Jatuh cinta pada pria yang tak dikenal, itulah yang dirasakan Khanza.
Hanya dengan melihatnya dari kejauhan.
Setelah lima tahun tak pernah melihat sosok Cinta pertamanya, mereka kembali di pertemukan.
Khanza tak menyangka jika mereka akan dipertemukan kembali sebagai atasannya.
"Maukah kau menikah denganku," kalimat yang keluar dari mulut pria yang menjadi cinta pertamanya itu seolah membuat Khanza melayang.
Apakah mereka akan bahagia bahagia? Tentu saja, apalagi mengetahui ada janin yang sedang berkembang di rahimnya, bulan kedua pernikahannya.
Bermaksud ingin memberi kejutan, justru dialah yang mendapat kejutan dari suaminya.
"Kau boleh meminta apa saja, tapi jangan memintaku meninggalkannya. Aku mencintai dirimu dan dirinya."
'HANCUR' saat suaminya mengatakan jika ia telah menikah sebelum menikahinya.
Istri Keduanya, itulah kedudukannya.
Mampukah Khanza berbagi cinta dengan wanita lain ...?
Akankah ia menerima atau justru harus pergi dari cinta pertamanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menenangkan diri
Saat tengah malam Khanza terbangun dan menelpon Aqila temannya, ia menceritakan sebagian kisahnya di dalam telepon.
"Apa kamu sibuk besok? Aku ingin menenangkan diri dan bercerita banyak denganmu," ucap Khanza pada Aqila.
"Baiklah, besok aku izin kerja, kamu boleh datang, aku tunggu besok pagi, ya. aku juga sangat merindukanmu sudah lama kita tidak bertemu, semenjak kau menikah dengan pak Abizar, kamu nggak pernah menemuiku lagi," ucap Aqila
"Maaf, sudah ya, aku tutup teleponnya dulu. Nanti kakak Abi bangun!"
"Setelah semua yang terjadi, Kamu masih tidur sekamar dengannya?" ucap Aqila tak percaya.
"Semalam aku lupa mengunci pintu dan saat aku bangun Kak Abi sudah tidur disampingku," jawab Khanza.
"Yaudah, sekarang kamu tidur lah, kita bicara lagi besok," ucap Aqila mematikan panggilan teleponnya.
Khanza masih merasa lelah, akhirnya kembali tertidur. Namun kali ini ia memberi pembatas antara dirinya dan Abizar.
Pagi hari Abizar terbangun dan merasakan Khanza sudah tak ada disampingnya, ia mencoba mencari Khanza di balkon kamar tempat favorit Khanza Saat bangun. Namun, Khanza tak ada disana. kemudian Abizar mendengar suara percikan air dalam kamar mandi.
"Sepertinya Khanza sedang mandi," batin Abizar. "sebaiknya aku siapkan sarapan untuknya," ucapnya kemudian keluar kamar dan menuju ke dapur mengambil sarapan untuk Khanza.
"Kamu ambil sarapan untuk istri kamu itu," ucap Wardah Ibu Abizar melihat anaknya.
"Iya Bu, dari kemarin Khanza belum makan."
"Kamu itu jangan terlalu memanjakan dia, sekali-kali tegaslah padanya kamu itu pemimpi di rumah tangga ini. Jangan lemah seperti itu."
"Bu, sekarang itu Khanza sedang marah, dia sedang kecewa dengan aku, sebaiknya untuk saat ini kita mengalah dulu pada Khanza."
"Kalau dia kecewa, lalu dia mau apa? Mau minta cerai?" ucap Santi.
"Mah jangan pernah katakan itu," ucap Farah tak terima.
"Dia sudah dikhianati, dibohongi oleh kalian. Jika dia memang masih bertahan berarti ia tak tahu malu, dia pasti bangga bisa hidup mewah di rumah kita, dia kan hanya gadis kampung," ucap Santi yang memang sejak dulu tak menyetujui pernikahan kedua menantunya.
Abizar tak berkata apa-apa, ia lebih memilih mengambil makanan yang pergi dari sana. Walau bagaimanapun Ibu Santi tetaplah Ibu mertuanya.
"Mah, Farah mohon berhenti mengucapkan kata-kata seperti itu. Semua kata-kata itu bisa menyakiti hati Khanza, ini bukan salah Khanza, Mas Abi yang lebih dulu memintanya untuk menikah dan membawanya dalam situasi ini. Kita semua yang salah, jadi berhentilah menyalahkan Khanza dalam hal ini dan memperkeruh suasana."
"Semenjak ada wanita itu, kau terus saja melawan apa yang mama katakan, terus saja membelanya sampai dia benar-benar merebut suamimu darimu." Kesal Santi.
"Tenanglah, Bu Santi. Farah benar, sebaiknya kita mengalah dulu, biarkan Khanza melahirkan anak untuk Abizar, Setelah itu kita bisa membuat rencana untuk memisahkan mereka," ucap Ibu Wanda.
"Walau suatu saat nanti Khanza sudah memiliki anak, Khansa akan tetap menjadi istri mas Abizar, kami akan membesarkan nya bersama-sama," ucap Farah berdiri dari duduknya. Ia tak jadi makan mendengar ocehan kedua ibunya itu.
"Mereka berdua sama saja, aku heran mengapa mereka sangat menyukai anak itu," ucap Santi.
"Lama-lama aku juga kesal dengan Khanza tingkahnya seperti anak-anak saja," sahut Wanda.
