Di usianya yang beranjak remaja, pengkhiatan menjadi cobaan dalam terjalnya kehidupan. Luka masa lalu, mempertemukan mereka di perjalanan waktu. Kembali membangun rasa percaya, memupuk rasa cinta, hingga berakhir saling menjadi pengobat lara yang pernah tertera
"Pantaskah disebut cinta pertama, saat menjadi awal dari semua goresan luka?"
-Rissaliana Erlangga-
"Gue emang bukan cowo baik, tapi gue bakal berusaha jadi yang terbaik buat lo."
-Raka Pratama-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caramels_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 04
#FLASHBACK ON
Rissa yang masih duduk di bangku sekolah dasar bingung melihat rumahnya begitu sepi sepulang sekolah. Biasanya, mamanya sudah berada di rumah bersama papanya. Akan tetapi, kali ini hanya tersisa pembantu dan adiknya yang masih kecil.
“Bi, mama sama papa kemana?” Rissa bertanya kepada pembantunya yang sedang menidurkan adiknya dalam gendongan.
“Tadi bibi liat Bu Emil sama Pak Ryand keluar, katanya sih mau ke rumah nenek,”
“Ngapain mereka ke rumah nenek? Kok nggak ngajak aku?”
“Kalau soal itu sayang kurang tau,” lalu Rissa memilih untuk tidur siang terlebih dahulu tanpa memikirkan orang tuanya yang sedang pergi.
Beberapa jam kemudian, Rissa terbangun dari tidur siangnya dan bertepatan orang tuanya baru saja sampai rumah. Ada yang berbeda ketika mereka tiba di rumah. Papanya berwajah masam seperti sedang menahan emosi dan mamanya kembali dengan mata sembab. Rissa yang masih terlalu kecil tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan orang tuanya.
Sejak saat itulah Rissa merasa bahwa hubungan antara kedua orang tuanya semakin renggang. Pak Ryand dan Bu Emil terlihat jarang bertegur sapa seperti layaknya sepasang suami istri pada umumnya. Namun, waktu itu Rissa kecil belum mengerti apapun hingga pada akhirnya ia mendengar cerita dari neneknya dan mengingat satu persatu momen yang telah terjadi di masa kecilnya itu.
#FLASBACK OFF
Rissa terbangun dari mimpinya yang menampilkan kejadian masa lalu. Hari ini, ia memilih izin untuk tidak masuk sekolah sebab demam tinggi setelah menangis semalaman. Ia kembali mengingat tentang masalah yang saat ini dihadapinya sehingga membuat dirinya semakin sedih.
Sering ponsel mengalihkan perhatiannya. Ia berusaha mengambil ponsel yang ada di nakas lalu membaca notif yang baru saja masuk. Di layar ponselnya, terpampang sebuah nomor tak dikenal mengirim chat kepadanya.
...Unknown...
Kenapa nggak masuk sekolah?
^^^Lo siapa? ^^^
Rissa mengerutkan keningnya menebak siapa yang mengirim pesan kepadanya. Ia mencoba membuka foto profil orang tersebut dan alhasil ia menemukan jawabannya.
...Unknown...
Gue orang ganteng se SMA Garuda
wkwkwk
^^^Apaan sih! Lo Raka ya? ^^^
Bukan. Gue masa depan lo
^^^Nggak jelas banget anjir -_^^^
Soalnya yang jelas , kan cuma cintaku ke kamu
Entah mengapa Rissa sedikit terhibur oleh chat yang dikirim Raka, walau terkesan alay, setidaknya berhasil membuat Rissa sedikit lupa tentang masalahnya. Setelah itu, Rissa menambahkan nomor Raka ke kontaknya.
...Raka Pertama...
^^^Dapet nomor gue darimana? ^^^
Dari Google
^^^Serah lo deh -_-^^^
*Raka Pratama calling you…
Tiba-tiba ponsel Rissa bergetar menampilkan nama Raka yang sedang meneleponnya. Ia pun menjawab panggilan itu dengan sedikit ogah-ogahan.
“Ngapain telpon?” Rissa menyambutnya dengan sewot.
“Assalamu'alaikum,” Raka menjawab nada Rissa yang judes dengan sebuah salah yang begitu lembut.
“Waalaikumsalam,”
“Jadi kenapa lo tadi nggak masuk sekolah?” tanyanya baik-baik.
“Emang kalo gue nggak masuk, itu urusan lo?”
“Iya, itu urusan gue. Kalo lo nggak masuk kan jadinya nggak ada yang bisa gue gangguin di sekolah,” Raka terkekeh setelah mengatakannya.
“Apaan sih! Gue lagi sakit,”
“Lo sakit apaan? Mulai kapan? Udah periksa? Terus sekarang udah enakan apa belum?” tanya Raka beruntun yang berhasil membuat Rissa jengah.
“Cerewet banget sih, kalo nanya tuh satu-satu!” protes Rissa.
“Hehehe sorry. Jadi, lo sakit apa?”
“Mulai tadi malam gue ngerasa demam sama pusing sih. Jadi sama nyokap gue disuruh istirahat di rumah dulu,” jelas Rissa.
“Terus sekarang udah mendingan apa belum?”Rissa tak ingin terlalu percaya diri, namun dari nadanya Raka terlihat sedikit perhatian.
“Alhamdulillah udah,”
“Syukurlah kalo gitu. Ya udah gws deh buah lo, istirahat yang cukup juga terus jangan terlalu banyak pikiran.”
