Nazwa Kamila, seorang perempuan cantik yang pernah gagal dalam pernikahannya lantaran ia tidak bisa memiliki keturunan. Keluarga suaminya yang terlalu ikut campur membuat rumah tangganya hancur. Hubungan yang ia pertahankan selama tiga tahun tidak bisa dilanjutkan lagi lantaran suaminya sudah menalaknya tiga kali sekaligus.
Kehilangan seorang istri membuat hidup seorang Rayhan hancur. Ia harus kuat dan bangkit demi kedua buah hatinya yang saat itu usianya masih belum genap dua tahun. Bagaimana pun hidupnya harus tetap berjalan meski saat ini ia bagaikan mayat hidup.
Suatu hari takdir mempertemukan Nazwa dan Rayhan. Akankah mereka berjodoh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ke rumah Tiwi
Nazwa berpegangan pada besi jok motor.
Kebetulan Jalan yang dituju Rayhan sama dengan arah tujuan Nazwa.
"Mami aneh, biasanya dia dulu yang ngelarang aku boncengan sama yang bukan muhrim. Eh malah ini disuruh." Batin Rayhan.
Rayhan melakukan motornya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Karena motor tersebut memang tidak enak jika tidak diajak ngebut. Rayhan melewati jalan alternatif agar terhindar dari kemacetan. Setelah berjalan sekitar 10 kilo meter, tiba-tiba Rayhan ngerem mendadak.
Ciiiiiitttttt
"Astaghfirullahal'adzim." Pekik Nazwa. Tubuhnya tak sengaja bergeser ke depan sehingga nempel ke tubuh Rayhan. Helm mereka pun berbenturan.
Meong meong....
Nafas keduanya tidak beratura karena terkejut.
"Maaf, ada kucing."
Saat Nazwa melihat ke depan ternyata, ada kucing yang sedang melahirkan. Ia segera turun dari atas motor dan menghampiri kucing bersama 3 anak kucing yang baru saja lahir.
"Pak, saya singkirkan ini dulu."
Rayhan mengangguk dan meminggirkan motornya.
Nazwa menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sesuatu yang bisa dibuat untuk wadah kucing. Di dekat sampah, ia melihat kardus air mineral. Ia pun segera mengambilnya dan memasukkan kucing dan anak-anaknya ke dalam kardus tersebut. Setelah itu, Nazwa mengeluarkan botol air minum dari tas selempangnya. Ia mencuci kedua tangannya.
Sekarang Rayhan semakin mengerti, jika Nazwa memang orang yang penuh kasih sayang. Dengan hewan saja ia sangat peduli, apa lagi kepada kedua anaknya.
"Em... Pak, selanjutnya biar saya naik tadi saja sudah dekat kok."
"Cepat naik, di sini banyak preman."
Nazwa percaya dengan ucapan Rayhan.
"Ah iya, baiklah."
Dengan susah payah Nazwa nakk ke atas motor lagi. Rayhan melanjutkan perjalanannya.
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di depan gang tempat kos Tiwi. Nazwa turun dari motor, lalu ingin membuka helm. Namun ia kesusahan saat membuka gesper helm yang dipakainya.
"Huh, pakai saja."
"Tapi Pak... "
"Pulang jam berapa?"
"Siang paling Pak."
"Nanti saya lewat sini lagi."
"Tidak perlu Pak. "
"Menolak, potong gaji."
Tanpa mendengar jawaban Nazwa, Rayhan pun segera tancap gas.
"Astaghfirullah... es balok!"
Nazwa pun masuk ke dalam gang menuju kost-an Tiwi. Helm tersebut masih bertengger di kepalanya.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Tiwi membuka pintu.
"Nazwa... ato ayo masuk."
Nazwa pun masuk. Untung saja hari ini suami Tiwi keluar untuk men-service sepeda motornya. Jadi Nazwa tidak perlu sungkan untuk masuk ke dalam kamar itu.
"Nazwa kenapa helm nya tidak dilepas?"
"Ah iya lupa. Tiwi, tolong bukain! Susah sekali dari tadi mau buka."
Tiwi pun membantu membukanya. Entah kenapa saat Tiwi yang membukanya terlihat sangat mudah.
"Ini helm siapa Wa?"
"Helm anak Bu Salsa."
"Oh... kamu naik gojek?"
"Diantar Papanya si kembar."
"Widih.... wah wah wah, ada yang terlewatkan nih?"
"Apanya?"
"Papa si kembar."
"Jangan berpikiran jauh. Kebetulan Pak Rayhan mau keluar."
"Oh kebetulan ya." Goda Tiwi.
Setelah berbincang-bincang sebentar, mereka bikin rujak buah. Mumpung anak Tiwi sudah tidur, jadi mereka bisa bergerak bebas. Tiwi memotong buah, sedangkan Nazwa meracik bumbunya.
"Pasti enak nih, jadi ngiler."
