Genre : TimeTravel, Action, Adventure
Mo Lian. Seorang Kultivator terkuat di Alam Semesta.
Saat ia hendak naik ke Alam Selestial, Dao menolaknya karena di dalam hatinya terdapat penyesalan besar. Akhirnya pun Dao mengirimkannya kembali ke masa sekolahnya saat berusia 18 tahun.
"Kali ini aku harus berkultivasi secara perlahan sembari membalaskan semua dendam yang ada! Hingga tidak lagi meninggalkan penyesalan maupun rasa bersalah, yang mana dapat membangun iblis hati!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaKertas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25 : Mencari Masalah
Kediaman Fang
Di dalam ruangan di mana Fang Tian terbunuh sudah berdiri beberapa polisi maupun anggota keluarga dari pihak yang bersangkutan, mereka semua mencari tahu bagaimana bisa Fang Tian terbunuh begitu saja tanpa dapat terdeteksi oleh pengawal maupun CCTV.
Fang Zhengliu selaku ayah Fang Tian, dan Kepala Keluarga saat ini hanya dapat berdiri di pojok ruangan dengan mencengkeram jari-jarinya yang terkepal, ia sangat kesal dan ingin membunuh orang yang telah membuat anak semata wayangnya itu mati.
"Bagaimana?" Fang Zhengliu bertanya pada petugas kepolisian yang berjalan menghampirinya.
Petugas kepolisian itu menggelengkan kepalanya pelan, kemudian menjawab dengan lesu, "Kami tidak tahu bagaimana putra Anda bisa terbunuh. Kami sudah mengecek rekaman dari CCTV namun tidak menemukan adanya hal aneh, dan melihat dari lubang di kepalanya, seharusnya itu hanya bisa dilakukan oleh benda tajam. Tapi kami juga telah mencari di seluruh sudut ruangan, tidak menemukan adanya peluru."
Fang Zhengliu terdiam dengan mulut sedikit terbuka, kemudian menundukkan kepalanya melihat kedua lututnya, ia menggertakkan giginya penuh amarah. Sedangkan untuk istrinya, sudah menangis semenjak memasuki ruangan dan belum ada tanda-tanda untuk berhenti.
Brak!
Pintu terbuka lebar dengan keras. Terlihat dua orang pria tua berambut putih memasuki ruangan, mengenakan pakaian tradisional China berwarna putih dan yang lainnya berwarna cokelat. Meski rambut keduanya telah berwarna putih, namun dari napasnya mereka masih bisa dibilang muda.
"Ku dengar cucuku terbunuh!" Pria tua berpakaian putih yang bernama Fang Wei Hao berjalan menghampiri tempat tidur. Ia mengamati luka yang ada di kepala cucunya.
Selang beberapa lama, ia menolehkan kepalanya melihat pria tua berpakaian cokelat. "Saudara Lu. Apakah pemikiran kita sama?"
Lu Hu Jin mengangguk kecil. "Benar. Sepertinya dia dibunuh oleh seorang Pejuang, dan karena orang itu dapat membunuh seperti ini tanpa dapat terdeteksi. Paling tidak orang itu berada ditingkat Wu-Zong," jawabnya tanpa menolehkan kepala.
Fang Wei Hao terperangah tak percaya, kemudian tertunduk dengan tangan menyentuh dagu. "Wu-Zong? Bagaimana bisa Tian'er dibunuh oleh seorang Wu-Zong? Apakah dia menyingung orang yang tidak seharusnya disinggung?" gumamnya pelan.
"Apakah baru-baru ini Tian'er terlibat dalam masakan?" tanya Fang Wei Hao menatap beberapa pengawal yang ada di dalam ruangan.
Pria berpakaian hitam rapi maju beberapa langkah menghadap Fang Wei Hao dengan wajah tertunduk. "Ma- Maaf Tuan. Du- Dua hari yang lalu, Tuan Muda dan beberapa pengawal lainnya dihajar oleh seorang pemuda, itu dikarenakan dia melecehkan adik dari pemuda ini," jawabnya dengan suara pelan.
Fang Wei Hao menggertakkan giginya kesal dengan urat terlihat di lehernya. Dengan amarah yang tinggi, ia mengayunkan tangannya menampar pengawal itu. "Sialan!"
Fang Wei Hao menolehkan kepalanya menatap Lu Hu Jin. "Saudara Lu. Bolehkan aku meminta pertolonganmu untuk mencari pelaku ini, aku tidak peduli apakah dia hidup atau mati," ucapnya dengan menangkupkan kedua tangan.
