Damian, lelaki yang dikenal dengan julukan "mafia kejam" karena sikapnya bengis dan dingin serta dapat membunuh tanpa ampun.
Namun segalanya berubah ketika dia bertemu dengan Talia, seorang gadis somplak nan ceria yang mengubah dunianya.
Damian yang pernah gagal di masa lalunya perlahan-lahan membuka hati kepada Talia. Keduanya bahkan terlibat dalam permainan-permainan panas yang tak terduga. Yang membuat Damian mampu melupakan mantan istrinya sepenuhnya dan ingin memiliki Talia seutuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20
"Kau terlihat sangat tertarik dengan perutku, nona fales."
Talia tersentak, wajahnya seketika merona. Ia buru-buru mengalihkan tatapan dan pura-pura sibuk menutup kembali kancing kemeja Damian.
"Aku nggak tertarik, hanya memastikan lukamu baik-baik saja," dalihnya cepat, meski suaranya terdengar tidak meyakinkan.
Damian terkekeh pelan, tetapi membiarkan Talia menyelesaikan pekerjaannya. Gadis itu tampak benar-benar fokus, meskipun dari dekat Damian bisa melihat jemarinya sedikit gemetar.
Damian menatapnya dengan mata penuh godaan, tetapi ia menahan diri untuk tidak menggoda lebih jauh. Alasan utamanya datang dan masuk diam-diam ke sini adalah karena dia ingin mengetahui apakah gadis ini sudah sembuh atau belum.
Telapak tangannya tanpa permisi menyentuh dahi Talia untuk memeriksa.
Tidak panas lagi. Demamnya sudah hilang. Ada perasaan lega di hati Damian. Ketika gadis itu mengangkat wajahnya, tatapan mereka bertemu. Mata jernih Talia yang sangat indah betul-betul membuat hatinya tenang.
Talia terpaku sejenak. Sentuhan tangan Damian di dahinya membawa sensasi hangat yang sulit dijelaskan. Ia bisa merasakan bagaimana lelaki itu benar-benar memperhatikannya, meskipun caranya terkadang menyebalkan.
Damian menarik tangannya perlahan, tetapi tidak langsung menjauh.
"Kau sudah lebih baik," gumamnya, suaranya terdengar sedikit lebih lembut dari biasanya. Biasanya sangat datar dan tidak bersahabat.
"Lebih baik dari apa?" Talia bertanya balik. Mungkin karena pengaruh gugup posisinya dan laki-laki di depannya ini terlalu dekat.
Aneh sekali. Seorang Talia gugup? Dia adalah perempuan paling tidak tahu malu. Ia sudah berhadapan dengan banyak sekali orang, laki-laki maupun perempuan. Ini pertama kalinya dia merasa gugup, pada laki-laki yang bahkan namanya saja belum dia ketahui ini.
Oh iya nama. Bilang soal nama, dia belum belum pernah bertanya siapa nama laki-laki ini.
"Bo- boleh kenalan?"
Tanyanya kemudian. Pertanyaan yang tidak Damian sangka-sangka. Boleh kenalan?
Padahal gadis itu tinggal menanyakan namanya saja, tetapi dia justru bertanya seolah mereka adalah orang asing yang baru saja bertemu.
"Aku belum tahu siapa nama kamu. Kamu pasti sudah tahu nama aku karena dari kemaren-kemaren mama dan kakakku selalu memanggil Talia, Talia dengan kencang. Masih ingatkan? Kalau lupa, berarti kamu pikun."
Pikun? Dia di bilang pikun? Damian tertawa kecil tetapi dengan cepat wajahnya kembali berubah datar seperti biasa.
"Damian," satu kata itu keluar dari mulut sang pemilik nama.
"Damian. Oh, jadi namamu Damian." ujar Talia mengangguk-angguk.
"Damian Winslow." tambah Damian menyebut nama belakangnya.
Talia mengulang nama itu dalam hati. Damian Winslow. Nama yang terdengar cukup mewah di telinganya.
"Nama yang bagus," gumamnya, masih sedikit melamun.
Damian menaikkan alis.
"Kau ingin tahu lebih banyak tentangku?" tanyanya dengan nada menggoda.
Talia mengernyit menatap pria itu.
"Kau bukan artis, ngapain aku harus tahu tentang kamu? Dengar ya, walau kamu tampannya kebangetan, aku nggak mau terlalu kepo sama suami orang yang sudah beranak. Nanti di kira pelakor lagi. Ya kali seorang Talia yang cantik jelita ini jadi seorang pelakor." ceplos Talia.
