Tak ingin Ayahnya dipenjara, dan tak kuat membayar denda yang begitu banyak. Asyifa Humaira, gadis berusia 23 tahun itu akhirnya menjadikan dirinya sendiri sebagai penebus dosa yang tak disengaja dari ayahnya.
Bagas Nata Nugraha, 26 tahun. Seorang Pewaris dari sebuah perusahaan besar. Ia harus mengalami kecelakaan karena nyaris menabrak seorang tukang bakso yang sedang menyebrang ditengah jalan. Kecelakaan parah itu membuat seluruh tubuhnya lumpuh, bahkan sulit untuk berbicara.
Tapi karena status mereka yang beda Gender, dan Bagas harus dirawat 24 jam secara intensif. Akhirnya keluarga Bagas menikahkan mereka secara kontrak. Dengan catatan, Syifa harus sadar diri dengan status yang sebenarnya hanya perawat.
Bagaimana kisah mereka sebagai pasangan suami istri pasif?
Apakah akan tumbuh benih-benih cinta diantara mereka, setelah Bagas melihat ketulusan Syifa dalam merawatnya selama itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erna Surliandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengadakan perjanjian
"Kenapa harus saya?"
"Ya, karena Bagas cocoknya sama kamu. Dia mau nya kamu yang pegang. Ini kan tanggung jawab kamu juga, karena Ayah kamu yang buat dia celaka." ucap Mama Ayu.
Syifa mendelik kesal, lalu menghela nafas panjang sembari berfikir.
"Tapi, ada Satu syarat yang harus dipenuhi."
"Kamu mengajukan syarat untuk saya? Apa itu, bayaran mahal?"
"Bebaskan Ayah saya dari segala tuntutan. Saya akan merawat anak anda sampai sembuh."
"Sembuhkan anak saya, baru Ayahmu bebas..." ucap Mama Ayu, dengan tawaran lain.
"Tidak... Ayah saya, atau saya tak akan ikut." jawab Syifa dengan tegas.
"Kamu! Kamu berani melawan saya!" pekik Mama Ayu. Untung saja, Tuan. Erland datang saat itu juga.
"Ma... Apalagi? Kenapa seperti kehilangan kontrol diri sih?" tegur Tuan Erland pada istrinya.
"Perawat ini, mencoba mencari kesempatan dalam kesempitan. Mencari celah dari derita yang anak kita alami." balas Mama Ayu.
"Apa? Coba ceritakan sama Papa." bujuk Tuan Erland dengan lembut.
Mama Ayu pun menceritakan semua perundingan mereka. Serta menceritakan semua persyaratan yang di ajukan oleh Syifa. Tuan Erland hanya bisa mengusap dagu, lalu berfikir sejenak untuk kembali berunding.
"Nyonya bilang, Tuan Bagas hanya mau di rawat oleh saya. Dan melakukan penolakan dengan yang lain. Jadi, saya melakukan penawaran itu, agar tak ada yang di rugikan." ucap Syifa.
"Kamu rugi apa? Toh kamu juga saya gaji." tanya Mama Ayu.
"Hidup orang miskin seperti saya, bukan hanya perkara uang. Meski sebenarnya, uang sangat kami butuhkan. Tapi Ayah, Ibu, dan Adik saya. Mereka akan begitu sakit tanpa Ayah, dan bahkan Ibu depresi sekarang. Adik saya, menggantikan Ayah berjualan demi keuangan keluarga. Anda tahu saya miskin, dan saya hanya pegawai kontrak. Gaji saya kecil. Tapi, dengan kebersamaan itu, kami bahagia." jawab Syifa panjang lebar.
Mama Ayu hanyga berdecak geli dengan semua jawaban itu.
" Mengatasnamakan kebahagiaan keluarga, untuk mendapat belas kasih dan pengampunan. Menggelikan." ucapnya, bernada meledek.
" Ma... Setiap orang, punya sisi kebahagiaan masing-masing." tegur Suaminya lagi.
"Kenapa sih, Papa bela terus dia? Suka?" tanya Mama Ayu.
"Iya... Papa suka prinsip hidupnya."
Tuan Erland lalu mengeluarkan Hpnya. Ia menelpon seseorang yang ada di dalam lapas, dan meminta menghubungkannya pada Pak Abu saat itu juga.
Setelah tersambung, Tuan Erland lalu mengajak berunding atas persyaratan kebenasannya nanti.
" Sayaratnya, Anak anda harus tinggal di rumah dan merawat anak saya selama Dua puluh Empat jam nonstop. Melayani anak saya, menemani terapi, dan semua keperluan dia. Dari bangun tidur, hingga malam tidur lagi." ucap Tuan Erland..
"Kenapa harus anak saya? Kenapa tidak perawat pria saja? Mereka bukan muhrim, yang bisa tinggal serumah begitu saja. Meski perawat, tapi mereka punya batasan." ucap Pak Abu, sedikit keberatan.
"Jangan sok suci... Saya tahu kerja perawat bagaimana. Mereka sering melihat, apa yang seharusnya belum mereka lihat. Bahkan sering menyentuh yang bukan muhrim." balas Mama Ayu.
"Tapi ini beda, Bu. Perawat di rumah sakit, itu bekerja sesuai jadwal. Dan mereka akan bergantian. Sedangkan di dalam tawaran Ibu, mereka harus bersama Seharian tanpa jeda. Itu akan menimbulkan..."
"Baiklah, saya faham. Kondisi anak saya, bukan lah hal yang mudah untuk di lakukan. Mungkin akan banyak, dan sering kontak fisik antara mereka nantinya. Pasti itu, tak nyaman untuk di lihat orang lain. Bukan begitu?" potong Tuan Erland.
"Iya, begitu." jawab Pak Abu.
"Bagaimana jika... Kita nikahkan Syifa dan Bagas? Maka, batasan itu tak akan berlaku."
Semua mata menatap tajam pada Tuan Erland. Terutama Syifa, yang akan menjalani semua itu.
"Loh, kok jadi begitu, Pa? Kenapa menikah? Mama ngga mau, punya menantu seperti dia?" tunjuk Mama Ayu pada Syifa.
"Saya juga keberatan, jika harus menikah. Itu bukan hal main-main bagi saya, Tuan." sambung Syifa, yang suaranya menjadi berat.
Tapi, Tuan Erland seolah tak ingin mendengarkan mereka. Bawa Bagas lah yang terpenting diantara yang lainnya.
"Bagaimana Pak Abu? Dengan begitu, Syifa akan bisa merawat Bagas dengan bebas tanpa batasan. Dan tak ada canggung, karena mereka adalah muhrim yang halal bersentuhan." tanya Tuan Erland pada Pak Abu.
"Bagaimana, Syifa? Jika setuju, Ayahmu akan bebas sekarang juga." tanya Tuan Erland, menatap Syifa tajam.