Leuina harus di nomor duakan oleh ibunya. Sang ibu lebih memilih kakak kembarnya.yang berjenis.kelamin pria. Semua nilainya diakui sebagai milik saudara kembarnya itu.
Gadis itu memilih pergi dan sekolah di asrama khusus putri. Selama lima tahun ia diabaikan. Semua orang.jadi menghinanya karena ia jadi tak memiliki apa-apa.
bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENYEMBUNYIKAN FAKTA
Diana menatap kendaraan roda empat warna biru itu. Luein mengajak Diana masuk.
"Hei, ayo!" sentaknya pada sang sahabat yang masih terpana.
Diana terkejut, ia pun menaiki mobil dan langsung memasang sit belt setelah menutup pintu. Luien menjalankan mobilnya perlahan keluar dari kantor. Lalu bergerak dengan kecepatan sedang membelah jalan ibu kota.
Diana masih shock selama dalam perjalanan. Ia terus mengamati interior mobil. Memang BMW ini keluaran dua tahun lalu. Tapi, tetap saja harganya tak terjangkau untuk kantungnya.
"Dari mana kau dapatkan mobil ini?" tanya Diana memecah keheningan.
Sebenarnya Luien juga diam dari tadi, mencari sebuah jawaban jika sahabatnya ini bertanya-tanya.
"Kau tahu kan aku suka ikutan lomba liar?" tiba-tiba tercetus perkataan itu dari otak Luein dan langsung mengucapkannya.
"Yaa, lalu?" tanya Diana masih belum mengerti.
Luein yang fokus menyetir mobil sedikit lama menjawab pertanyaan itu. Jalanan sedikit padat merayap. Gadis itu mengubah mode setir jadi automatis.
"Well, salah satu peserta menggunakan mobil ini sebagai taruhannya," jawab Luein akhirnya menemukan jawaban tepat..
'Maaf aku membohongimu, Diana!' seru Luein dalam hati penuh penyesalan.
Ia belum mau jujur perihal dirinya yang telah kembali dalam keluarga. Diana hanya tahu jika ia telah dibuang makanya hidup miskin dan serba terbatas. Diana percaya begitu saja jawaban dari Luein, ia pun tak mempermasalahkannya.
"Apa kata Gloria jika ia tahu kau memiliki mobil yang sama jenis dengan mobil kekasihnya itu?" tanya Diana sambil tertawa mengejek.
Luein hanya diam. Ia tak peduli apapun. Baginya Leo sudah bukan bagian prioritasnya. Akhirnya, mobil Luein sampai di depan rumah Diana. Gadis itu melambaikan tangannya sebelum kendaraan roda empat itu meluncur pergi.
"Aku yakin kau menyembunyikan sesuatu, Luien. Tapi, tidak apa-apa, aku pahami apa pun yang kau putuskan," ujarnya bermonolog.
Sedang di dalam mobil Luein merasa bersalah pada sahabat juga kedua orang tuannya. Bukan maksud ia menolak kehadiran mereka, tetapi masih menggunakan fasilitasnya. Ia masih ingin menguji seberapa besar persahabatan Diana pada dirinya.
"Hanya kau yang masih mengulurkan tangan ketika aku jatuh miskin. Aku hanya ingin kau tetap menganggap ku miskin, Diana," ujarnya bermonolog.
Kini ia telah berada di basemen apartemen miliknya. Menggunakan lift menuju flatnya. Ketika menuju kamarnya ia bertemu dengan nenek Armira Suarez.
"Kau sudah datang Luien?" tanyanya dengan senyum manis.
Luein sangat sayang dengan Armira. Ia mencium wanita berusia delapan puluh tahun itu.
"Ya, aku sudah datang, Mira. Kau sedang apa keluar? Sebentar lagi malam!" tanya Luein memperingati.
"Ah, aku ingin mengecek kotak suratku di bawah, siapa tahu ada surat dari putraku," jelasnya.
"Baik lah, apa perlu kutemani?" tanya Luein hati-hati.
"Tidak perlu, sayang. Aku masih bisa sendiri," jawab Armira sambil terkekeh.
Itulah yang Armira lakukan setiap sore. Keluar kamar hanya untuk mengecek adalah surat dari putranya. Selama dia tahun ia tinggal di sini. Luein tak pernah melihat wajah putra dari wanita tua tersebut.
Pemilik apartemen mengatakan jika, wanita itu memang datang dua puluh tahun lalu bersama putranya. Mereka tinggal berdua. Armira bekerja sebagai tukang cuci di sebuah jasa laundry. Gajinya lumayan besar. Sang putra pergi untuk bekerja setelah tiga tahun tinggal bersamanya. Hingga di tahun ke lima, putranya tak pernah kembali.
"Armira bilang, kalau Betrand Jhonson akan mengiriminya surat. Namun, selama itu surat itu tak pernah muncul," jelas Edward Chen sang pemilik apartemen.
Pria baik itu menggratiskan Armira tinggal di sana. Pria itu selalu membawakan makanan untuk wanita tua itu. Terkadang Pamela, istrinya yang mengantar makanan. Luein menjuluki sepasang suami istri itu malaikat.