"Suami orang?" alis Damian terangkat.
"Mm, kau punya anak. Tidak mungkin tidak punya istri kan?"
"Aku memang tidak punya istri sekarang." balas Damian langsung.
"Hahh?" bibir Damian melengkung melihat mata Talia membesar.
"Kenapa, mati karena sakit? Selingkuh? Atau pernikahan kalian tidak di restui keluarga kedua pihak?"
Damian menatap Talia dengan ekspresi sulit dijelaskan. Bibirnya masih melengkung, tetapi matanya sedikit menyipit, seperti sedang menimbang-nimbang sesuatu.
"Kau terlalu banyak bertanya," ujarnya akhirnya.
Talia mengangkat bahu.
"Tentu saja. Aku penasaran. Apa salahnya kepo? Kepo itu sangat manusiawi."
Ekspresi Talia yang polos sungguh membuat Damian ingin menggigitnya. Kenapa bisa ada perempuan yang unik sekali seperti gadis ini? Tidak dibuat-buat. Damian tahu mana sifat wanita yang sengaja dibuat-buat dan mana yang benar-benar asli, seperti gadis yang duduk di sebelahnya ini.
"Berapa usiamu?" tiba-tiba pria itu menanyakan umur. Dia ingin tahu. Talia memang masih keliatan muda sekali di matanya. Tapi tidak mungkin masih belasan tahun, karena yang Damian tahu ia sudah lulus kuliah.
"Dua puluh satu tahun. Enam bulan dari sekarang aku genap 22 tahun?" jawab gadis itu semangat.
Damian terkekeh kecil. 21 tahun, dibanding dia yang usianya sudah 36 tahun, 21 tahun adalah umur yang masih muda sekali. Perbedaan usia mereka terpaut jauh, lima belas tahun. Tetapi Damian tidak peduli dengan usia. Saat dia merasa mulai tertarik dengan seseorang. Asalkan orang itu sudah memasuki usia legal untuk menjalin suatu hubungan.
Menjalin suatu hubungan?
Damian heran sendiri sampai memikirkan hal itu. Masih terlalu cepat. Walau ia tidak memungkiri kalau dirinya mulai merasa tertarik dengan Talia, tetapi memang masih terlalu cepat. Namun ...
Ketika pria itu hendak buka suara, ponselnya berbunyi. Langsung dia angkat karena panggilan itu dari Ethan.
"Ada apa?"
"Ada sedikit masalah dengan senjata-senjata yang kita kirim ke Jepang. Mereka ingin kau sendiri yang datang ke sana untuk mengurusnya. Kau di mana? Segeralah pulang, kita bahas selanjutnya saat kau di rumah." suara Ethan terdengar serius sekali di sana.
"Baiklah. Aku segera pulang sekarang juga."
Sambungan langsung terputus. Damian menatap Talia sebentar,
"Aku ada urusan penting. Aku pergi dulu, sampa ketemu lagi, nona fales." setelah mengatakan itu, Damian segera keluar lewat jendela.
Talia kaget melihat pria itu melompat dari lantai dua kamarnya. Ia buru-buru berlari ke jendela dan mengintip ke bawah. Damian sudah menghilang, seolah pria itu memang terbiasa keluar masuk tanpa jejak.
"Orang gila," gumamnya sambil menggeleng. Siapa yang lompat dari lantai dua tanpa ragu begitu saja? Seolah itu bukan hal besar.
Ia melangkah mundur dan duduk di tepi ranjang, pikirannya masih dipenuhi dengan percakapan barusan. Damian Winslow. Pria itu benar-benar misterius.
"Urusan penting? mencurigakan." gumam Talia kemudian. Sesaat kemudian wajahnya berubah kesal mengingat kata-kata Damian yang memberinya julukan nona fales.
Talia menghembuskan nafas panjang lalu membanting dirinya di sofa. Ia meraih hapenya dan mulai menjelajahi internet, mencari-cari tempat apa saja yang akan dia kunjungi nanti saat berada di Jepang. Talia sudah tidak sabar ingin segera pergi ke Jepang bersama kedua sahabatnya, Lintang dan Casen.
dobel up
hahaa dasar kau damian nyosor langsung
👍🌹❤🙏🤣🤣🤣