JANGAN BOOM LIKE 🙏🏻
Di tengah kehancuran yang ditinggalkan oleh amukan Liora Ravenscroft, putri bungsu dari Grand Duke Dimitri Ravenscroft, ruangan berantakan dan pelayan-pelayan yang ketakutan menggambarkan betapa dahsyatnya kemarahan Liora. Namun, ketika ia terbangun di tengah kekacauan tersebut, ia menemukan dirinya dalam keadaan bingung dan tak ingat apa pun, termasuk identitas dirinya.
Liora yang dulunya dikenal sebagai wanita dengan temperamental yang sangat buruk, kini terkejut saat menyadari perubahan pada dirinya, termasuk wajahnya yang kini berbeda dan fakta bahwa ia telah meracuni kekasih Putra Mahkota. Dengan mengandalkan pelayan bernama Saina untuk mengungkap semua informasi yang hilang, Liora mulai menggali kembali ingatannya yang tersembunyi dan mencari tahu alasan di balik amukannya yang mengakibatkan hukuman skors.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosalyn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SKEMA
...25...
Waktu terus berlalu, dan akhirnya terdengar suara langkah kaki di luar pintu. Dengan gerakan santai namun penuh keyakinan, Liora memasuki ruangan. Langkahnya anggun, posturnya tegap, dengan senyum tipis menghiasi bibirnya seolah tidak ada yang salah.
Gaun biru lembut yang ia kenakan mengalir sempurna mengikuti lekuk tubuhnya, memancarkan aura kekuatan meskipun penampilannya tampak sederhana.
Ia terlihat rupawan di bawah sinar lilin yang menerangi ruangan, seolah menjadi bintang utama di ruang makan yang begitu megah nan mewah. Langkah kakinya berjalan anggun di atas karpet merah, mendekati kursi yang akan ia duduki.
"Saya harap tidak terlalu lama membuat kalian menunggu," ucap Liora ringan saat mengambil tempat duduknya, seolah keterlambatannya yang lebih dari satu jam bukanlah masalah besar.
Aurelia menahan diri untuk tidak melontarkan komentar tajam, meskipun kemarahannya jelas terlihat di balik senyum palsu yang ia pertahankan. "Tentu saja tidak, Lady. Kami sangat menghargai waktu Anda."
Liora hanya membalas ucapan itu dengan senyum manis, lalu segera mengalihkan perhatian pada Dimitri, seolah menanggapi Aurelia adalah hal yang sia-sia.
"Ayah, maafkan saya karena terlambat. Saya bingung memilih pakaian yang tepat untuk bertemu dengan Ayah," ucap Liora, sejenak melirik Aurelia dengan sudut matanya.
Aurelia menggenggam erat tangannya di bawah meja, menyembunyikan ekspresi kesalnya di balik kipas yang selalu setia bertengger di wajahnya.
Dimitri, yang duduk dengan ketenangan penuh, akhirnya berbicara. "Kau tepat waktu untuk makan siang, Liora. Itu yang paling penting."
Beans, dengan senyum lembutnya, menyela, "Aku yakin kau memiliki banyak urusan penting yang membuatmu terlambat." Meski nadanya sopan, Liora dapat menangkap sindiran halus dalam pernyataan itu.
Liora tidak peduli dengan sindiran apa pun yang dilontarkan. Ia menatap Beans dengan senyum tipis. "Kau tahu aku, Beans. Aku selalu sibuk, tapi aku tidak pernah lupa meluangkan waktu untuk keluarga."
Aurelia, yang merasa tertinggal dalam permainan ini, akhirnya melancarkan serangan verbal halus. "Betapa indahnya keluarga ini, selalu saling mendukung satu sama lain. Beans, Grand Duke, dan tentu saja, Lady Liora. Kalian adalah contoh sempurna bagi keluarga bangsawan."
Beans melirik Aurelia sejenak, senyumnya sedikit mengendur, namun ia tidak merespons. Sementara itu, Liora menatap Aurelia dengan tajam, seolah bisa melihat segala basa-basi yang terselubung.
Liora pun memutar malas tatapannya, memutuskan untuk fokus pada makanan yang sudah tersaji di meja makan. Menu yang tidak berbeda dari sebelumnya tampak tidak terlalu menarik baginya.
"Bagaimana kalau kita makan sekarang?" ucap Liora, menyarankan pada semua orang.
Dimitri mengangguk setuju setelah lama diam mengamati percakapan di depannya. Makan siang pun berlangsung dengan tenang. Setelah beberapa menit, akhirnya mereka menyelesaikan makanan, ditutup dengan hidangan penutup.
Kini suasana berubah hening, seolah menunggu sesi yang sudah lama dinanti-nantikan oleh Aurelia.
Setelah beberapa saat, Aurelia akhirnya memecah keheningan. "Kediaman Ravenscroft begitu indah dan megah. Sejak lama saya mengagumi tempat ini. Sulit rasanya percaya bahwa saya akan menjadi bagian dari kediaman yang begitu saya kagumi."
Beans menatap Aurelia dengan senyum yang sedikit mengendur, namun tidak mengucapkan sepatah kata pun. Sementara itu, Dimitri hanya tersenyum simpul sambil memegang secangkir anggur di tangan kanannya. Lain halnya dengan Liora, yang menatap Aurelia dengan datar.
"Ah, syukurlah Lady berhasil menjadi bagian dari keluarga sebesar Ravenscroft. Pasti itu sangat membantu meningkatkan reputasi Anda, bukan?"
