kisah ini sekuel dari novel Karma pemilik Ajian Jaran Goyang.
Adjie merasakan tubuhnya menderita sakit yang tidak dapat diprediksi oleh dokter.
Wati sang istri sudah membawanya berobat kesana kemari, tetapi tidak ada perubahannya.
Lalu penyakit apa yang dialami oleh Adjie, dan dosa apa yang diperbuatnya sehingga membuatnya menderita seperti itu?
Ikuti kisah selanjutnya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sosok berbulu-2
"Aaaaarrggh....," Adjie berteriak kesakitan saat sosok berbulu itu mencengkram anunya yang membengkak dan membesar.
Wajahnya memerah menahan sakit dan juga ngilu, sedangkan makhluk mengerikan yang serupa berkeliling menatapnya dengan kedua matanya yang merah dan juga taring yang mencuat.
Wati tersentak kaget mendengar suara teriakan dari sang suami. Ia terbangun dan memeriksa kondisi Adjie yang mengerang kesakitan.
Aura negatif ia rasakan begitu kuat, sangat panas ditengah hujan yang deras dan malam yang begitu larut.
"Kamu kenapa, Kang?" tanya wanita itu dengan perutnya yang kian membuncit.
"Sakit, sakit, Dik!" teriaknya dengan rasa panas bercampur nyeri dibagian selangkanya.
"Mana yang sakit?" wanita itu mencoba mencari tahu dimana letak rasa sakit yang dikeluhkan oleh suaminya.
Adjie menyingkap kain sarung yang menutup.anunya, tampak benda tersebut berdiri bagaikan tugu Monas dengan warna memerah dan dibagian batangnya terdapat benjolan kecil yang cukup banyak, rasanya sangat panas, dan anehnya burung perkututnya tak mau melemas.
"Kok bisa begini, Kang?" tanya Wati yang antara gemas dan juga ngeri, karena bentuknya lebih besar dua kali lipat dari biasanya. Ia menyentil ujungnya hingga membuat benda itu memantul.
"Aaaaaarghh...." Adjie kembali mengerang kesakitan, sebab tidak pada waktunya Wati mempermainkan benda itu, sebab rasa sakit yang tak tertahankan kini sedang menggerogoti tubuhnya.
"Maaf, Kang. Abisnya dia lebih gede dar8 biasanya," Wati keceplosan atas ulahnya barusan.
Sementara itu, Anton masih berdiri dibawah guyuran hujan yang turun semakin deras. Tengkorak itu masih berputar dengan cepat meskipun diguyur hujan.
Setelah beberapa saat lamanya, benda itu berhenti, dan pria tersebut menatapnya dengan nanar.
Ia mengambil tengkorak itu dan menatapnya dengan rasa puas. Ia meyakini jika pria yang telah memporak-porandakan keutuhan rumah tangganya akan mengalami kesakitan yang tak tertahankan.
"Terimalah segala pembalasanku, dan kau akan tau bagaimana hancurnya hidupmu!" gumamnya dengan penuh kebencian.
Pria itu kembali pulang kerumah. Langkahnya yang tanpa alas kaki, tak perduli dengan onak dan duri yang melukainya, sebab ia seolah tak lagi merasakan perih akibat goresan duri, melainkan akibat perbuatan keji Adjie yang membawanya hingga tersesat terlalu jauh.
Ia tiba didepan teras rumahnya. Hanya kegelapan yang ada. Sebuah lampu pelita yang terbuat dari kaleng bekas minuman ringan tak mampu menerangi seluruh ruangan, sama seperti hatinya yang kini dipenuhi kegelapan karena ambisi balas dendam yang begitu tinggi.
Hujan mulai mereda. Ia membuka pintu rumahnya dengan sangat hati-hati. Tubuhnya yang basah kuyup membuat ia harus mengganti pakaiannya agar tidak sakit.
Saat ia menanggalkan pakaiannya, terdengar suara teriakan yang begitu keras dari dalam kamar tempat dimana ia mengurung sang istri.
Dengan terburu-buru, ia berlari menuju ruang kamar dan membuka pintu. Dalam samar ia melihat sang istri yang tanpa mengenakan pakaian sedang meringkuk disudut dinding yang gelap. Ia seolah merasa takut akan sesuatu yang sedang mengintainya.
"Mawar, ada apa?" tanyanya dengan wajah penuh kekhawatiran.
Celananya yang basah membuat lantai terimbas licin akan tetesan air yang berasal dari kain celana miliknya.
Ia mendekap sang istri yang terlihat mengatupkan kedua lututnya dan menopang wajahnya agar tak.melihat sesuatu yang terlihat mengerikan sedang menatapnya.
"Sayang, ada apa?" tanyanya dengan begitu penuh kekhawatiran.