Lu Hu Jin mengangguk kecil. "Tentu. Hanya seorang Wu-Zong. Biar ku perlihatkan kekuatan dari Pejuang setengah Wu-Dan! Tapi, aku tidak bekerja tanpa adanya bayaran," balasnya masih tanpa menoleh.
"Saudara Lu tidak perlu khawatir. Jika Saudara Lu menemukannya dan membawa orang itu kemari, aku dapat menjamin 10.000.000 Yuan akan kuberikan sebagai imbalan."
"Baiklah!" Lu Hu Jin menganggukkan kepalanya. Ia berbalik dan menolehkan kepalanya melihat pengawal yang baru saja ditampar. "Kau. Antarkan aku ke pemuda ini, jika tidak menemukannya, cukup cari adiknya saja," ucapnya berjalan menuju pintu keluar.
Pengawal itu terdiam sejenak, kemudian kembali sadar dan mengikuti langkah dari Lu Hu Jin keluar dari ruangan.
***
Dikarenakan Mo Lian sudah mendapatkan izin, terlebih lagi jam sudah menunjukkan pukul 9. Maka Mo Lian memutuskan untuk tidak mengikuti pelajaran, namun tetap berangkat ke sekolah, lebih tepatnya pergi ke Danau Teratai untuk bersantai sampai jam terakhir berakhir.
Beberapa jam lamanya, Mo Lian membuka matanya, ia melihat jam tangannya, kemudian berdiri seraya menepuk-nepuk pakaiannya yang kotor karena rumput maupun tanah.
Ia meregangkan otot-otot tubuhnya yang sedikit kaku karena sudah lama tidak bertarung dengan banyak orang. "Ah... Saatnya pulang. Kemudian meminta bantuan pada Keluarga Qin untuk mencarikan rempah, maupun herbal yang digunakan dalam pembuatan pil kecantikan," ucapnya seorang diri menuruni gunung.
Saat berada di pertengahan jalan, Mo Lian menghentikan langkah kakinya saat telepon genggam yang berada di kantung celananya berbunyi. Ia mengambil telepon genggamnya, terlihat di layar handphone panggilan masuk dari Mo Fefei.
Mo Lian mengangkat panggilan itu. "Halo. Fefei?"
"Datang ke gudang kosong di Distrik A sekarang jika ingin adikmu selamat. Jika tidak, kau seharusnya sudah mengetahuinya ..."
Tut... Tut... Tut...
Sesaat setelah suara berat mengatakan itu, panggilan telepon terputus begitu saja tanpa menunggu Mo Lian untuk bertanya.
Dengan amarah yang memuncak, tanpa pikir panjang lagi Mo Lian melepaskan energi spiritual dari dalam tubuhnya. Membuat embusan angin yang sangat kencang, bahkan beberapa pohon di sekitarnya terbang karena tidak kuat menahan terpaan angin.
Ia mengambil pakaian olahraga yang berada di dalam tas, kemudian diikatkan di kepalanya untuk menutupi wajah. Setelah siap, tubuh Mo Lian melayang meninggalkan daratan, kemudian terbang melesat menuju tempat yang diberitahukan.
Kali ini emosinya sangat memuncak, ia akan membunuh orang yang telah menculik adiknya. Jika orang yang menculik hanyalah bidak, maka ia akan mencari dalang dibalik ini semua dan membuatnya tersiksa, hingga lebih memilih untuk mati ketimbang harus hidup menanggung rasa sakit.
Mo Lian terbang melesat tanpa menghiraukan pandangan semua orang yang berada di daratan. Tentunya ia sangat menarik perhatian khalayak umum ketika terbang di siang hari seperti ini.
Puluhan menit terlewat, Mo Lian mendarat beberapa puluh meter dari gudang kosong. Ia melepaskan penyamarannya, kemudian berjalan menuju gudang, terlihat di depan gudang berdiri beberapa penjaga berpakaian hitam rapi.
Mo Lian yang melihat ini mengepalkan tangannya, ia tahu orang-orang itu. Keluarga Fang.
Ia melangkahkan kakinya menghampiri keempat orang yang menjaga pintu gudang kosong, ia menatap tajam keempat orang itu. "Di mana adikku?" tanyanya penuh penekanan disetiap kata-katanya.
Keempat orang itu mendengus dingin, mereka ingin sekali menghajar Mo Lian. Tapi apa daya, mereka diperintahkan oleh Lu Hu Jin untuk membawa Mo Lian ke dalam gudang. "Silakan masuk lewat sini," jawab salah satu dari mereka membuka pintu.
Mo Lian berjalan mengikuti orang itu memasuki bangunan. Alangkah terkejutnya ia saat melihat adiknya, Mo Fefei terduduk di kursi lipat dengan seluruh tubuh terikat, namun yang lebih parahnya lagi, ia melihat tubuh Mo Fefei mengalami luka lebam dengan sedikit darah mengalir di sudut bibirnya.
