Wilda Sugandi adalah seorang istri yang baik hati dan menurut pada sang suami, Arya Dwipangga. Mereka sudah menikah selama 5 tahun namun sayang sampai saat ini Wilda dan Arya belum dikaruniai keturunan. Hal mengejutkan sekaligus menyakitkan adalah saat Wilda mengetahui bahwa Arya dan sahabat baiknya, Agustine Wulandari memiliki hubungan spesial di belakangnya selama ini. Agustine membuat Arya menceraikan Wilda dan membuat Wilda hancur berkeping-keping, saat ia pikir dunianya sudah hancur, ia bertemu dengan Mikael Parovisk, seorang CEO dari negara Serbia yang jatuh cinta padanya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sang Mantan Mertua Menyimpan Dendam
Tanpa sepengetahuan Nurjannah, Wilda, dan Juwita, ternyata orang suruhan Agustine diam-diam mengikuti mereka dari belakang. Ia ingin memastikan bahwa kedua wanita itu benar-benar menderita dan tidak memiliki tempat untuk berlindung. Ia terus mengawasi mereka dari kejauhan, mencatat setiap langkah yang mereka ambil.
Setelah berjalan cukup jauh, Juwita akhirnya membawa ibu dan kakaknya ke sebuah rumah sederhana yang ternyata adalah tempat tinggalnya. Rumah itu tidak terlalu besar, namun cukup untuk menampung mereka bertiga.
"Ibu, Mbak Wilda, kalian bisa tinggal di sini dulu," kata Juwita dengan nada lembut. "Maaf, rumah saya tidak sebagus rumah kita dulu, tapi yang penting kita bisa berkumpul bersama."
Nurjannah dan Wilda terharu mendengar perkataan Juwita. Mereka tidak menyangka Juwita akan menawarkan tempat tinggalnya untuk mereka.
"Terima kasih, Juwita," kata Nurjannah dengan nada terharu. "Ibu sangat beruntung memiliki anak seperti kamu."
"Iya, Kamu memang adik yang baik," timpal Wilda.
Juwita tersenyum. Ia senang bisa membantu ibu dan kakaknya.
"Sudah, jangan dipikirkan lagi," kata Juwita. "Yang penting, kita sekarang sudah bersama-sama."
Mereka bertiga kemudian masuk ke dalam rumah. Juwita memperkenalkan ibu dan kakaknya kepada suaminya. Suami Juwita menyambut mereka dengan ramah. Ia juga ikut merasa prihatin dengan kejadian yang menimpa Nurjannah dan Wilda.
"Mari, Bu, Mbak. Silakan masuk," kata suami Juwita. "Anggap saja ini rumah sendiri."
Nurjannah dan Wilda merasa sedikit tidak enak karena harus menumpang di rumah Juwita. Mereka tahu, Juwita sudah memiliki keluarga sendiri. Mereka tidak ingin merepotkan Juwita dan suaminya.
"Juwita, Ibu dan Mbak Wilda tidak enak kalau harus tinggal di sini," kata Nurjannah. "Kalian sudah punya keluarga sendiri. Kami tidak mau mengganggu kalian."
"Ibu, jangan khawatir," kata Juwita. "Kami senang kok kalau Ibu dan Mbak Wilda tinggal di sini. Kami sudah anggap Ibu dan Mbak Wilda seperti keluarga sendiri."
"Iya, Bu," timpal suami Juwita. "Kami akan menjaga Ibu dan Mbak Wilda dengan baik."
Nurjannah dan Wilda akhirnya luluh. Mereka menerima tawaran Juwita dan suaminya untuk tinggal bersama mereka.
"Terima kasih banyak," kata Nurjannah dengan nada terharu. "Ibu tidak tahu harus membalas kebaikan kalian seperti apa."
"Sudah, Bu. Tidak usah dipikirkan," kata Juwita. "Yang penting, kita sekarang sudah bersama-sama."
Mereka berempat kemudian berpelukan. Mereka merasa sangat bahagia karena akhirnya bisa berkumpul kembali.
Sementara itu, orang suruhan Agustine yang masih mengawasi mereka, mencatat alamat rumah Juwita. Ia kemudian melaporkan informasi ini kepada Agustine.
"Mereka sekarang tinggal di rumah adik Wilda," kata orang suruhan Agustine.
"Bagus," kata Agustine. "Kita akan buat mereka menyesal karena sudah berani melawan kita."
Agustine kemudian menyusun rencana baru untuk membuat Wilda dan keluarganya menderita. Ia tidak akan berhenti sampai dendamnya terbalaskan.
****
Di sebuah kamar mewah, Arya duduk termenung sambil memandangi foto Wilda, mantan istrinya. Wajahnya terlihat sedih dan penuh penyesalan. Ia tidak bisa melupakan Wilda, wanita yang pernah mengisi hatinya selama bertahun-tahun.
Tanpa disadari, Agustine, istrinya, masuk ke dalam kamar. Ia melihat Arya sedang memandangi foto Wilda. Hatinya langsung terbakar api cemburu dan amarah.
"Masih saja memikirkan wanita itu?" tanya Agustine dengan nada sinis.
Arya terkejut dan langsung menyembunyikan foto Wilda. Ia menoleh ke arah Agustine dengan wajah bersalah.