Di balik kipasnya, jari-jarinya mulai menggenggam kuat, menyiratkan frustrasi yang semakin sulit dikendalikan. Wajahnya tetap tenang, tapi ada sedikit kerutan di antara alisnya yang menunjukkan perasaan tersinggung. Namun, sebagai seorang bangsawan yang terlatih, ia menahan amarahnya dengan senyum tipis.
"Oh, tentu saja. Pasti sangat menyenangkan menjadi bagian dari keluarga sebesar Ravenscroft. Terlebih lagi, sejak awal saya selalu menjadi sorotan di dunia sosial, tidak seperti mereka yang meski berasal dari keluarga terkemuka, tetap sulit mendapatkan reputasi yang diakui."
Liora hanya tersenyum tipis, ia bahkan tidak terpengaruh pada sindiran halus yang diberikan oleh Aurelia.
"Semua ini hanya permainan," pikir Liora, menatap Aurelia yang berusaha keras mempertahankan harga dirinya. "Aku tidak perlu repot-repot memenangkan perdebatan ini. Aurelia sudah kalah sejak ia menunjukkan rasa terganggunya."
Liora menggoyangkan cangkirnya, menyesap perlahan, lalu meletakkannya kembali dengan gerakan halus namun disengaja. Matanya, meskipun seolah acuh tak acuh, melirik Aurelia dari sudut pandangannya, mengamati setiap gerakan gadis itu seperti seorang ratu yang menilai bawahannya.
Gayanya yang anggun terlihat memukau, dilihat dari caranya menggoyangkan cangkir terlebih dahulu sebelum menyesap wine tersebut. Tidak lama kemudian, ia melihat kembali ke arah Aurelia, menarik napas sebelum berkata, "Tak semua orang mendambakan pengakuan, kau tahu. Tidak seperti sebagian orang yang sangat mendambakan pengakuan."
Suasana menjadi kian canggung. Kini, tampaknya hanya tersedia panggung untuk dua orang yang saling melempar sindiran halus. Aurelia hanya bisa menyembunyikan ekspresi kekesalannya di balik kipas miliknya. Tengkuknya terasa berat, menahan kekesalan yang tidak bisa ia lampiaskan saat itu juga.
Beans hanya mengamati pembicaraan mereka berdua, memutuskan untuk diam, seolah itu adalah pilihan satu-satunya yang bisa ia ambil. Pun ia cukup menikmati kemampuan Liora dalam mempengaruhi emosi Aurelia, walaupun keduanya tidak akur, Beans merasa mereka berdua memiliki tujuan yang sama.
Dimitri bahkan ikut andil merasakan perasaan yang sama dengan Beans. Namun, ia harus tetap mengeluarkan suaranya demi menjaga kenetralan, walau tidak dilandasi oleh niat, alias hanya sebuah formalitas.
"Liora!" tegur Dimitri, mengisyaratkan agar putrinya berhenti bicara.
Liora akhirnya diam, walau tak terlihat ekspresi bersalah di wajahnya. Ia justru sibuk dengan segelas wine yang ada di tangannya, seolah teguran yang diberikan oleh ayahnya tidak berarti.
Dimitri menghela napas dalam-dalam sebelum berkata, "Maafkan putri bungsu saya, Lady Valenmore. Putri saya memang memiliki kepribadian yang buruk. Saya akan menegurnya nanti," ucap Dimitri, mencoba meredakan ketegangan.
Aurelia tetap diam, menyembunyikan ekspresi kesal di balik kipasnya. Ia melirik Beans, yang tampak tidak peduli dengan kejadian tadi, hanya memberikan senyum hangat seolah tidak ada yang salah. Hal itu semakin membuat Aurelia geram. Ia pun beralih menatap Dimitri, yang tampak hanya memperhatikan Liora, seolah perhatiannya hanya tertuju pada putri bungsunya.
"Peringatannya terdengar seperti main-main!" batin Aurelia, mulai merasa jengah.
Aurelia tahu ia harus mengendalikan emosinya. Jika tidak, ia akan kalah dalam permainan. Ia kembali tersenyum, merapatkan kipasnya sehingga wajah cantik itu terekspos.
"Walau bagaimanapun, saya merasa sesak. Mungkin ada beberapa hal yang membuat saya tidak nyaman. Bagaimana kalau kita melihat taman? Mungkin suasana hati saya akan membaik," ucap Aurelia, tersenyum sinis.
"Tentu saja, Beans bisa menemani Lady untuk melihat-lihat taman, bukan begitu, Beans?" ucap Dimitri tanpa ekspresi.
Beans mengangguk, meskipun tidak menunjukkan antusiasme. "Saya akan dengan senang hati menemani Lady Aurelia."
Saat itu juga, Aurelia kembali melebarkan kipasnya. Ia tersenyum di balik kipasnya itu seolah sedang merencanakan sesuatu yang lebih besar.
"Melihat pemandangan secara langsung itu sudah biasa. Bagaimana jika kita menggunakan cara yang lebih menyenangkan? Melihat pemandangan dari jendela loteng, misalnya..." Aurelia berkata penuh penekanan sembari melirik sinis ke arah Liora.
Seketika, Liora menatap tajam ke arah Aurelia. Ia tidak menyangka jika rencana Aurelia akan sejauh ini. Dengan cepat, keadaan menjadi terbalik.
"Sialan!" batin Liora, merasa terpojok.
...^^To be Continued^^...