15 tahun berlalu, tapi Steven masih ingat akan janjinya dulu kepada malaikat kecil yang sudah menolongnya waktu itu.
"Jika kau sudah besar nanti aku akan mencarimu, kita akan menikah."
"Janji?"
"Ya, aku janji."
Sampai akhirnya Steven bertemu kembali dengan gadis yang diyakini malaikat kecil dulu. Namun sang gadis tidak mengingatnya, dan malah membencinya karena awal pertemuan mereka yang tidak mengenakkan.
Semesta akhirnya membuat mereka bersatu karena kesalahpahaman.
Benarkah Gadis itu malaikat kecil Steven dulu? atau orang lain yang mirip dengannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiny Flavoi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
07 - Memilih kabur
Sejak terciduk kakeknya Steven. Rimba jadi terlibat hubungan rumit dengan sang dosen tampan itu.
Kakek Hermawan tak main-main dengan ucapannya. Bahkan beliau rela datang menemui ibunya Rimba dan menceritakan semua yang dilihatnya itu. Kakek tua itu masih menganggap Steven dan Rimba memiliki hubungan spesial.
"Kamu ini ya, bikin malu keluarga aja!"
"Aww!! sakit, Bun" saat cubitan jemari Vania mengenai lengannya berkali-kali karena gemas campur kesel.
"Kamu ini mau nikah apa mau sekolah sih?" tanya Vania sambil berkacak pinggang menatap putrinya garang.
"Siapa juga yang mau nikah. Aku mau sekolah trus jadi dokter seperti keinginan ayah," sahut Rimba.
"Kalo mau jadi dokter trus kenapa kamu pacaran sama dosen itu? umurnya jauh lebih tua pula, bahkan sama Galang aja masih diatasnya empat tahun. Yang benar saja kamu, Rim! nggak bisa pilih-pilih apa? ganteng sih ganteng, tapi dia pantesnya jadi om kamu, bukan pacar kamu!" ujar sang bunda panjang lebar, mengeluarkan semua pendapatnya tentang sosok Steven.
"Aku nggak pacaran Bun sama Pak Steve. Kakeknya aja yang salah paham," bantah Rimba.
"Salah paham maksudmu? Siapa yang akan percaya kalo itu salah paham, jika melihat laki-laki dan perempuan berduaan saling tumpang tindih seperti itu?" ujar Vania tambah geram.
"Astaga, Bun. Berapa kali aku bilang kalo aku nggak sengaja dorong dia pas ada kecoa. Bunda kok nggak percaya sama anaknya sendiri sih? Heran aku tuh," ucap Rimba sambil membuang napasnya.
"Ya, bunda emang lebih percaya sama Kakek itu ketimbang kamu, Rim! karena apa? karena kamu sudah banyak ngecewain bunda, kamu selalu bikin masalah dari kecil," ujar Vania, dan sukses membuat Rimba menunduk sedih. Senakal itu kah dirinya hingga membuat sang bunda tak lagi mempercayainya? "Bunda nggak tau apa dia seperti dirimu juga atau beda," gumamnya lirih.
"Dia siapa?" tanya Rimba kembali menegakkan kepalanya terkesiap.
"Sudah! sekarang lebih baik kamu siap-siap! keluarga calon suami kamu sebentar lagi datang untuk lamaran," pinta Vania mengagetkan Rimba.
"Hah? lamaran?" bola mata Rimba terbelalak lebar. "Tunggu-tunggu! maksud bunda apa nih?" tanyanya tak paham.
"Bunda sama Kakek Hermawan udah sepakat untuk nikahin kalian berdua," jawab Vania.
"Apa??" bola mata Rimba membulat sempurna. "Nikah sama Pak Steve maksud bunda? aku nggak mau Bun! aku nggak kenal sama dia," tolak nya.
"Nggak kenal tapi kok mau-maunya dibawa kerumahnya seperti itu. Dimana harga diri kamu, Rim? udah deh, kali ini tolong nurut bunda!" ucapa Vania.
"Nggak bisa gitu dong Bun. Ini jaman apa masih paksa-paksa nikahin anaknya? aku udah janji sama ayah untuk jadi dokter. Pokoknya aku nggak mau!" tolak Rimba keras.
Vania nampak menghela nafasnya dalam-dalam. Kali ini ia berusaha meredam emosinya. Ia sangat tau siapa Rimba, Jika dikerasin maka akan semakin keras sikapnya. Vania harus bisa meluluhkan hati dan emosi putrinya itu, bagaimanapun caranya.
