Nala Purnama Dirgantara, dipaksa menikah dengan Gaza Alindara, seorang Dosen tampan di kampusnya. Semua Nala lakukan, atas permintaan terakhir mendiang Ayahnya, Prabu Dirgantara.
Demi reputasi keluarga, Nala dan Gaza menjalani pernikahan sandiwara. Diluar, Gaza menjadi suami yang penuh cinta. Namun saat di rumah, ia menjadi sosok asing dan tak tersentuh. Cintanya hanya tertuju pada Anggia Purnama Dirgantara, kakak kandung Nala.
Setahun Nala berjuang dalam rumah tangganya yang terasa kosong, hingga ia memutuskan untuk menyerah, Ia meminta berpisah dari Gaza. Apakah Gaza setuju berpisah dan menikah dengan Anggia atau tetap mempertahankan Nala?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon za.zhy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Tidur Bersama
“Iya aku cemburu!”
Kata-kata itu berputar terus dalam pikiran Nala. Ia tak menanggapi, lidahnya keluh mendengar pengakuan suaminya sore tadi. Bahkan setelah itu keduanya tak terlibat pembicaraan hingga malam hari.
Nenek Puspa sampai kebingungan saat makan malam bersama, apalagi meja makan yang biasanya rami dengan perdebatan justru menjadi hening hingga semua makanan habis. Puspa membiarkan, ia tau tak selamanya rumah tangga berjalan mulus, jadi dirinya memilih tidak ikut campur.
Nala membasuh wajahnya, ia harus tidur cepat malam ini. Ia ingin lupa dengan semua bebannya, walaupun besok pagi entah kejadian apa lagi yang akan terjadi.
Saat Nala keluar dari kamar mandi, ia melihat Gaza sudah terlelap di tempat tidur. Berarti malam ini Nala yang mengalah dan tidur di sofa bed. Nala mendekat, mengambil bantal dan selimutnya.
“Mau kemana?” tanya Gaza menghentikan gerakan tangan Nala.
“Tidur” jawan Nala singkat.
“Tidur di sini!” tegas Gaza sembari menunjuk sisi kosong di sampingnya.
Nala menggeleng sebagai tanda penolakan, ia tak tau apa yang ada dalam pikirkan Gaza dan meminta mereka tidur bersama.
“Dengar apa kata suami!” Gaza memperingati.
Nala tetap menolak, ia tetap berjalan dan melempar bantalnya di sofa bed. Untuk apa mendengar ucapan Gaza, sebelum-sebelumnya mereka tidur berpisah, pria itu tidak pernah mempermasalahkannya.
Nala membuka selimut dan membaringkan tubuhnya, tapi belum sempat Nala mencari posisi yang nyaman. Gaza datang dan berbaring di sampingnya, sofa bed yang kecil membuat Gaza sedikit menindih tubuh Nala.
“Mas ngapain?” tanya Nala panik, ia mendorong tubuh Gaza yang mulai memeluknya posesif.
“Tidur, kita suami istri. Mulai saat ini kita tidur bersama!” ucap Gaza ikut masuk ke dalam selimut Nala.
Nala semakin terkejut, ia tak siap. Tenaganya bahkan tak bisa membuat Gaza menjauh darinya.
“Mas, sempit!” protes Nala, ia berharap Gaza mau mendengar dan menjauh darinya.
Gaza tak peduli, ia justru memejamkan matanya sambil memeluk Nala. Ia bahkan tersenyum senang saat hidungnya menghirup aroma tubuh Nala, menenangkan.
“Kamu yang memilih tidur di sini. Padahal kita punya tempat tidur yang luas.” Gaza berbicara dengan suara seraknya.
Nala semakin kesal, nafasnya memburu terlebih saat merasakan tangan Gaza yang semakin mengeratkan pelukan di pinggang.
“Ok, kita pindah!” ucap Nala akhirnya.
Lebih baik tidur di tempat tidur dari pada di sofa bed. Setidaknya di tempat tidur Nala bisa membuat batasan agar Gaza tidak memeluknya lagi, jantung Nala tak aman jika terus berdekatan dengan Gaza. Mungkin Gaza sudah mendengar suara jantung Nala yang berdetak cepat tadi, memalukan.
