mencuci pakainnya yang kotor.
Selesai mandi dan memebersihkan pakaiannya, Lin Tian lalu memakan buah-buahan yang ia kumpulkan selama di perjalanan sambil duduk termenung di depan api unggun.
Dia menatap jauh kedepan dengan tatapan kosong. Saat ini entah mengapa Lin Tian merasa rindu dengan Nona mudanya, memang sejatinya dari awal dia ingin selalu berada di samping Zhang Qiaofeng sebagai seorang pengawal pribadi yang setia, namun keadaan memaksa dirinya untuk berpisah dari Nonanya demi menyelamatkan nyawa gadis itu yang tentu saja jauh lebih penting dari nyawanya sendiri yang hanya seorang pengawal.
Lin Tian tanpa sadar mengepalkan tangannya hingga buah yang sedang berada dalam genggamannya hancur berantakan. Dia merasa malu kepada dirinya sendiri yang masih sangat lemah sehingga keluarga Zhang menjadi seperti ini, dia berpikir jika seandainya dia sedikit lebih kuat, mungkin saja nyawa kedua orang tua Zhang Qiaofeng masih bisa terselamatkan atau setidaknya keluarga Zhang tidak sampai hancur berantakan seperti sekarang.
Lin Tian terus saja menyalahkan dirinya sendiri, merasa menjadi seorang pendekar tidak berguna yang hanya berlagak menjadi pengawal pribadi seorang Nona muda. Padahal tanpa sepengetahuan Lin Tian sendiri, tidak ada satupun orang di keluarga Zhang yang menyalahkan dirinya atas semua bencana ini, termasuk Nona mudanya Zhang Qiaofeng.
Hal ini menunjukkan betapa besar rasa setia Lin Tian kepada keluarga Zhang hingga membuat anak yang masih berumur sembilan tahun ini menjadi sangat depresi dan frustasi.
Lin Tian kemudian bangkit berdiri dan berjalan menuju batu besar yang berada tak jauh darinya, lalu ia membenturkan kepalanya berkali-kali kearah batu itu hingga berdarah dan membuat pandang matanya berkunang.
"Tunggu saja Nona, saat pertemuan kita nanti saya akan benar-benar menjadi sosok pelindung yang setia kepada anda, saya akan menjadi pedang sekaligus perisai untuk anda Nona. Maaf Nona, untuk saat ini saya benar-benar tidak mempunyai muka untuk bertemu dengan anda, maka dari itu saya harap anda tetap selamat hingga pertemuan kita kelak." Lin Tian berteriak keras dengan mata berkobar membayangkan semangat yang membara sambil menatap ke langit.
Lalu Lin Tian menendang api unggun itu untuk memadamkannya dan langsung berlari mendaki salah satu puncak gunung. Lin Tian berniat untuk meningkatkan ilmu silatnya terlebih dahulu sebelum kembali melanjutkan perjalanannya mencari Zhang Qiaofeng.
*******
Lin Tian telah sampai di puncak ketika hari sudah gelap. Dia lalu menghampiri sebuah goa yang ada di sana dan melihat kedalamnya. Goa ini sangat bagus, pikirnya, tidak terlalu dalam dan juga hangat, sangat cocok untuk diajdikan sebuah rumah.
Mulai malam hari itu, Lin Tian menjadikan goa itu sebagai tempat istirahat dan keesokan harinya, anak ini memulai latihannya.
Setiap pagi Lin Tian akan berlari mengitari gunung dan berlatih mengangkat batu-batu besar hingga siang hari, kemudian dilanjut dengan memukul batang pohon sampai sore hari. Kemudian ketika sore Lin Tian pergi ke sungai untuk membersihkan diri dan berlatih ilmu silat berdasarkan ajaran dari kitab-kitab yang berada di dalam rak buku kamarnya.
Saat malam hari dia akan bermeditasi untuk meningkatkan tenaga dalamnya di bawah siraman air terjun hingga tengah malam, setelah itu baru Lin Tian akan istirahat.
Semua itu Lin Tian lakukan setiap hari hingga tanpa sadar sudah tujuh tahun lamanya dia tinggal di puncak tersebut.
*******
"Haaa...Haaa...Hiaaa"
Terdengar teriakan-teriakan dari seorang lelaki yang sedang berlatih ilmu silat di puncak gunung tersebut. Lelaki ini memiliki postur tubuh tinggi tegap dan berwajah tampan, matanya tajam bagaikan sebuah bilah pedang, rambutnya menjuntai awut-awutan sampai ke punggungnya, bajunya terbuat daripada bulu tebal seekor beruang liar.
Lelaki ini bukan lain adalah Lin Tian, seorang pengawal setia Nona muda keluarga Zhang. Saat ini dia sudah menjadi seorang pemuda berusia enam belas tahun yang memiliki wajah tampan dan kepandaian silat yang mumpuni.