Luein menunggu Armira. Benar saja, tak lama wanita yang tubuhnya sudah membungkuk itu berwajah sedih. Tak ada satu surat pun di tangannya.
"Mira," panggil Luein.
Senyum lebar tanpa gigi terpampang di mata Luien. Armira hanya mengangguk menandakan ia tak apa-apa.
"Mungkin kali ini dia benar-benar sibuk atau sama-sama pikun, usianya kini sudah enam puluh tahun," ujarnya menghibur diri.
Luein memeluk tubuh tambun wanita itu. Wangi jeruk tercium. Gadis itu mencium kening Armira dan mengantarnya hingga masuk flatnya.
"Selamat malam, Mira," pamitnya sebelum menutup pintu.
"Selamat malam, Nak," sahutnya lalu tersenyum.
Luein menutup pintu hunian wanita tua malang itu. Ia yakin jika putra dari Armira sudah tiada di dunia. Namun, wanita itu masih menunggunya dengan harapan besar.
Ia kini berada dalam unitnya yang sangat sederhana. Hal tadi adalah salah satu alasan kenapa ia tak mau pindah dari tempat ini. Kehangatan keluarga yang ia rasakan.
Wajah ibunya yang mengharapkannya pulang melintas. Ia menggeleng kuat. Karena wanita itulah ia pergi dari rumah. Memutuskan untuk sekolah asrama.
"Louis, apa kabarmu?" tanyanya bermonolog.
Sedang di tempat lain dua sosok kini menunduk. Adrian tidak berkutik ketika sang Kakak Alexander Maxwell **. datang. Bahkan Victor juga tak berkutik untuk membela atasannya.
"Ini kah pekerjaan kalian?" tanyanya dalam pandangan tajam.
Empat wanita setengah telanjang tampak sibuk menutupi area dada mereka yang terekspose. Bahkan pakaian dua pira di hadapannya ini sudah berantakan dan penuh dengan tanda cinta.
"Kalian pesta mesum berdua di mansion pribadi mendiang kakek?" tanyanya lagi tak percaya.
"Samuel!" panggilnya.
"Saya, Tuan!"
"Bayar semua pelacur itu dan suruh mereka keluar dari mansion ini!" titahnya tegas.
"Baik Tuan!"
Empat wanita dengan rambut cat pirang itu. bergegas mengenakan dress ketat mereka. Setelah mendapatkan bayaran mereka. Keempatnya pun pergi meninggalkan mansion dengan menggunakan taksi yang sudah dipesankan.
Adrian dan Victor sudah merapikan pakaian mereka. Victor memang tidak ada hubungan darah dengannya. Tetapi, pria itu sudah diurus oleh ibu kedua pria itu sedari ia masih merah. Makanya, Victor sudah dianggap adik oleh Alex, anak tertua dari pasangan Maxwell dan Tania.
Alex mendudukkan bokongnya lalu menaikan kakinya di atas meja. Pria dengan ketampanan di atas rata-rata itu tak habis pikir dengan dua adiknya ini. Ia menghela napas panjang. Ibunya di sana sudah marah-marah karena kebiasaan dua pria yang kini hanya bisa menunduk.
"Aku tahu napsu kalian tak bisa dibendung. Aku juga sangat tahu, jiwa muda kalian ingin bersenang-senang. Tetapi, haruskah selamanya begini?" tanya Alex putus asa.
"Aku salut dengan kinerja kalian. Selama dua tahun mampu membesarkan anak perusahaan hingga menjadi urutan empat. Tapi, kebiasaan ini harus hilang, Ad, Vic!"
"Apa kalian tidak takut jika salah satu perempuan itu ternyata mata-mata dan mengumbar kebusukan kalian yang suka berpesta mesum seperti ini!?" tanya Alex histeris.
Kedua pria yang sama tampan itu hanya menunduk. Memang, mereka berdua baru dua kali melakukan hal gila seperti tadi. Dan Alex menutupi itu semua.
Alex mengira jika adiknya akan sadar ketika pertama kali terpergok olehnya. Ia selalu menempatkan mata-mata kepercayaannya. Kedua adiknya itu memang bukan Casanova yang tidur dengan berganti wanita. Karena setiap keduanya ingin melakukan itu. Alex akan menggagalkannya. Walau setelah itu ia akan menutupi kebejatan tingkah dua pria yang kini menunduk.
"Sepertinya kalian harus dipisahkan," ujarnya kemudian.
Adrian dan Victor terkejut, keduanya tak pernah berpisah. Mereka selalu bekerja bersama. Alex juga ragu memisahkan keduanya.
"Ini peringatan terakhir!" putus Alex akhirnya.
Adrian dan Victor menghela napas lega. Walau keduanya tak bisa berjanji untuk lebih baik, tetapi ia yakin kedatangan Alex malah menguatkan perusahaan mereka.
bersambung.
Perasaan di awal kuliah mc ganti nama panggilan deh..
suka deh sm perempuan2 tangguh. tq
sat..set..sat..set..
langsung hajar ken..
kwkwkwk
pengen nimpuk luein dah..once nih