Gaza tersenyum, dengan cepat dia bangkit karena menyadari Nala sedikit terhimpit. Ia menarik tangan Nala dan membawanya ke tempat tidur.
Nala menuruti walaupun wajahnya terlihat kesal. Ia lupa, bahwa Gaza yang selalu melakukan sesuatu sesuai dengan kemauannya, mau Nala setuju atau tidak, Gaza tak peduli.
“Tidurlah,” ucap Gaza sembari menutupi tubuh Nala dengan selimut. Ia bahkan ikut masuk kedalam selimut yang sama.
“Jangan melewati batasan!” Nala menunjuk guling yang ia dibentangkan di tengah-tengah.
Gaza tersenyum, ia menarik garis tersebut dan membuangnya. “Larangan adalah perintah,” bisiknya kemudian menarik Nala dalam pelukannya.
“Mas…” Nalar memberontak, tapi tetap saja tubuh kecilnya melawan badan kekar Gaza, ia kalah tenaga.
“Jangan bergerak. Kamu tidak akan bisa membayangkan apa yang terjadi jika melawan!” tegas Gaza.
Nala diam, ia memilih membalikkan tubuhnya dan membiarkan Gaza memeluknya dari belakang.
Sementara Gaza ia tersenyum menang. Rencana yang diberikan Dani padanya cukup berhasil walaupun dengan sedikit kekerasan. Gaza harus tegas, semakin Nala mencari jalan untuk berpisah maka Gaza harus mengambil langkah cepat untuk menahan Nala dalam pelukannya.
Sementara di kamar sebelah Zanna masih terjaga. Di bawah lampu yang temaram ia bisa melihat Nenek Puspa sudah terlelap dengan dengkuran kecilnya.
Sore tadi dia kembali bertemu Dani saat dirinya sedang berdua dengan Kania. Pria itu terus mengusik Zanna akhir-akhir tapi hanya melalui pesan singkat yang tak pernah Zanna balas. Tapi tadi sore, pria itu muncul secara tiba-tiba.
“Aku terima kamu sebagai kekasihku.” Zanna mengingat jelas ucapan Dani tadi sore, pria itu berbicara dengan senyuman lebar di bibirnya.
Kapan dirinya menyatakan cinta? beberapa tahun lalu? itu terlalu lama, bahkan Zanna sudah melupakannya.
“Ada yang gak beres dengan otakku,” bisik Zanna sembari menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
Baru saja Zanna memejamkan matanya, getaran dari telepon genggamnya membuat Zanna kembali terjaga.
Nama Dani tertera disana. Zanna bertanya-tanya, untuk apa pria itu menelfonnya di jam malam seperti ini.
“Halo…” ucap Zanna dengan suara berbisik, ia takut Nenek Puspa terusik.
“Aku dibawa, keluar sebentar!” Suara Dani terdengar jelas.
“Apa? Ngapain?” Zanna seketika duduk.
Nenek Puspa yang tadinya mendengkur kecil, sedikit terusik. tapi wanita tua itu hanya merubah posisi tidurnya dan kembali terlelap. Zanna bernafas lega, ia segera keluar dari kamar dan turun menemui Dani.
Zanna melihat Dani di ujung jalan, pria itu mengenakan jaket hitam dan sedang menyandarkan tubuhnya di samping mobil. Terlihat tampan, tidak seperti seorang pengacara yang biasanya tampil dengan pakaian rapi.
“Kak…” Zanna berlari mendekat. “Kakak ngapain kesini?” tanya Zanna yang terlihat mengatur nafasnya.
“Menemui kekasih,” jawab Dani singkat.
Mata Zanna menyipit. “Kekasih?” Zanna mengingat kejadian tadi sore. Ia pergi begitu saja meninggalkan Dani tanpa memberi penjelasan apapun.
Salah, seharusnya pria itu yang memberikan penjelasan, bukan dirinya.
