Alvin sosok pria dingin tak tersentuh telah jatuh cinta pada keponakannya yang sering dipanggilnya By itu.
Sikapnya yang arogan dan possesive membuat Araya sangat terkekang. Apalagi dengan tali pernikahan yang telah mengikat keduanya.
"Hanya aku yang berhak untukmu Baby. Semua atas kendaliku. Kau hanya milikku seorang. Kau tidak bisa lepas dariku sejauh manapun kau pergi. Ini bukan obsesi atau sekedar rasa ingin memiliki. Ini adalah cinta yang didasari dari hati. Jangan salahkan aku menyakiti, hanya untuk memenuhi rasa cinta yang berarti."
-Alvin-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maafkan Om Sayang
Aya sedang bermain catur dengan Papanya selepas makan malam tadi. Pria itu tampak berfikir keras sambil memijit pelipisnya.
Mama, Adam dan Zahwa hanya duduk memperhatikan. Suasana menjadi hidup semenjak kedatangan Aya di rumah Ini. Tentu saja mereka sangat senang. Banyak hal hal baru yang membuat mereka semakin akrab.
"Papa lama." kata Aya sambil memanyunkan bibirnya.
"Papa masih berfikir sayang." Sungguh anak perempuannya lawan yang hebat, buktinya Papa yang biasa menang dengan mudah kini harus bekerja keras.
Beberapa detik kemudian Ia telah memutuskan untuk menggerakkan pion caturnya. Belum lama tangannya kembali untuk menopang dagunya. Sebuah suara benturan antara pion dan papan catur cukup keras terdengar. "Papa kalah." kata Aya cukup lantang. Papa membelalakkan matanya. "mana mungkin..." gumamnya Masih tak percaya bahwa Ia benar benar kalah dari putri kecilnya.
"Sudah Pa. Papa memang kalah." sahut Mama.
"yah...." keluh Papa Ikut bergabung bersama Anak gadisnya untuk menonton TV.
Aya memakan es krim dengan lahap. Ia begitu merindukan makanan dingin itu.
"Makannya pelan pelan sayang." Tutur Mama sambil mengelap sudut bibir anak gadisnya.
Setelah menghabiskan eskrim nya gadis itu beralih memakan camilan di atas meja. Mulutnya tak berhenti mengunyah membuat Adam gemas dan mencubit pipi Adiknya.
Aya tak bereaksi masih tetap fokus pada makanannya.
"Setiap Sabtu kamu nginep di sini kan dek?" Tanya Adam.
"Belum tau." Jawab Aya membuat raut wajah Mama dan Papa berubah seketika.
Ponsel Aya bergetar menandakan ada panggilan masuk. Gadis itu menghentikan makannya.
"Iya Om."
....
"Sebentar. Ini baru jam 9."
....
"Aku sudah minum obat."
....
"Tapi aku belum ngantuk."
...
"Iya ...iya. Aku tidur sekarang. Om hanya bisa mengancam."
...
"love you too." Aya mengakhiri panggilannya.
"Aku mau tidur dulu ya."
"Mama tidur sama kamu ya sayang.
"Iya."
"Selamat tidur sayang." Kata Papa, Adam dan Zahwa memberi kecupan pada Aya.
Mama memeluk Aya yang sedang tertidur dengan tenang teringat besok sudah harus berpisah dengan putrinya. Ia sangat menyesali kejadian belasan tahun lalu. Dengan bodohnya Ia menyerahkan bayi cantiknya demi bisnisnya dulu. Disesali pun tak akan bisa terulang lagi. Hal yang harus dilakukan sekarang adalah memperbaiki dan membuat putrinya kembali.
Pagi hari setelah sarapan semua orang berkumpul di teras belakang.
"By." Alvin datang dan mencium Pipi Aya.
"Om. Sudah datang."
"Iya, Ayo pulang."
"Pulang nanti sore saja sayang. Nanti Mama antar."