"Iya dong." Sahut Nazwa.
Nazwa mengembalikan uang yang dipinjamnya satu bulan yang lalu kepada Tiwi. Justru ia mengembalikannya tiga kaki lipat.
"Wa, ini kebanyakan."
"Buat beli susunya si kecil. Tenang saja, itu bukan uang riba. Aku juga dapat kerjaan pelantaranya dari kamu."
"Masyaallah.. itu sudah rezekimu. Terima kasih ya Wa. Semoga berkah."
"Amin."
Tiwi mengeluarkan paketan akte nikah.
"Ini Wa."
"Makasih ya, Wi. Maaf sudah merepotkanmu."
"Tentu saja tidak. Selagi bisa membantu, akan kuusahakan."
"Huh.. semalam aku ketemu lagi sama Soni dan Fanya."
"Apa?"
Nazwa pun menceritakan pertemuannya dengan mereka semalam. Tiwi ikut gregetan mendengar cerita Nazwa.
"Dasar kutu kupret, mak Lampir! Kalau aku, sudah ku bejek-bejek tuh orang dua. Gila ya, bisa-bisanya mulutnya kayak comberan. Astaghfirullah..."
"Haha... sabar wi. Mereka belum menemukan balasan. Aku sudah iklas dengan kedzaliman mereka. Semoga Allah yang membalasnya.
"Amin... "
Adzan Dhuhur telah berkumandang. Nazwa pun numpang shalat di rumah Tiwi. Setelah selesai shalat, Nazwa memeriksa handphone-nya. Sebenarnya ia sedang bingung, mau pulang atau menunggu Rayhan. Ia takut Rayhan marah dan benar-benar memotong gajinya.
Nazwa menghela nafas panjang. Bersamaan dengan itu, hanphone-nya berdering.
"Bu Salsa."
Ia segera mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Wa, Rayhan nelpon barusan. Dia sudah menunggu di tempat tadi kamu turun. Apa kamu sudah mau pulang?"
"Oh iya, bu. Ini sudah mau pulang. Saya segera keluar."
"Ya sudah, Ibu bilang Rayhan."
Mami segera menghubungi Rayhan kembali. Dan tidak lupa Mami mengirimkan nomer handphone Nazwa kepadanya. Karena selama ini, ia memang tidak menyimpannya.
Tidak ingin mengulur waktu, Nazwa segera pamit kepada Tiwi. Ia tidak ingin membuat majikan es baliknya menunggu lama. Nazwa berlari kecil agar segera sampai. Dan benar saja, Rayhan sudah menunggunya. Nazwa segera memakai helm.
"Ma-maaf Pak."
"Hem."
"Panas-panas gini, es balok masih beku." Batin Nazwa.
Ja naik ke atas motor dengan posisi seperti tadi. Amplop coklat yang berisi akte nikah, ia pegang di tangannya karena tidak muat jika dimasukkan ke dalam tas. Sebenarnya bisa ditekuk tapi takut rusak.
"Sudah Pak."
Rayhan kembali tancap gas. Ia putar balik terlebih dahulu untuk menuju jalan pulang. Di pertengahan jalan, Rayhan mampir di sebuah kedai jus. Tadi Anggi dan Anggun telpon, mereka minta dibelikan jus alpukat.
"Turunlah, si kembar minta jus alpukat."
Nazwa pun turun dari motor. Ia memesan dua jus alpukat untuk si kembar.
Rayhan pun turun dari motor.
"Tambah jus naga satu." Ujar Rayhan.
"Owalah, Pak Rayhan. Saya kira siapa tadi." Ujar penjual jus.
Ternyata Rayhan sudah biasa membeli jus di tempat itu.
"Berapa semuanya?"
"Tiga puluh ribu Pak."
Rayhan membayar menggunakan uang elektrik.
Setelah itu, mereka kembali ke motor. Tentu saja Nazwa kesusahan untuk naik ke atas motor karena di kanan kirinya ada amplop dan tangan kanannya ada jus.
"Ayo naik!"
"Tapi Pak, saya susah naiknya."
Rayhan pun menoleh. Lalu ia meminta amplop yang dipegang Nazwa. Ia sempilkan di perutnya, lalu menutup jaketnya kembali. Nazwa tidak ingin protes, ia pun segera naik. Sebelah tangannya berpegangan ke besi jok motor.
Nggak enak banget rasanya, apa lagi joknya tinggi. Namun Nazwa tetap mempertahankan diri untuk tidak berpegangan kepada ea balok di depannya.
Tidak lama kemudian, akhirnya mereka sampai di rumah.
"Alhamdulillah." Lirih Nazwa.
Mengetahui suara motor Rayhan, Mami langsung berlari kecil ke tepi jendela untuk mengintip putranya. Sementara si kembar mengintip dari balik jendela kamar mereka di lantai atas.
...****************...
terimakasih bunda