"Itu, itu!" tunjuknya pada sudut dinding. Disana berdiri sosok berbulu yang memiliki tubuh tinggi dengan mata merah dan taring yang mencuat.
Sosok itu baru saja mengganggu tidurnya dan telah menyenggamainya akibat ia tak pernah mengenakan pakaian.
"Dimana? Akang tidak lihat?" pria itu mengalihkan pandangannya untuk melihat ke arah yang ditunjuk oleh sang istri, namun tidak ada sesuatu yang terlihat, dan karena suasana yang remang-remang.
"Takut, takut," wanita itu terus berteriak dengan wajah memucat.
Anton mengeratkan dekapannya. "Jangan takut, Akang disini." ia mengecup punggung sang istri, lalu membopongnya untuk ke naik ke atas kasur tipis yang terbentang dilantai.
Saat tanpa sengaja ia menyentuh anu istrinya, ia merasakan cairan pekat yang mirip milik pria menetes dari sela-sela selangka Mawar.
Hatinya merasakan kecurigaan yang begitu kuat. Apa yang terjadi dengan sang istri? Tidak mungkin istrinya bermain solo, atau ada seseorang yang masuk kedalam kamar sang istri dan memanfaatkan kesempatan saat ia sedang bermain gasing ditengah hutan barusan?
"Siapa yang menidurimu?" tanyanya dengan hati yang panas.
"Takut, takut," Mawar menyembunyikan wajahnya dibalik dada sang suami. Ia sungguh tak berani membuka matanya, sebab sosok itu masih berdiri disudut ruangan dengan tatapannya yang penuh hasrat.
Anton membaringkan tubuh istrinya diatas kasur tipis berbentuk tahu. Ia keluar dari ruang kamar, lalu mengambil pelita yang ia letakkan diruang tengah. Ia menerangi kamarnya, dan tidak ada sesiapapun disana.
Sedangkan Mawar masih terus menutup wajahnya dengan rasa takut yang tak dapat ia sembunyikan.
****
Wati beranjak dari ranjangnya. Ia menuju warung untuk mengambil air es sebagai pengompres anu suaminya yang berdiri tegak dengan kondisi memprihatikan.
Saat saklar dihidupkan. Ia mengendus aroma singkong bakar yang sangat menyengat. Ia merasa jika ada sesuatu yang hadir didekatnya, namun tak terlihat.
"K9k bau singkong bakar, ya? Siapa yang bakar singkong malam-malam?" gumamnya lirih, sembari mengenduskan ujung hidungnya yang bergerak-gerak.
Ia berkalan menuju lemari es, lalu membukanya, dan mengambil sebotol air mineral dan menutupnya dengan cepat.
Sssaattthhhsss...
Terdengar suara desisan yang begitu jelas dari arah sisi kanannya. Saat ia menoleh ke sumber suara tersebut, terlihat seekor ular bersisik hitam yang menegakkan kepalanya dengan lidah yang menjulur sembari menatapnya dengan tajam
Wati tersentak kaget. Ia mengingat dimana meletakkan batang penyapunya. Ia berjalan mundur menuju balik pintu warung, lalu meraih batang penyapu dan kembali menghantam hewan melata itu tanpa ampun hingga remuk.
Nafasnya tersengal. Sudah ketiga kalinya selama ia membunuh ular dengan jenis yang sama saat kehamilannya tersebut.
Ia kembali teringat akan nasehat tetangganya. Namun rasa takut yang begitu kuat, membuat ia tak mengindahkannya.
Setelah memastikan hewan itu tak lagi bergerak, ia kembali membawa sebotol air mineral yang menjadi tujuan utamanya ke dalam kamar.
Tampak Adjie masih meringis kesakitan. Sebab rasa yang ditimbulkan sangat panas bercampur perih, seolah ada sesuatu yang ingin merobek kulit anunya.
Wati mengambil sehelai kain, lalu membasahinya dengan.air dingin tersebut, dan mengompres batang yang terus menegak dan memerah, seolah menampilkan urat-urat yang menonjol dengan benjolan yang semakin banyak bertumbuh.
"Apa yang kamu lakukan dimasa lalu, Kang? Apakah Rama sakit hati padamu, karena kamu pernah mempermainkan wanitanya?" tanya Wati dengan hati yang miris.
Tapi anehnya saat itu ia tak dapat marah ataupun cemburu saat Adjie didepan matanya menyenggamai gadis tersebut.
~Sesungguhnya Jin tidak dapat melukai seseorang, kecuali dipergunakan/dikendalikan atau menjadi sekutu manusia dengan mantra tertentu.
ternyata kamu kembang desa tapi kekurangan. sehingga orang semena-mena sama kamu...😥
yang pasti bukan Mande kan... jauh dari kriteria...
tapi masalahnya, kenapa mereka teriak-teriak dirumah Mande . minta pertanggungjawaban...
ada apakah gerangan...???