"Udah janji sama Mommy untuk pulang pagi. Aku ke kamar dulu Om mau ambil ponsel."
"Ok om tunggu sini."
Alvin mengobrol sambil menikmati tehnya sembari menunggu Aya.
"Vin sebenarnya Anakku sakit apa?"
Alvin menaruh cangkir teh nya di atas meja.
"Saat pernikahan Adam By mengalami kecelakaan hebat. Itu sebabnya kami tidak datang. By cedera otak parah dan koma selama 2 bulan. Dokter berkata By tak kan selamat karena jantungnya berhenti berdetak namun Allah berkehendak lain. Jantung By bekerja kembali dan berangsur angsur pulih meski memakan waktu yang cukup lama. Kami menunggu tanpa putus asa hingga By terbangun dari tidur panjangnya. Sampai sekarang bisa dikatakan belum sembuh. By harus mengkonsumsi obat tiap hari." Alvin bercerita sambil menahan sesak di dadanya mengingat momen itu.
Mama, Papa dan Adam menangis dalam diam. Sementara Zahwa prihatin memikirkan betapa sulit keadaan Adik iparnya kala itu. Bagaimana mereka bisa bersenang senang sementara Aya berjuang hidup dan mati.
"Kenapa kau tidak bilang Vin?"
"Tidak ada waktu. Kami harus fokus pada penyembuhan By." Sambil menghembuskan nafasnya untuk mengurangi beban.
Alvin merasa cemas karena sudah cukup lama mengobrol Aya belum juga kembali. Mereka memutuskan untuk mengecek ke kamar. Nampak sepi, karena beberapa kali memanggil Aya namun tidak ada jawaban.
Alvin yang berada di kamar mandi terkejut dengan kondisi Aya yang terkulai lemas dengan ruam merah di beberapa bagian tubuhnya. Dengan cepat Ia membawa Aya keluar dan membaringkannya di ranjang lalu menghubungi dokter.
"Anakku kenapa Vin?"
"Siapa yang masak menu sarapan pagi ini?"
"Aku dan Zahwa Vin."
"Sudah aku bilang jangan menggunakan bahan kedelai di makanan By. Dia Alergi. Kalian ingin meracuni By ya?"
"Maaf Vin. Kami lupa. Kakak lalai Vin. Kakak tidak sengaja menggunakan minyak kedelai tadi." kata Mama sambil menangis penuh penyesalan.
" Aku sudah memberi tahu apa makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan By. Bagaimana bisa lupa?" Dengan suara yang meninggi.
"Maaf."
Dokter yang baru tiba segera memeriksa kondisi Aya dan memasang infus.
"Bagaimana dok?"
"Nona akan pulih tuan. Tapi membutuhkan waktu. Ini resep obat untuk mengurangi efek alerginya."
"Baik dok. Terimakasih."
"Sama sama. Saya permisi dulu." Selepas kepergian Dokter Alvin tak bisa diam begitu saja.
"Mau apa Vin?"
"Mau membawa By pulang. Tempat ini terlalu berbahaya. Sehari saja kalian bersamanya sudah membuat By ku celaka. Bodoh jika aku tetap membiarkannya di sini. Seharusnya aku tidak membiarkan By bersama kalian. Aku sangat menyesal." Kata Alvin menepis tangan Kakaknya dan menggendong Aya untuk di bawa pulang. Mama menangis sambil mengejar Alvin yang berjalan dengan cepat.
"Vin jangan bawa anakku." teriak Mama namun tak di hiraukan.
"Jalan pak." Perintah Alvin sudah di dalam mobil mendekap tubuh Aya.
"Baik tuan."
"Alvin jangan bawa anakku." tangis Mama duduk bersimpuh dengan pasrah saat mobil Alvin melaju meninggalkan rumah.
"Maafkan Om sayang. Om ceroboh membiarkanmu bersama mereka. Om janji akan lebih melindungimu lagi." kata Alvin membelai lembut pipi Aya.