Ketika cinta harus terpatahkan oleh maut, hati Ryan dipenuhi oleh rasa kalut. Dia baru menyadari perasaannya dan merasa menyesal setelah kehilangan kekasihnya. Ryan pun membuat permohonan, andai semuanya bisa terulang ....
Keajaiban pun berlaku. Sebuah kecelakaan membuat lelaki itu bisa kembali ke masa lalu. Seperti dejavu, lalu Ryan berpikir jika dirinya harus melakukan sesuatu. Mungkin dia bisa mengubah takdir kematian kekasihnya itu.
Akan tetapi, hal itu tak semudah membalikkan telapak tangan, lalu bagaimanakah kisah perjuangan Ryan untuk mengubah keadaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Mulai Luluh
...----------------...
Semilir angin terasa begitu sejuk menerpa kulit. Kini, Ryan sedang berada di sebuah restoran Jepang yang menyajikan makanan khas Negeri Sakura yang cukup terkenal. Restoran itu terbilang mahal untuk kalangan menengah ke atas. Apalagi dengan menu andalan restoran itu, yakni steak daging sapi Wagyu yang terkenal dengan kandungan lemak yang tinggi, gurih, serta empuk.
Rara merasa begitu terhormat bisa menapakkan kakinya di restoran tersebut. Dahulu, dia pernah sekali ke sana bersama keluarganya ketika dia berulang tahun yang ke-10. Sang ayah sengaja mengajaknya ke sana karena anak perempuan satu-satunya itu begitu mengidamkan makanan Jepang tersebut.
Kala itu, Rara begitu senang karena keinginannya terpenuhi. Namun, belakangan dia tahu jika uang yang ayahnya gunakan untuk mentraktir keluarganya makan di sana adalah uang pesangon dari perusahaan tempat ayahnya bekerja dahulu. Ayahnya Rara pernah bekerja di salah satu perusahaan swasta, tetapi kemudian kena PHK.
Keluarga Rara mulai kesulitan keuangan semenjak saat itu. Makanya sang ayah memutuskan untuk menyenangkan Rara walaupun hanya sekali saja dengan uang pesangonnya terlebih dahulu.
"Kamu suka, kan, makan di sini?" tanya Ryan membuat pikiran Rara kembali dari kenangan masa lalunya.
"I—iya," jawab Rara sedikit gugup.
Ryan tersenyum. Tentu saja dia tahu akan hal itu karena lelaki itu pernah mengajaknya sekali ke sana di masa depan dan gadis itu sangat menyukainya. Kali ini, Ryan hanya memajukan waktunya saja. Rara yang di masa depan juga pernah bercerita tentang kenangannya di restoran itu kepada Ryan. Lelaki itu ingin membangkitkan kenangan yang menyenangkan milik Rara. Sudah tentu agar hatinya melunak dengan segera.
"Ehm ... bagaimana kamu bisa tahu kalau aku suka makanan Jepang?" tanya Rara sedikit penasaran. Lihat, kan? Sepertinya hati Rara sudah sedikit tersentuh. Terbukti dari panggilannya yang berubah menjadi 'aku kamu'.
"Biar aku ralat sedikit. Kamu bukan suka makanan Jepang, melainkan kamu awalnya hanya ingin mencoba makan di restoran mahal seperti ini. Lalu Bapak kamu ngajak makan ke sini. Jadi, tempat ini sudah menjadi tempat nostalgia bagi kamu. Iya, kan?"
Rara mengerjap kaku dengan kedua alis saling bertautan. Kenapa perkataan lelaki itu semuanya benar? Padahal, gadis itu tidak pernah memberitahukan hal tersebut kepada siapa pun kecuali keluarganya, tidak juga pada Mita.
"Bagaimana kamu bisa tahu?" selidik Rara, "pasti dari Rendy, ya?" desaknya.
Ryan melengkungkan senyuman manis sambil menggelengkan kepalanya membuat Rara semakin penasaran saja. Jika dipikir lagi, Rendy tidak mungkin menceritakan itu kepada Ryan. Bahkan kedua lelaki beda usia itu sangat jarang bertemu apalagi berbincang.
"Nggak penting aku tahu dari siapa. Yang penting sekarang makan dulu. Tuh, makanannya udah datang," ucap Ryan menunjuk pelayanan restoran yang membawa hidangan dengan menggunakan dagunya.
Terlihat raut kebahagiaan yang terpancar di wajah gadis tersebut ketika melihat makanan favoritnya itu terhidang di atas meja. Seperti mimpi di siang bolong bisa merasakan makanan itu lagi. Terlebih, harga makanan itu cukup fantastis untuk kalangan menengah ke bawah sepertinya.
"Tapi ini mahal, lho." Rara berkata lagi sebelum memakan steaknya. Khawatir jika Ryan tidak mampu untuk membayar. Ryan memang hanya bekerja sebagai figuran yang gajinya belum seberapa, tetapi uang saku yang diberikan papanya setara dengan uang jajan Rara selama beberapa bulan ke depan.
"Tenang aja! Aku baru gajian," ucap Ryan berbohong.
Rara tidak perlu sungkan lagi jika Ryan sudah berkata seperti itu. Hari ini dia harus memanfaatkannya kesempatan yang ada. Mumpung ada traktiran, harus pulang dalam keadaan kenyang.
****
Ryan dan Rara sepertinya akan pulang agak terlambat. Mereka mampir dahulu ke beberapa tempat. Mereka pergi ke sebuah Mall atas permintaan Rara. Ryan bisa apa selain menyetujuinya.
Di Mall itu, mereka memasuki arena permainan. Rara seperti anak kecil yang baru dilepaskan oleh ibunya agar bisa bermain sepuasnya. Gadis itu bahkan mencoba segala permainan yang ada, sedangkan Ryan hanya berdiri sebagai penonton saja. Namun, terkadang lelaki itu ikut bermain juga.
"Udah puas?" tanya Ryan ketika mereka dalam perjalanan pulang. Keduanya berjalan berdampingan menuju area parkiran.
"Lumayan puas, sih ...." Rara menjeda kalimatnya. Gadis itu sedikit ragu saat hendak melanjutkan kata. Bibir bawahnya terlipat ke dalam merasa masih ada kalimat yang sulit sekali keluar. Ryan pun sama, dia masih bergeming karena menunggu perkataan Rara selanjutnya.
"Makasih."
Kata singkat yang penuh arti itu adalah perintah dari dalam hati. Rara begitu malu ketika mengatakan hal itu. Kepalanya pun menunduk tak berani menatap Ryan.
Seulas senyuman pun terukir di bibir Ryan. Tentu saja lelaki itu begitu bahagia jika gadisnya itu juga bahagia.
"Awas!"
Ryan refleks menarik tangan Rara karena ada seorang pengemudi motor yang hampir menabrak gadis itu. Alhasil, kini tubuh mereka seperti orang berpelukan bahkan tidak ada jarak di antara keduanya.
Sejenak, tatapan keduanya terkunci dalam diam. Mereka terlihat seperti pasangan yang tengah mabuk cinta. Mereka tidak malu terus berpelukan walaupun ditonton banyak orang. Jika saja tidak ada pengendara motor lain yang nyeletuk, "Woy, kalau nggak kuat, cari hotel aja!" Mungkin mereka masih berpikir jika dunia hanya milik mereka saja. Sontak keduanya melepaskan pelukan mereka.
"Jalannya hati-hati!" ucap Ryan setelah tubuh mereka terpisahkan. Rara pun tersenyum samar. Rasa malunya terlukis di bibirnya yang sedikit bergetar.
...****...
...To be continued...