“Makasih. By the way kesambet apaan lo jadi perhatian kayak gini?” Rissa merasa aneh sebab perlakuan Raka yang tiba-tiba perhatian padanya. Tetapi, ia tau kalo semua itu hanya sebatas candaan.
“Ya gue kasian sama lo, soalnya pasti nggak ada yang perhatiin lo gitu. Hahaha,” Raka tertawa puas mengejek Rissa
“Dih, dasar!” Rissa bersedih mendengar penuturan Raka.
“Udah ya, gue tutup teleponnya,” tambahnya.
“Okey, get well soon buat lo. Kali ini bener-bener tulus dari gue kok,”
“Iya deh, makasih,” Rissa langsung menutup sambungan telepon mereka secara sepihak.
“Dasar nggak jelas,” gerutu Rissa. Kemudian, ia bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang berasa lengket oleh keringat.
Selesai mandi, ia turun ke lantai bawah untuk mengambil cemilan dan minuman dingin di kulkas. Rumahnya begitu sepi karena hanya ada ia seorang di dalam rumah itu. Orang tua nya sedang bekerja, adiknya sedang bersekolah, dan pembantunya sedang pergi ke pasar bersama pak sopir. Setelah mengambil camilan dan minuman, ia kembali ke kamar karena kepalanya masih terasa pening. Ia kembali berbaring di ranjangnya sembari menatap langit-langit kamar. Tak terasa, ia pun terlelap ke dalam mimpi.
...****************...
Rissa mengerjapkan mata berusaha mengumpulkan nyawa yang mungkin masih berkelana. Dilihatnya, jarum jam telah menunjukkan pukul tiga sore. Ia pun bergegas untuk mandi lagi, tubuhnya kini merasa lebih baik dari sebelumnya.
Usai mandi, terdengar ketukan pintu dari luar kamarnya.
Tokk… tok… tok…
“Masuk,” lalu Bi Tini masuk ke kamar dengan membawa bingkisan berisi buah-buahan.
“Ini non, ada bingkisan dari temen non Rissa. Tadi dia kesini katanya sih mau jenguk non Rissa, tapi non Rissa nya masih tidur. Jadi, dia cuma nitip ini aja,” Bi Tini menyodorkan bingkisan tersebut kepada Rissa.
Ia menerima dengan perasaan bingung, sebab ia pikir tidak ada temannya yang tau letak rumah Rissa kecuali satu cowok itu.
“Dari siapa bi?”
“Dari temen cowok non Rissa katanya,”
“Matanya sipit, tinggi, rambutnya juga agak kecoklatan,” Bi Tini mendeskripsikan secara rinci ciri-ciri orang yang menjenguk Rissa.
Setelah ia mendengarkan penjelasan dari Bi Tini, ia yakin siapa yang memberinya bingkisan berisi buah-buahan itu. Ia pun langsung mengambil ponselnya untuk memastikan, lalu ia mengetik sesuatu dan mengirimkan nya pada seseorang.
...Raka Pratama...
^^^Tadi lo ke rumah gue? ^^^
Nggak.
^^^Tadi kata bibi ada temen gue yang dateng ke rumah. ^^^
^^^dan yang tau rumah gue kan masih lo doang -_-^^^
Wah, spesial banget nih kalo emang cuma gue yang tau rumah lo. Wkwkwk
Iya, gue tadi habis dari rumah lo tapi lo nya tidur kek kebo nggak bangun-bangun
^^^Heh! Lo juga sih nggak bilang-bilang kalo mau kesini -_-^^^
Chat tersebut terus berlanjut hingga tanpa sadar Bi Tini telah keluar dari kamarnya dan berganti adiknya yang sedari tadi mengintip percakapan Rissa dan Raka di kolom chat.
“Eh?! Sejak kapan lo disini?” Rissa menyembunyikan ponselnya dari penglihatan Daeren.
“Sejak kakak chatan sama tuh cowok,” Daeren tersenyum jahil.
“Hayo, kakak punya pacar baru ya?” goda Daeren.
“Udah moveon sama yang di Bogor itu? Hahaha,” Daeren tertawa puas mengejek kakaknya hingga wajahnya pun memerah.
“Apaan sih, ikut campur aja. Ngapain lo kesini?” Rissa mengalihkan topik pembicaraan agar adiknya itu tidak membahas tentang ia dan Raka.
“Aku mau izin keluar dulu sama temen-temen, nggak lama kok. Nama sama papa juga belum pulang,” bujuk Daeren dengan wajah tanpa dosa.
“Okey. Tapi jangan pulang malem-malem! Ntar lo dimarahin papa lagi,” Rissa menyetujui permintaan Daeren yang ingin keluar bersama temannya.
“Btw lo mau pergi kemana?”
“Aku mau futsal hehe” jawab Daeren disertai rintisan.
“Ooh, okey. Hati-hati di jalan, jangan pulang malem-malem!” Rissa tersenyum sambil mengusap puncak kepala adiknya. Ia sangat menyayangi Daeren, begitupun sebaliknya.
“Siap kakakku sayang,” Daeren mengangkat tangannya bergaya hormat.
Tiba-tiba ia mencium pipi kakaknya dan langsung lari keluar dari kamar. Rissa tersenyum melihat tingkah laku Daeren yang terkadang masih seperti anak kecil. Adiknya kini menduduki kelas sembilan smp, namun tingginya sudah melebihi Rissa.
Semoga kamu selalu bahagia ya dek.
Batin Rissa melihat adiknya yang telah keluar dari kamarnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...