Pendekar Hantu Kabut
"Nona tunggu"
"hahaha"
Sore itu disebuah hutan terdengar suara seorang anak laki laki dan perempuan, si gadis terlihat sedang mengejar seekor kucing putih yang berlari dengan sangat gesit, sedangkan si lelaki agaknya berusaha untuk mengejar gadis itu yang ia panggil Nona.
"kena kau!...ahahaha" gadis itu nampak sangat senang setelah berlari lari akhirnya dapat juga menyusul si kucing.
"hah...hah...Nona...anda berlari terlalu cepat."
"Hehe maaf Lin Tian, aku terlalu bersemangat hingga meninggalkanmu."Jawab gadis cilik itu dengan terkekeh, memperlihatkan deretan giginya yang putih berkilau bagai mutiara.
"Mari kita kembali Nona, ini sudah terlalu jauh dari rumah."
"Hmph...tidak mau, kenapa kau buru buru untuk pulang? ini masih sore, bahkan matahari pun belum terbe-."Belum sempat ia menyelesaikan perkataannya, kucing yang berada dalam gendongannya sudah melompat dan lari memasuki hutan lebih dalam.
Gadis itu terkejut dan cepat menggerakkan kakinya untuk mengejar kucing tersebut. Bocah lelaki yang ternyata bernama Lin Tian itu hanya berdiri bengong memandang kepergian Nonanya, diam diam ia mengeluh dalam hati dan tak ada pilihan lain, untuk kedua kalinya ia kembali kejar kejaran dengan gadis cilik itu.
Siapakah mereka berdua? Seperti yang diketahui, anak lelaki itu bernama Lin Tian, dia adalah seorang anak yatim piatu dari keluarga miskin di sebuah desa. Dan orang yang ia panggil nona tadi bernama Zhang Qiaofeng, seorang putri tunggal keluarga Zhang, salah satu keluarga bangsawan.
Lalu, mengapa seorang anak yatim piatu seperti Lin Tian bisa berada bersama seorang putri keluarga bangsawan? Jadi, dahulu Lin Tian merupakan seorang anak petani yang tinggal di sebuah desa kecil, namun suatu saat keluarga bersama seluruh warga di desanya dibantai habis oleh segerombolan perampok, waktu itu ia sedang berada di hutan dekat desa karena disuruh ibunya untuk mencari kayu bakar.
Saat dirinya pulang dari hutan, betapa terkejutnya dia melihat pemandangan yang sangat mengerikan terpampang di depan matanya, Lin Tian melihat orang orang desa bergeletak disana sini dalam keadaan mandi darah dan dengan tubuh yang tak utuh lagi. Teringat akan kedua orang tuanya, Lin Tian langsung lari menuju rumahnya, dan ketika ia membuka pintu, disitu sudah terlihat ayah bundanya tergeletak di lantai dengan kondisi yang tak jauh berbeda dari warga desa.
Karena ayahnya dahulu seorang pendekar, lelaki ini meninggal dalam keadaan memegang sebuah golok, namun agaknya perlawanan yang dilakukan ayah Lin Tian ini tidak berarti banyak.
Ketika ia menolehkan kepala memandang ke arah ibunya yang tergeletak di atas meja makan, ia terkejut, pasalnya ibunya itu meninggal dalam keadaan yang bisa dibilang lebih baik dari ayahnya. Seorang ibu muda ini meninggal tanpa adanya darah sedikitpun di tubuhnya. Walaupun jasadnya tak berdarah sedikitpun, namun ketika dia melihat ibunya hatinya serasa dibakar oleh api kemarahan dan dendam, bagaimana tidak, ibunya meninggal dalam keadaan telanjang tanpa busana sedikitpun! Lin Tian tidak tahu apa yang terjadi kepada ibu tersayangnya itu, namun entah kenapa ia merasa bahwa keadaan ibunya jauh lebih buruk daripada ayahnya.
Sore hari itu, Lin Tian yang baru berumur 8 tahun, hanya bisa menangis hingga larut malam dan akhirnya anak malang itu pingsan di dekat mayat ayah bundanya.
Keesokan harinya, pagi pagi sekali dia menguburkan semua orang desa termasuk ayah ibunya. Ketika selesai menguburkan semua orang, saat itulah ia bertemu dengan salah seorang anggota keluarga Zhang.
Orang itu mengenalkan dirinya sebagai Zhang Jun. Setelah mengetahui semua kejadian yang terjadi di desa kecil itu dari cerita Lin Tian, karena Zhang Jun merasa kasihan, akhirnya lelaki tua itu mengajak Lin Tian menuju ke kediaman keluarga Zhang.