"Meskipun udah nikah, kamu tetap bisa nerusin kuliah kedokteranmu itu, Rim. Dan bunda yakin dengan kamu menikah dengan Steven, kamu akan mudah mencapai semua cita-citamu. Steven itu kan dosen, juga dokter di rumah sakit ternama." ujar Vania jadi malah berpihak pada Steven.
"Bunda gimana sih? nggak konsisten deh. tadi bilangnya Steve itu ketuaan buat aku, pantesnya jadi si Om, tapi kenapa ujung-ujungnya jadi ngedukung?" ucap Rimba mendengus.
"Karena sekarang bunda sadar, mungkin kamu emang harus nikah sama yang lebih dewasa agar dia bisa mendidikmu menjadi pribadi yang lebih baik," sahut Vania.
Rimba terdiam, rasanya sia-sia berdebat terus dengan sang Bunda. "Aku ke kamar dulu!" sahutnya lalu beranjak pergi.
"Ya sudah kamu siap-siap, ganti pakaiannya sama yang lebih sopan, jangan celana robek-robek gitu masih kamu pake!" ujar Vania namun tak tanggapi Rimba karena sudah keburu pergi.
.
Didalam kamar, ia malah duduk bersila diatas ranjangnya. Merenungi nasib dirinya yang entah seperti apa ke depannya nanti. Menikah dengan seseorang yang baru dikenalnya itu bukan yang Rimba mau. Haruskah ia lari dari kenyataan? jawabannya Ya. Rimba tidak ingin pasrah begitu begitu saja.
Ia pun segera mengambil tas ranselnya, memasukkan beberapa pakaian, buku-buku, dan barang lainnya yang dianggap penting.
'Gue nggak mau nikah muda, apalagi nikah sama laki-laki yang gue nggak suka!' batinnya.
Tiba-tiba suara ketukan pintu kamarnya terdengar. "Rimba!" panggil Galang dari luar.
"Apa?" balas Rimba dari dalam.
"Tamunya udah datang tuh, kata Bunda cepet keluar!"
"Siyalan! jadi mereka serius?" gumam Rimba mendengus kesal. "Iya Kak! tunggu bentar lagi aku keluar!" teriak Rimba lagi pada sang Kakak dibalik pintu kamarnya, seraya menyunggingkan senyuman miringnya.
.
Diruang tamu, nampak sudah ada kakek Hermawan, adik perempuan Steven bernama Mitha dan suaminya. Lha, Steven-nya mana?
"Sebentar lagi dia keluar, Bun" kata Galang pada Vania yang langsung meresponnya dengan anggukan.
"Ini Kakak Rimba, Galang namanya," Vania mengenalkan lelaki yang terpaut 8 tahun dengan adiknya itu.
"Pak Marco?"
"Kamu?"
Galang langsung menyambut tangan suami dari adiknya Steven itu, begitu hormat.
"Bun, Pak Marco ini atasan ku di kantor, Presdir MM Gemilang," ujar Galang pada Vania.
"Ooohh..." bibir Vania membulat kaget. Ia tidak menyangka kalau iparnya sang calon mantu itu salah satu pengusaha hebat di negeri ini.
Mereka saling bercengkrama dulu sambil menunggu kemunculan Rimba dari kamarnya.
"Steven juga nanti menyusul sebentar lagi. Dia teh ada operasi dadakan dirumah sakit, jadi mungkin rada terlambat," ujar Kakek Hermawan menjelaskan tentang keberadaan Steven yang mungkin menjadi pertanyaan Vania juga Galang.
"Ah, iya nggak apa-apa. Kami mengerti." sahut Vania ramah. "Mari, silahkan diminum dulu!" pintanya kepada para tamu tersebut.
"Jadi Rimba itu adik kamu yang waktu itu ke kantor?" celetuk Marco pada Galang.
"Bapak masih ingat ternyata? Iya, itu adik saya Rimba," sahut Galang.
Bagaimana orang bisa lupa dengan perempuan cantik, muda, menarik dan energik, tapi penampilannya urakan seperti Rimba.
.
Sementara itu, Rimba melompat dari jendela kamar sambil menggendong tas ransel yang beratnya lebih dari 5 kilo. Gadis itu sudah siap untuk melarikan diri.
.
.
.
Pilihlah. Melarikan diri dari masalah atau masalah akan membuat kamu semakin jatuh ke masalah lainnya.