"Maaf, Sayang. Aku hanya..." kata Arya dengan nada gugup.
"Hanya apa? Hanya masih mencintai dia?" potong Agustine dengan nada tinggi.
Arya terdiam. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan Agustine.
"Arya, kita sudah menikah. Kamu harus mulai menerima aku sebagai istrimu," kata Agustine dengan nada tegas.
"Aku tahu, Sayang. Aku sedang berusaha," jawab Arya dengan nada lirih.
"Berusaha? Sampai kapan kamu akan terus berusaha? Sampai kapan aku harus hidup di bawah bayang-bayang Wilda?" kata Agustine dengan nada yang semakin tinggi.
"Agustine, tolong mengerti perasaanku," kata Arya dengan nada memohon.
"Mengerti? Aku sudah cukup mengerti perasaanmu. Aku sudah cukup sabar menunggu kamu melupakan Wilda," kata Agustine dengan nada marah.
"Aku mohon, beri aku waktu," kata Arya dengan nada putus asa.
"Waktu? Waktu sudah terlalu banyak yang aku berikan untukmu. Sekarang, aku ingin kamu fokus padaku. Aku ingin kamu mencintaiku seperti kamu mencintai Wilda," kata Agustine dengan nada menuntut.
"Kalau begitu, buktikan padaku. Tunjukkan kalau kamu benar-benar mencintaiku," kata Agustine dengan nada menantang.
Arya menatap Agustine dengan tatapan yang penuh arti. Ia kemudian memeluk istrinya erat.
"Aku mencintaimu, Agustine," kata Arya dengan nada yang tulus.
Agustine tersenyum. Ia merasa bahagia karena akhirnya Arya mengakui cintanya.
"Aku juga mencintaimu, Arya," kata Agustine dengan nada yang sama.
Keduanya kemudian berciuman dengan mesra. Mereka berdua berharap, cinta mereka akan semakin tumbuh dan berkembang.
Namun, di dalam hati Arya, masih tersimpan bayangan Wilda. Ia masih belum bisa melupakan wanita yang telah menemaninya selama bertahun-tahun.
"Apakah aku bisa benar-benar mencintai Agustine?" tanya Arya dalam hati.
****
Beberapa waktu kemudian, takdir mempertemukan Zulaikha dengan Wilda dan Nurjannah di sebuah pusat perbelanjaan. Zulaikha yang melihat kedua wanita itu, tidak bisa menyembunyikan rasa bencinya. Dengan langkah angkuh, ia menghampiri Wilda dan Nurjannah.
"Lihatlah, siapa yang saya temui," kata Zulaikha dengan nada sinis. "Mantan menantu yang sudah tidak laku dan ibunya yang miskin."
Wilda dan Nurjannah hanya bisa terdiam mendengar hinaan dari Zulaikha. Mereka sudah terbiasa dengan perlakuan kasar dari mantan mertua Wilda itu.
"Kamu jangan sombong, Zulaikha," kata Nurjannah dengan nada tenang. "Rezeki itu sudah diatur oleh Allah SWT. Jangan ?menyombongkan diri seolah-olah kamu yang paling kaya."
"Sudah miskin, mandul pula. Pantas saja Arya menceraikan kamu," kata Zulaikha dengan nada yang semakin merendahkan.
Wilda yang mendengar hinaan Zulaikha, tidak bisa menahan air matanya. Ia merasa sangat malu dan sakit hati dengan perkataan mantan mertuanya itu.
"Ibu, sudah, Bu," kata Wilda sambil menahan tangisnya. "Jangan diladeni orang seperti ini."
"Tidak bisa, Wilda," kata Nurjannah. "Ibu tidak akan membiarkan dia menghina kamu seperti ini."
Nurjannah kemudian menatap Zulaikha dengan tatapan tajam.
"Zulaikha, kamu jangan Seenaknya menghina anak saya," kata Nurjannah dengan nada marah. "Kamu juga pernah merasakan hidup susah. Jadi, jangan menyombongkan diri seolah-olah kamu yang paling kaya."
Zulaikha terdiam mendengar perkataan Nurjannah. Ia merasa malu karena aibnya diungkit oleh mantan mertuanya itu.
"Sudahlah, Bu. Tidak usah diperpanjang lagi," kata Wilda sambil menarik tangan ibunya. "Ayo, Bu, kita pergi dari sini."
Nurjannah akhirnya mengikuti ajakan Wilda. Mereka berdua meninggalkan Zulaikha dengan perasaan sakit hati dan kecewa.
"Awas kamu kalau berani mengganggu anak saya lagi," kata Nurjannah sebelum pergi.
Zulaikha hanya bisa terdiam dan menatap kepergian Wilda dan Nurjannah dengan tatapan sinis. Ia masih tidak terima dengan kenyataan bahwa ia harus berurusan dengan mantan menantunya itu.
"Saya pasti akan membalas perbuatan mereka," gumam Zulaikha dalam hati. "Saya tidak akan membiarkan mereka hidup bahagia."
Zulaikha kemudian pergi dari tempat itu dengan perasaan marah dan dendam. Ia berjanji akan membuat hidup Wilda dan Nurjannah menderita.