Singkat cerita Lin Tian diterima oleh pemimpin keluarga dan dipekerjakan sebagai seorang pembantu. Setelah beberapa bulan, ketika rombongan keluarga Zhang pergi menuju kota raja untuk menghadiri perayaan ulang tahun kaisar. Karena ayah Lin Tian seorang pendekar sudah wajar jika anaknya pun sedikit banyak tahu akan ilmu silat, maka ia ditugaskan untuk membantu menjaga persediaan makanan selama perjalanan.
Namun dalam perjalanan, Lin Tian menunjukkan sesuatu hal yang luar biasa dan membuat semua orang tercengang. Saat perjalanan, rombongan ini diserang oleh sekelompok bandit gunung, ketika penyerangan terjadi Lin Tian ikut membantu para pengawal menghadang gerombolan bandit yang mencoba mencelakakan mereka. Tetapi yang membuat mereka terkejut adalah bahwa Lin Tian menyerang para bandit itu hanya menggunakan sebuah balok kayu! Ya, sebuah balok kayu sepanjang satu meter dengan garis tengah seukuran lengan orang dewasa.
Walaupun hanya sebuah balok kayu, akan tetapi serangan Lin Tian tidak main main, sekali ia ayunkan senjatanya itu terdengar suara nyaring akibat tulang tulang patah dari lawan yang dihadapinya.
Kebetulan nona muda Zhang Qiaofeng melihat semua kejadian itu dan langsung meminta kepada ayahnya untuk menjadikan Lin Tian sebagai pengawal pribadinya.
Awalnya ayahnya menolak keinginan itu, namun karena paksaan dari Zhang Qiaofeng dan ketika ia meceritakan hal ini kepada istrinya, ibu satu anak itu hanya setuju-setuju saja, akhirnya pria paruh baya ini menyetujui permintaan Zhang Qiaofeng dan mengangkat Lin Tian menjadi pengawal pribadinya.
Dan sekarang sudah 1 tahun semenjak Lin Tian menjadi pengawal Zhang Qiaofeng. Demikianlah sedikit riwayat hidup mengenai Lin Tian, seorang bocah pengawal nona muda keluarga Zhang.
Setelah sekian lama mereka berlari lari dihutan itu, akhirnya Zhang Qiaofeng berhenti di sebuah sungai yang tidak terlalu lebar.
"Nona Muda....hah....hah hari sudah sore, tolong-"
"Ihhh, kucing nakal." Ucap Zhang Qiaofeng memotong perkataan Lin Tian, gadis ini berkata sambil membanting banting kaki kanannya ke tanah. Dia terlihat sebal karena merasa betapa sulitnya menangkap kucing liar itu.
"Lihat, dia malah lari menyebrangi sungai ini." Dia berkata sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah seberang sungai.
Lin Tian yang masih kelelahan hanya mampu menjawab "Karena itulah nona...lebih baik kita kembali sekarang.
Sontak Zhang Qiofeng langsung memelototkan mata indahnya itu ke arah Lin Tian dan membentak "Kau dan kucing itu agaknya sama saja!! kucing itu yang hanya ingin kupegang selalu melarikan diri, kau sebagai pengawal yang seharusnya membantuku daritadi malah rewel terus minta pulang, kalian sama-sama menjengkelkan!!" Memang begitulah sifat nona muda ini, jika menginginkan sesuatu, dia akan terus berusaha untuk mendapatkan hal itu. Seorang gadis yang keras kepala.
Lin Tian terus berusaha untuk membujuk nona mudanya ini, akan tetapi dasar gadis kepala batu, Zhang Qiaofeng tidak mendengar perkataan Lin Tian dan tetap memutuskan untuk menyebrang. "Nona, kau tau? menurut pendapatku, kau sama menjengkelkannya dengan kucing itu." Tentu saja Lin Tian tak berani mengatakan pendapatnya ini.
"Sudahlah jika tak mau membantu, lebih baik kau pulang dan siapkan aku secangkir teh hangat!" perintah Zhang Qiaofeng dengan kesal karena bujukan Lin Tian. Lalu tanpa ragu ragu ia melangkahkan kakinya ke sebuah batang pohon yang melintang di atas sungai untuk menyebrang, batang pohon itu pulalah yang dijadikan jembatan oleh si kucing. Sepertinya 'jembatan' itu dulunya merupakan sebuah pohon tinggi yang tumbang akibat terjangan badai atau semacamnya.