“Kak, aku masih gak ngerti?” tanya Zanna, mungkin sekarang saatnya dirinya meminta penjelasan atas semua ini. Jika tadi Zanna tidak enak karena ada Kania, sekarang hanya ada dirinya dan Dani.
“Aku bilang, kita sebagai kekasih. Aku menerima pernyataan cintamu yang dulu. Maaf aku tidak memberikan kepastian selama ini. Kamu terlalu kecil, tapi sekarang…” Dani memperhatikan Zanna dari atas hingga kebawah. “Kamu sudah dewasa…” lanjut Dani.
Zanna menyilangkan tangan di depan tubuhnya. “Tapi aku sudah tidak mau lagi…” ucap Zanna sembari menatap ke arah lain.
Dani tersenyum. “Yakin?”
Zanna mengangguk tapi tidak benar-benar menatap Dani, jantungnya berdetak cepat. Zanna pun bertanya-tanya, keberanian dari mana yang ia miliki sehingga dulu berani menyatakan perasaan pada Dani.
“Tapi aku bisa tau saat seseorang berbohong,” ucap Dani masih setia dengan senyuman tipis di wajahnya.
“Aku masih kuliah, mau fokus belajar!” Zanna memberi alasan.
“Klasik sekali. Kakakmu sudah menyetujui aku mendekatimu.”
Ucapan Dani membuat Zanna terkejut. Kakaknya?
“Kak Gaza?” tanya Zanna pelan.
“Hem…” Dani menangguk. “Demi kamu aku membantunya sedikit, apa kamu tidak mau membalas sedikit saja?” tanya Dani lagi.
Tatapan Zanna terlihat tidak senang, ia bisa mengerti apa yang Dani maksud jika sudah menyangkut Gaza, pasti mengenai rumah tangganya dan Nala.
“Membantu?” tanya Zanna hati-hati. “Jadi itu yang Kak Dani maksud memulai dari awal?” tanya Zanna lagi.
“Zanna, maksudku…” Dani keluh, ia terlalu jujur dan menjadi bumerang untuknya.
“Kakak membantu Kak Gaza?” tanya Zanna lagi.
Dani diam, sudah cukup untuk menjawab pertanyaan Zanna. Zanna menghela nafasnya, ia merasa tak senang. Entah kenapa ia merasa tak boleh ada yang berbuat jahat pada Nala.
“Kak, jujur aku pun gak mau Kak Gaza dan Nala berpisah, aku berusaha sekuat mungkin mendekatkan mereka. Tapi jika Kakak berbuat seperti itu, Sama saja Kakak membuat Nala berfikir Kak Gaza menghalalkan segala cara!” Suara Zanna terdengar menggebu-gebu.
“Gak! Kamu salah paham,” bantah Dani cepat. Zanna salah paham pada dirinya, sama seperti Nala.
“Aku gak mau dengar,” total Zanna, membalikan tubuhnya tapi Dani cepat menahannya.
“Kamu salah paham, aku tetap membantu Nala, hanya mencoba membujuknya untuk memikirkan kembali keputusannya dan menunda perpisahan mereka. Itu dilakukan agar Gaza punya sedikit waktu untuk memperbaiki hubungan mereka.” Dani menjelaskan dengan cepat.
“Tapi atas perintah Kak Gaza dan aku menjadi bayarannya? Tetap saja salah, aku harap Nala tidak tahu tentang ini,” tegas Zanna lagi.
Dani menggeleng pelan kemudian menunduk. “Aku hanya meminta izin untuk mendekatimu.”
Zanna hanya menarik tangannya kemudian meninggalkan Dani yang menggeram kesal, ia kira Zanna akan mudah di bujuk. Gadis kecilnya memang sudah besar, sehingga membujuknya tak semudah membalik es krim seperti dulu lagi.
up nya jangan lame2 dong,
berase nunggu pengumuman hilal hari Raye je da ni🤭
tak kira tadi yang punya kesayangan pada nyusul tapi pke teka-teki 🤔
🤭🤭🤭
kok jadi kyk uji nyali yaaa🤣🤣🤣