"Ka ... kak." Mo Fefei mencoba membuka suaranya meski pelan dengan mata terbuka sebelah seperti menahan rasa sakit.
"Kalian—" Mo Lian yang hendak menerjang terhenti saat di sampingnya telah berdiri dua pria yang mengarahkan pistol di kepalanya.
Mo Lian menghirup napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan, dengan kecepatan kilat, ia bergerak dan mematahkan leher kedua orang di sampingnya dengan cepat.
Tidak berhenti disitu saja, ia kembali melesat bagaikan peluru yang ditembakkan dari senapan. Mo Lian memukulkan tinjunya sekuat tenaga pada kepala orang-orang ini, seketika kepala orang itu meledak begitu saja menjadi bubur dengan darah segar menyembur ke segala arah.
Bang! Bang! Bang!
Belasan pria berpakaian hitam rapi menembakkan pistolnya ke arah Mo Lian. Berharap dapat menghentikan gerakannya, kemudian membawa kemenangan bagi Keluarga Fang, sehingga mereka semua mendapatkan bonus.
"Kakak!" Mo Fefei berteriak ketakutan saat melihat Mo Lian ditembak.
Mo Lian tersenyum tipis, ia terus menyerang kepala dan dada setiap orang yang ada di sini, dengan mengabaikan tembakan yang mengarah padanya.
Seluruh peluru yang ditembakkan ke arah Mo Lian tidak lagi berbentuk saat mengenai tubuhnya. Bagian tajam dari peluru itu mengerut kemudian jatuh ke tanah.
Hanya dalam kurun waktu satu menit, belasan orang di sini telah terbunuh dengan keadaan tubuh yang hancur, dan menyisakan satu orang lagi yang berdiri di belakang Mo Fefei.
"Selanjutnya giliranmu!" Mo Lian berjalan menghampiri orang itu, namun baru beberapa langkah, ia menghentikan langkah kakinya saat melihat pemandangan di depannya.
"Berhenti!" Pria berpakaian hitam mengarahkan pistolnya di kepala Mo Fefei.
Mo Lian menggertakkan giginya penuh amarah sembari mengepalkan tangannya erat. Ia hanya diam tak bergeming dari tempatnya berdiri, hingga pria itu lengah, pada saat itulah Mo Lian menggerakkan tangannya.
Seketika kursi di mana Mo Fefei duduk bergerak seperti menanggapi gerakan tangan Mo Lian. Setelah Mo Fefei berada di posisi yang tidak lagi dalam jangkauan tembak, ia melangkahkan kakinya kembali melesat kencang menuju pria pemegang pistol dengan tinju diselimuti energi kuat bercahaya biru.
Bam! Duarr!
Tubuh pria itu terbelah menjadi dua karena terkena pukulan dari Mo Lian. Untuk pukulan ini ia tidak lagi menahan diri, itu karena ia sangat-sangat kesal dengan orang yang mengancam Mo Fefei.
Mo Lian menolehkan kepalanya, ia berjalan menghampiri Mo Fefei. Kemudian melepaskan ikatan yang membelit tubuhnya. "Maaf," ucapnya seraya memeluk erat Mo Fefei.
Mo Fefei tersedu-sedu, kemudian menangis sejadi-jadinya saat merasakan pelukan hangat dari Mo Lian. "Huaa! Hiks ... hiks ... Kakak. Fefei takut," ucapnya membalas pelukan Mo Lian.
Mo Lian hanya terdiam tak membalas ucapan dari Adiknya, ia mengusap punggung Mo Fefei pelan mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia mengalirkan energi spiritual ke dalam tubuh Mo Fefei secara perlahan dalam keadaan tetap berpelukan, meski lambat, namun kondisi tubuh Mo Fefei kian membaik seperti sedia kala.
Ini adalah salah satu teknik yang digunakan oleh Tabib untuk mengobati luka fisik yang terbilang kecil. Seperti goresan maupun sayatan pisau.
"Hahaha! Tidak aku sangka kau bisa membunuh semua orang di sini. Namun lawan mu adalah aku! Lu Hu Jin. Pejuang setengah Wu-Dan! Hari ini kalian berdua akan mati!"
Terdengar suara nyaring yang menggema di dalam gudang. Mo Lian yang mendengar itu hanya diam tak menanggapi perkataan itu, ia sendiri sudah merasakan kehadiran kuat lainnya di dalam gudang. Namun seberapapun kuat orang yang bersembunyi, bagi Mo Lian tetaplah semut tak pantas untuk dipandang.
...
***
*Bersambung...