Sungai itu tidak terlalu besar, namun agaknya cukup dalam. Karena khawatir akan keselamatan nona mudanya, akhirnya Lin Tian ikut melangkahkan kaki ke atas 'jembatan' yang hanya berdiameter sebesar paha orang dewasa itu. Dia berjalan perlahan di belakang nona mudanya, namun karena ilmu meringankan tubuhnya belum sebaik Zhang Qiaofeng, Lin Tian tak mampu menahan keseimbangan dan tergelincir, hampir saja ia tercebur ke sungai di bawahnya jika tidak ada tangan yang tiba tiba memegang pergelangannya.
"Kau ini, berhati hatilah!! sungai di bawah kita ini lebih dari cukup untuk menelan tubuhmu." Tegur Zhang Qiaofeng dengan suara sabar, sungguh berbeda dari nada bicaranya beberapa saat lalu. Ternyata gadis inilah pemilik tangan yang memegangi pergelangan Lin Tian.
Saking terkejutnya, Lin Tian mengeluarkan seruan tertahan dan tanpa sadar ia sudah menggerakkan kedua lengannya menggenggam tangan kiri Zhang Qiaofeng yang tadi gadis itu gunakan untuk menahan dirinya agar tidak jatuh ke sungai. Zhang Qiaofeng terkejut, namun tak lama ia pun tersenyum dan berkata "Berjalanlah perlahan dan ikuti langkah ku." Lin Tian hanya menganggukan kepala sebagai jawaban sambil melirik kebawah dengan tubuh agak gemetar.
Setelah beberapa saat, mereka tiba di seberang sungai. Lin Tian masih memandang ngeri ke arah sungai itu tanpa sadar bahwa kedua tangannya masih menggenggam tangan nona mudanya. Zhang Qiaofeng hanya tersenyum membiarkan hal itu terjadi.
Tak berapa lama, Lin Tian tiba tiba tersentak kaget dan sadar akan kekeliruannya, langsung ia lepaskan genggaman tangan itu dan menjatuhkan diri berlutut di depan nona mudanya sambil berkata gelagapan "N-nona Muda, a-a-ampunkan saya yang telah kurang ajar."
Zhang Qiaofeng hanya tersenyum kecil dan mengangkat bahu Lin Tian menyuruhnya untuk bangun." Tak apa, bangunlah, kenapa kau begitu canggung? bukankah sudah kubilang jika hanya kita berdua kau boleh memanggilku kakak?" Ucapnya disertai senyuman manis yang menghias wajahnya.
"Saya tak berani." Ucap Lin Tian sambil menundukkan muka.
"Sudahlah, lebih baik kita lanjutkan tujuan awal kita kemari, ayo!!"
Mereka kembali melanjutkan mencari kucing liar itu, tetapi setelah matahari hampir terbenam mereka sama sekali tidak menemukan apa apa. "hah...disini juga tidak ada" Ucapan ini keluar dari mulut Zhang Qiaofeng dengan nada putus asa. Tiba tiba saja gadis ini berseru keras hingga membuat Lin Tian terlonjak kaget. "Ah...disaat seperti ini, pasti disana akan terlihat indah. Lin Tian ayo ikut aku!!" tanpa banyak cakap, gadis ini langsung menggerakkan kakinya menuju sebuah bukit kecil.
Lin Tian tak paham akan maksud ucapan gadis itu namun ia hanya menuruti ucapan nonanya dan segera menyusul menaiki bukit kecil tersebut.
Setelah sampai di atas, Zhang Qiaofeng menghentikan langkahnya, saat Lin Tian sampai didekatnya, alangkah terkejutnya ia melihat pemandangan luar biasa yang berada didepannya. Terlihat jauh di ufuk barat sana sebuah lingkaran besar berwarna merah kekuningan yang memancarkan cahaya jingganya memenuhi angkasa, di sekitar bola raksasa itu terlihat hamparan awan bagaikan sekumpulan kapas lembut yang bergulung gulung berwarna kuning bercampur biru cerah dari langit sore hari.
Seolah olah pemandangan itu seperti sebuah lukisan diatas kanvas raksasa yang disebut sebagai 'Langit'.
Melihat semua ini Lin Tian tak mampu berkata kata lagi dan hanya mampu berdiri kaku mengagumi keindahan pemandangan matahari terbenam didepannya.
"Bagaimana? Indah bukan?" Tanya Zhang Qiaofeng yang sama sama mengagumi tamasya alam sore hari itu.