Abizar masuk ke kamar dengan membawa sarapan untuk Khanza, saat membuka pintu ia melihat Khanza sedang merapikan rambutnya di depan cermin.
"Khanza kamu makan ya," ucap Abizar lembut dan menyimpan makanan itu diatas meja yang ada di dalam kamar kemudian menghampiri Khanza di meja riasnya.
"Pagi ini kamu cantik sekali," ucap Abizar ingin mencium pipi Khanza. Namun Khanza menjauhkan wajahnya menolak apa yang ingin dilakukan suaminya.
Abizar mengerti jika Khanza masih marah padanya.
"Dari kemarin kamu belum makan, makanlah dulu," ucap Abizar mengelus lembut rambut Khanza dan melihat Khansa dari cermin.
"Aku akan makan, tapi biarkan aku menemui temanku."
"Tentu saja, aku akan mengantarkan mu."
"Tidak usah, aku bisa pergi sendiri."
Abizar hanya diam dan berpikir sejenak.
"Aku takkan kemana-mana, aku takkan kabur. Aku sudah tak punya siapa-siapa, aku hanya ingin menenangkan diri," ucap Khanza mengerti arti tetapan Abizar padanya.
"Baiklah, tapi sebelum pergi makanlah dulu," ucap Abizar akhirnya menyetujui permintaan Khanza.
Khanza yang memang sangat lapar tak membuang waktu dan langsung menghampiri makanan tersebut.
"Alhamdulillah, makanan ini sangat enak dan bergizi. Syukurlah sekarang bayi ku pasti sudah mendapat asupan makanan. semoga saja dia baik-baik saja karena kemarin aku tak makan," batin Khanza.
Khanza selesai makan, Abizar membawa kembali piring kotor Khanza ke dapur kemudian dia ikut sarapan bersama dengan yang lain.
Beberapa saat kemudian Khanza keluar dan tak menghiraukan mereka yang ada di meja makan yang sedang memperhatikannya, ia berjalan seperti tak ada siapa-siapa di rumah itu. Berjalan keluar tanpa meminta izin kepada Abizar lagi.
"Mau ke mana , kau pergi tanpa izin pada suamimu, kurang sopan," ucap Wardah sengaja mengeraskan suaranya agar Khanza mendengarkannya.
Khanza pura-pura tuli dan terus berjalan meninggalkan rumah, ia sebelumnya sudah memesan taksi dan sudah menunggu di luar rumah.
"Coba lihat istrimu itu, tidak bisakah ia pamit sebelum pergi," ucap Warda.
"Sudah, Bu! Khanza sudah pamit sebelumnya. Aku sudah selesai, aku akan bersiap ke kantor," ucap Abizar berdiri dari duduknya padahal Ia belum makan sesendok pun.
"Mah, bisa tidak tak membuat mas Abi marah, dia sedang banyak urusan di kantor jangan menambah masalah dengan memperkeruh keadaan," ucap Farah menyusul Abizar.
Semenjak suaminya menikah lagi, Farah menyiapkan 2 lemari pakaian untuk di kamarnya dan kamar Khanza.
"Kamu lihatkan anak-anak sudah tidak ada yang mendengarkan ucapan kita," ucap Santi geram melihat kelakuan anak dan menantunya serta madu putrinya.
Warda tak berkata apa-apa, Ia hanya menghela nafas dan melanjutkan kembali sarapannya.
Di kamar.
"Mas, Khanza mau ke mana?" tanya Farah.
"Ia mau ke rumah temannya, Aqila. Katanya dia mau menenangkan diri sejenak disana."
"Apa Mas percaya dengan Khanza?" tanya Farah ragu.
"Maksud kamu?" tanya Abizar tak mengerti maksud Farah.
"Maksud aku, bagaimana jika dia pergi dari kita," ucap Farah membantu merapikan dasinya.
"Aku percaya padanya, Jika ia mengatakan akan pergi ke rumah Aqila ia pasti kesana, aku tahu Aqila adalah sahabat Khanza dan juga bekerja di kantor. Tadi aku sudah menghubungi atasannya, katanya Aqila hari ini meminta cuti."
"Semoga saja setelah dari sana Khanza bisa memaafkan kita," harap Farah.
"Mas ke kantor dulu, sepulang dari kantor Mas akan menjemputnya, kau tidak usah khawatir. Walau baru mengenalnya berapa bulan tapi aku yakin Khanza akan memaafkan kita," ucap Abizar.
"Iya Mas, aku yakin Khanza bisa menerima keadaan kita. Aku akan pelan-pelan menjelaskan tentang kondisi pernikahan kita. Kuharap dia mengerti."
"Terima kasih, Aku akan mencoba tetap bersikap adil kepada kalian berdua," ucap Abizar membawa Farah ke permukaan nya.
Farah mengantar Abizar hingga ke teras rumah, melambaikan tangan hingga suaminya itu pergi meninggalkan gerbang.
Ada perasaan lega di hati Farah saat Khanza sudah mengetahui kebohongan yang selama ini membuat ia terbebani, rasa takut jika Khanza akan meninggalkan mereka, ia sudah menganggap Khanza seperti Adiknya sendiri bukan seperti madu baginya.
💖💖💖💖💖💖💖💖🙏🙏🙏🙏💖💖💖💖
Terima kasih sudah membaca 🙏
Mohon dukungannya ya dengan memberi like, vote, dan komennya 🙏
salam dariku Author m anha ❤️
love you all 💕💕💕
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
agak gemesh sma visual karakternya. realitanya gk ada yg 100 mw d madu wlau mlut brkata iya n brkata akn adil