Evan Dinata Dan Anggita sudah menikah satu tahun. Sesuai kesepakatan mereka akan bercerai jika kakek Martin kakek dari Evan meninggal. Kakek Martin masih hidup, Evan sudah tidak sabar untuk menjemput kebahagiaan dengan wanita lain.
Tidak ingin anaknya menjadi penghambat kebahagiaan suaminya akhirnya Anggita
rela mengorbankan anak dalam kandungan demi kebahagiaan suaminya dengan wanita lain. Anggita, wanita cantik itu melakukan hal itu dengan terpaksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda manik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembelaan Bibi Ani
Anggita harus menahan amarahnya supaya tidak terpancing dengan semua perkataan mama Anita yang sangat menyakitkan. Anggita sadar, tidak ada gunanya membantah kata kata itu atau berusaha membela diri. Anggita sangat yakin, penilaian yang salah yang ditujukan kepadanya akan terbukti benar atau tidak seiring dengan waktu.
Tidak ingin mendengar kata kata yang lebih menyakitkan lagi, akhirnya Anggita menampakan dirinya di pintu. Selain itu, Anggita sangat ingin melihat dengan jelas wajah dari wanita yang bersedia menjadi ibu tiri dari anaknya. Anggita bersikap seolah olah tidak mendengar apapun pembicaraan di kamar itu sebelumnya. Anggita memasang wajah setenang mungkin, sedangkan mama Anita terlihat cuek dan Evan kelihatan sedikit gugup.
Wanita yang bernama Adelia itu memanfaatkan situasi. Setelah melihat Anggita, dia langsung duduk di tepi ranjang sangat dekat dengan Evan yang duduk bersanjar dengan kaki diluruskan.
"Mama," kata Anggita setelah jaraknya sudah sangat dekat dengan mama Anita. Anggita mengulurkan tangannya kepada mama Anita. Mama Anita mengulurkan tangannya hingga bersalaman dengan Anggita tapi wajahnya menoleh ke arah berlawanan dengan Anggita. Anggita mencium punggung tangan mertuanya dengan hormat. Sikap sopan yang ditunjukkan oleh Anggita berlawanan dengan sikap mama mertuanya kepada Anggita. Wanita itu langsung mengambil tissue. Mama Anita menyapukan tissue itu ke punggung tangan sebelah kanannya yang dicium oleh Anggita tadi.
"Mas, sup iga yang kamu minta sudah ada. Apa aku membawa makanannya ke kamar ini?" tanya Anggita. Evan tidak langsung menjawab. Dia justru mengamati bentuk tubuh istrinya. Sebenarnya pikiran Evan terganggu setelah pembicaraan mama Anita dan Adelia tentang kehamilan dan anak tadi. Dia sangat jelas mengingat malam malam panas yang dilaluinya bernama Anggita selama dua bulan ini. Evan juga mengingat jika selama ini, dia tidak pernah memakai pengaman. Sesuatu yang mungkin jika Anggita Hamil dari hasil kerja kerasnya.
"Anggita, apa kamu buta. Apa kamu tidak melihat Adelia ada juga di kamar ini. Bersikaplah yang sopan kepada calon menantuku," kata mama Anita membuat Evan sedikit tersentak. Sedangkan Anggita memasang wajah pura pura tidak mengerti perkataan mama mertuanya.
"Calon menantu ma?"
"Iya. Dia akan menjadi istri Evan setelah kalian bercerai. Bersikaplah ramahlah kepadanya," kata mama Anita sambil tersenyum bangga melihat senyuman Adelia yang terlihat sangat manis.
Anggita mengulurkan tangannya kepada Adelia. Dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan tiga manusia yang tidak menyukainya.
"Salam kenal mbak," kata Anggita sopan. Seakan hatinya baik baik saja. Anggita mengukir senyum yang tidak kalah manis dari senyuman milk Adelia. Tingkah Anggita itu tidak luput dari pengamatan Evan.
"Salam kenal juga Anggita." jawab Adelia ramah.
"Jadi bagaimana mas. Kamu makan di kamar saja?" kata Anggita mengalihkan wajahnya dari Adelia. Dia bertanya kembali akan tujuannya datang ke kamar ini. Sebagai istri, tentu saja sikap Adelia tidak berkenan di hatinya. Bagi Anggita, Adelia adalah wanita yang tidak tahu malu yang menampakan wajahnya ke istri dari calon suaminya.
"Ya ampun Anggita. Ternyata selain gila harta. Kamu ternyata bodoh juga. Mana mungkin Evan makan di bawah. Apa kamu lupa jika putraku sedang sakit. Cepat Sana ambil dan bawa makanannya ke kamar ini. Dasar istri tidak becus."
Mama Anita sengaja mencari kesempatan untuk menghina Anggita. Anggita hanya menundukkan kepalanya. Dipermalukan seperti ini di hadapan suaminya dan wanita yang menjadi saingannya tentu saja Anggita tidak terima. Tapi Anggita masih berusaha menahan diri.
"Aku makan di kamar saja. Bawa makananku ke kamar ini."