Lin Tian tak membalas perkataannya, ia malah teringat dengan ayah bundanya. Seingatnya dia pernah menyaksikan pemandangan ini bersama ayah bundanya beberapa tahun lalu, namun sekarang ia sadar bahwa ayah ibunya sudah pergi jauh dan tak pernah kembali lagi. Mengingat hal ini, tak terasa dua butir air mata menetes jatuh dari kelopak mata Lin Tian.
Zhang Qiaofeng bukan tidak tahu akan hal ini, memang sudah menjadi watak bawaan setiap manusia bahwa seorang wanita cenderung lebih 'peka' daripada pria. Karena itulah gadis ini lalu mendekati Lin Tian dan langsung mengulurkan tangan kirinya merangkul kepala pengawalnya itu, sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk mengelus lembut rambut kepala Lin Tian.
"Hmm...Tian'er adikku, kenapa kau menangis?" Ucapan Zhang Qiaofeng ini mengandung nada penuh kasih sayang, seperti ucapan seorang kakak perempuan yang sedang menenangkan adik kecilnya.
"N-Nona?" Ucap Lin Tian dengan gugup karena tak pernah menyangka akan mendapat perlakuan seperti ini dari nona mudanya, dan Tian'er? adik? apakah sungguh gadis yang sedang merangkulnya itu memang menganggapnya sebagai seorang adik?
"Ssstt...apa kau sudah lupa? sudah berapa kali kukatakan bahwa jika hanya kita berdua, jangan ragu untuk memanggil dan menganggapku kakakmu?. Tian'er kau belum menjawab pertanyaanku, kenapa kau menangis?" Kembali Zhang Qiaofeng menanyakan pertanyaan yang sama.
Mendengar pertanyaan itu, air mata Lin Tian jatuh semakin deras sampai membasahi baju Zhang Qiaofeng. Semua kejadian ini sama persis dengan yang pernah dialaminya beberapa tahun silam, hanya bedanya dahulu yang menemani dan memeluknya seperti ini adalah ayah bundanya. Sekarang mereka sudah tiada dan perlakuan Zhang Qiaofeng saat ini menambah kesedihan dan rasa rindu akan kasih sayang orang tua yang selama ini selalu ia pendam jauh di lubuk hatinya.
"Ayah....ibuu..."
Mendengar ini, makin eratlah pelukan Zhang Qiaofeng. Ia sadar bahwa bagaimanapun Lin Tian akan menyembunyikan kesedihannya namun dia tetaplah seorang anak yang masih membutuhkan kasih sayang kedua orang tua. Makin prihatin rasa hati Zhang Qiaofeng mengingat bahwa lelaki ini telah melihat sebuah peristiwa yang sangat mengerikan di depan kedua matanya.
"Tian'er dengar...saat ini, kau sudah menjadi bagian dari keluarga Zhang, walau hanya menjadi pengawal namun kau adalah pengawal untuk seorang nona muda! tak ada orang yang akan merendahkanmu, kalaupun memang ada, aku sendirilah yang akan membelamu, dan jika andaikata semua orang di keluarga Zhang membencimu hanya karena kau berasal dari keluarga rakyat jelata...." Dia menghentikan perkataannya sejenak untuk menarik nafas panjang.
"Ingatlah Lin Tian!! Aku Zhang Qiaofeng sampai kapanpun akan selalu berada disisimu, kau bisa memegang perkataanku!!" Pernyataan ini diucapkannya penuh penekanan dan dengan nada sungguh sungguh.
Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Lin Tian, yang terdengar hanyalah isak tangis memilukan dari seorang pengawal setia ini.
"Terima kasih....kakak." Setelah beberapa menit berlalu, hanya inilah yang mampu diucapkan oleh Lin Tian ditengah isak tangisnya.
Zhang Qiaofeng semakin terharu dan tanpa sadar sebutir air mata telah lolos dari tempatnya. "Tenang saja Lin Tian, disini kau tidak akan merasa kesepian." Sambil tersenyum nona muda ini mengecup lembut ujung kepala Lin Tian dengan penuh kasih sayang.
Sore itu lebih tepatnya dihari tujuh bulan tujuh, Lin Tian meluapkan semua kesedihannya selama ini di bawah cahaya matahari terbenam ditemani langsung oleh nona mudanya, Zhang Qiaofeng yang tak pernah berhenti menggerakkan tangannya mengelus kepala Lin Tian.
|•BERSAMBUNG•|
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
pecahan_misteri
p
2024-12-24
0
Viers
Ciyeee
2024-08-27
1
Viers
keren
2024-08-27
1