Karena tinggal di puncak gunung yang dingin, dia membuat baju beruang itu untuk menghangatkan diri dan memang itulah satu-satunya pakaian yang ia miliki, sedangkan pakaian yang Lin Tian gunakan ketika melakukan pelarian bersama Nona mudanya tentu saja sudah tidak muat.
Selama berada di puncak ini, ilmu kepandaian silatnya sudah meningkat drastis, bahkan Lin Tian mampu menciptakan ilmu silat ciptaannya sendiri hasil dari gabungan semua kitab-kitab di rak buku kamarnya. Ilmu ini ia beri nama 'Ilmu Silat Halimun Sakti'.
Karena dengan setiap malam dirinya bermeditasi di bawah air terjun, tanpa sadar membuat tenaga dalamnya mengandung unsur Yin (Unsur dingin). Karena alasan inilah ilmu ciptaannya ia beri nama 'Halimun' atau biasa disebut sebagai kabut yang selalu berhawa dingin.
Kemudian Lin Tian juga mampu menciptakan ilmu pedangnya sendiri dengan penggabungan ajaran ilmu pedang gurunya dan ajaran ilmu silat mendiang ayahnya, maka lahirlah ilmu pedang yang ia beri nama sebagai 'Ilmu Pedang Pelukis Langit'.
Lin Tian memberi nama 'Pelukis Langit' karena ia menciptakan ilmu ini di atas puncak gunung tempat tinggalnya yang memang tingginya hingga menembus awan.
Siang hari itu, Lin Tian sedang berada di depan goa tempat tinggalnya untuk melatih dan mematangkan setiap gerakan dari ilmu ciptaannya.
"Hiaaatt!!" Lin Tian membentak keras sambil menghentakkan kedua tangannya kearah depan. Tangannya mengeluarkan cahaya putih berhawa dingin dan ia arahkan kearah batu besar yang berjarak kurang lebih lima meter di depannya.
"Brruukk!!!"
Batu besar itu pecah berhamburan ke atas tanah. Hebat sekali pukulannya ini, mampu menghancurkan batu besar setinggi manusia dewasa itu hanya dalam satu pukulan.
"Huuuuhhhh....." Lin Tian menghela nafas panjang untuk mengakhiri latihannya.
Dia lalu memandang ke salah satu puncak gunung yang tingginya bukan main, puncak yang ia tempati saat ini saja sudah sangat tinggi namun puncak yang sedang ia pandang kali ini jauh lebih tinggi lagi.
Dari tempatnya berdiri, Lin Tian bisa melihat puncak gunung tersebut. Jauh disana terlihat puncak itu tertutup oleh salju yang sangat tebal membayangkan hawa dingin yang sangat luar biasa.
Lin Tian memang berniat untuk pergi ke puncak itu untuk bermeditasi dan meningkatkan hawa dingin tenaga dalamnya. Lin Tian berpikir, jika dirinya bermeditasi di sana pasti ilmu ciptaannya akan selangkah lagi mendekati sempurna.
Pemuda ini kemudian duduk di sebuah batu rata yang ada di depan goa, kemudian mulai termenung memikirkan masa lalunya.
Jika keluarga Zhang hancur, ada tiga orang yang kemungkinan masih hidup hingga hari ini. Yang pertama adalah Nona muda Zhang Qiaofeng, yang kedua adalah kakek Zhang Qiaofeng yang bernama Zhang Hongli, kakek ini diceritakan sebagai orang paling sakti di keluarga Zhang bahkan termasuk seorang tokoh yang dihormati oleh kaum pendekar golongan putih, tetapi tiba-tiba dia menghilang entah kemana sehari pasca pengangkatan Zhang Anming sebagai pemimpin keluarga.
Dan yang ketiga...Zhang Heng!! Dia pergi dari keluarga Zhang tiga hari sebelum tragedi keluarga Zhang terjadi, dia inilah yang paling dicurigai Lin Tian selama ini. Mengingat hal ini Lin Tian menggertakkan giginya menahan amarah yang sudah menuncak.
Kemudian dia menggelengkan kepalanya cepat untuk menghilangkan segala pikiran buruk yang mengganggu.
Setelah itu Lin Tian mengeluarkan sebuah buku kecil dari balik bajunya, buku yang selama ini menjadi sosok teman bagi Lin Tian ketika berada di puncak ini untuk menghilangkan rasa kesepian dihatinya.
Ya, buku itu berjudul 'Ketenangan Batin', buku yang selain menjadi sosok teman juga yang selalu membuat Lin Tian merasa stres karena sampai hari ini pemuda itu masih belum bisa memahami maknanya.
|•BERSAMBUNG•|