Anggita menarik nafas lega. Walau Evan tidak membelanya setidaknya perintah dari Evan sebagai penyelamat bagi Anggita untuk menghindari perkataan perkataan yang menyakitkan yang mungkin akan keluar dari mulut mama Anita.
Setelah menuruni tangga, Anggita memanggil Bibi Ani. Dia meminta tolong kepada wanita tua itu untuk mengantarkan makanan permintaan Evan ke kamar atas. Sungguh, dia tidak sanggup berlama lama berhadapan dengan mama Anita. Anggita takut tidak bisa mengontrol diri jika mama Anita terus menerus dihina.
"Kenapa Bibi non. Tuan Evan sedang sakit. Ini kesempatan untuk kamu non. Menunjukkan bakti sebagai istri?" tanya Bibi Ani keberatan.
Anggita menggelengkan kepalanya. Tidak ada lagi gunanya untuk berbuat yang terbaik terhadap suaminya itu. Selain perceraian mereka sudah di depan mata. Wanita yang akan menggantikan posisinya juga sudah ada.
"Mama Anita di kamar mas Evan, Bibi. Tolong Anggita ya Bibi. Sekali ini saja," kata Anggita dengan wajah yang memelas. Melihat wajah itu, Bibi Ani tidak tega. Wanita tua itu akhirnya bersedia mengantarkan makanannya itu ke atas karena Bibi Ani juga mengetahui dengan jelas mulut pedas mama Anita yang berada di level sepuluh.
Anggita memilih masuk ke kamar tamu. Di kamar itu, semua sikap mama Anita dan Evan seakan akan menari di pelupuk matanya. Hingga, kejadian tadi terlintas di kepalanya.
"Sikap diam mu aku anggap sebagai penghinaan juga kepadaku mas," gumam Anggita. Anggita mengepalkan tangannya karna kebencian yang berkobar di hatinya mengingat Evan sama sekali tidak membelanya. Anggita meyimpulkan jika sikap Evan juga menjatuhkan harga dirinya sebagai istri yang tidak becus seperti perkataan mama mertuanya.
Di kamar atas, setelah Bibi Ani tiba di kamar dimana Evan berada.
"Dimana wanita sialan itu bi?" tanya mama Anita. Bibi Ani memilih meletakkan makanannya itu terlebih dahulu daripada menjawab pertanyaan dari mama Anita.
"Non Anggita, maksudnya nyonya?.
"Iya siapa lagi."
"Non Anggita muak melihat wajah anda yang menyebalkan itu nyonya."
Ingin rasanya Bibi Ani mengucapkan kata kata itu tapi sayangnya dia tidak berani. Dia masih sangat membutuhkan gaji dan pekerjaan ini. Jika tidak dirinya juga tidak Suka berhadapan dengan mama Anita. Walau dirinya tidak pernah mendapat penghinaan dari mama Anita. Tapi sebagai perempuan dia tidak tega melihat Anggita sering dihina oleh mama Anita.
"Non Anggita kelihatan sangat lelah nyonya. Dia sedang beristirahat di kamar tamu."
"Tuh kan. Lihatlah Adelia. Wanita itu memang berbuat sesuka hatinya saja. Kerjaannya pasti hanya bermalas malasan. Nanti kalau kamu sudah istri Evan. Jangan seperti itu ya!. Kamu harus rajin masak untuk suami. Intinya kamu harus pintas mengurus suami dan anak anak kalian kelak."
"Itu pasti tante," jawab Adelia sangat meyakinkan. Dia tersenyum kepada Evan dan pria itu juga membalasnya. Mendengar Hal itu, Bibi Ani pun sangat paham jika Anggita menyuruhnya mengantarkan makanan ke kamar ini.
"Aku rasa, non Anggita juga wanita yang sangat baik dan juga mengurus tuan Evan nyonya. Tuan Evan saja yang tidak bersedia diurus oleh non Anggita," kata Bibi Ani. Mendengar perkataan mama Anita. Bibi Ani tidak bisa diam mendengar Anggita dipojokkan seperti itu.
Bagi Bibi Ani, terserah jika mama Anita percaya atau tidak. Setidaknya dirinya sudah memberitahukan kebenaran.
Bukan menyadari semua perkataan yang Salah dari mulutnya. Mama Anita justru tertawa terbahak bahak. Perkataan Bibi Ani seperti menggelitik ketiaknya.
"Tante, kenapa tertawa?" tanya Adelia bingung.
"Apa kamu tidak mengerti?. Adelia menggelengkan kepalanya.
"Itu artinya jika Wanita itu tidak Hamil. Evan Diurus saja tidak bersedia. Apalagi bercinta."
"Mama, bisakah kalian pulang dulu. Aku mau istirahat ma. Kepalaku sangat pening," kata Evan beralasan. Entah mengapa hatinya tidak tenang jika mendengar kata Hamil.
"Pening. Bagaimana kalau kamu dirawat di rumah sakit saja," saran mama Anita panik.
"Tidak perlu ma. Aku hanya butuh istirahat".
tapi di ending bikin Sad
senggol dong
tapi mengemis no.