Krystal Berliana Zourist, si badgirl bermasalah dengan sejuta kejutan dalam hidupnya yang ia sebut dengan istilah kesialan. Salah satu kesialan yang paling mengejutkan dalam hidupnya adalah terpaksa menikah di usia 18 tahun dengan laki-laki yang sama sekali belum pernah ia temui sebelumnya.
Kesialan dalam hidupnya berlanjut ketika ia juga harus di tendang masuk ke Cakrawala High School - sekolah dengan asrama di dalamnya. Dan di tempat itu lah, kisah Krystal yang sesungguhnya baru di mulai.
Bersama cowok tampan berwajah triplek, si kulkas berjalan, si ketua osis menyebalkan. Namun dengan sejuta pesona yang memikat. Dan yang lucunya adalah suami sah Krystal. Devano Sebastian Harvey, putra tunggal dari seorang mafia blasteran Italia.
Wah, bagaimana kisah selanjutnya antara Krystal dan Devano.
Yuk ikuti kisahnya.
Jangan lupa Like, Komen, Subscribe, Vote, dan Hadiah biar Author tambah semangat.
Salam dari Author. 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 17 : MENGEJUTKAN
Setelah bisikan mematikan Devano tadi. Krystal sempat mematung sebentar. Sebelum akhirnya melayangkan lutut kakinya menghantam perut Devano, cukup keras hingga dentumannya terdengar nyaring di lab Biologi tersebut. Namun, diluar dugaannya, bukannya terlepas, cengkraman tangan Devano justru semakin menguat di lengannya.
Jika dilihat dari tegasnya rahang Devano sekarang, serta sorot mata yang sangat tajam. Mereka semua bisa merasakan bahwa Devano sedang ada di puncak amarahnya.
"Bicara baik-baik, Dev." Ujar Lenna, ikut khawatir melihat Krystal yang kesakitan.
"Lo tahu ini bukan urusan lo, kan?" Ucap Devano dingin.
Lenna terdiam. Suara rendah Devano terdengar creepy di telinga semua orang. Tak terkecuali Krystal yang menatap ke arah Lenna seakan meminta pertolongan. Lenna sendiri tidak tahu harus berbuat apa, karena jika Devano sudah marah maka tidak ada yang bisa menghindarinya lagi.
"Iya gue tahu. Tapi dia cewek, Dev. Lo nggak bisa pakai emosi. Krystal kesakitan, tolong lepasin dia. Biar dia gue yang urus." Lenna masih mencoba memenangkan Devano.
Sebuah senyuman miring yang sangat mengerikan hadir di wajah tampan.
"Gue ketua osis, di melanggar aturan berpakaian. Bukankah harus mendapatkan hukuman, hm?"
Krystal menelan salivanya, susah payah, ketika mata Devano tertuju tajam padanya. Oke, tidak ada pilihan lain selain kembali mencoba melawan. Krystal mengigit tangan Devano, tapi cowok itu sama sekali tidak terlihat kesakitan.
Oke. Sepertinya Krystal baru saja melakukan kesalahan dalam strategi talak penalakan. Zoey benar, jangankan di talak, sepertinya Krystal sebentar lagi akan benar-benar end, bukan hanya dari Cakrawala tapi juga dari bumi ini. Kemarahan Devano ini ia rasakan lebih besar daripada semalam.
Sedetik setelahnya ia merasakan tubuhnya di gendong layaknya karung beras. Krystal tentu saja langsung meronta dan memberontak sebagai perlawanan. Berteriak dan memukuli punggung lebar itu dan menggoyang-goyangkan kakinya. Namun, ia sama sekali tidak berefek pada Devano.
Sementara suara teriakan Krystal memenuhi seisi lab Biologi. Semua pasang mata justru dikuasai rasa kaget dengan apa yang mereka lihat barusan. Tak terkecuali Lenna yang mematung di tempatnya.
Devano menggendong Krystal?
Belum ada sejarahnya ketua osis alias pangeran es Cakrawala High School itu bersentuhan langsung dengan seorang lawan jenis, jangankan untuk menggendong ya.
Seberat apapun pelanggaran yang dilakukan siswi. Devano tidak pernah terlihat semarah ini.
Satu pertanyaan mulai muncul di benak mereka. Siapa Krystal bagi Devano?
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sampai di dalam sebuah ruangan yang asing untuk Krystal, barulah Devano menurunkannya. Kepala Krystal pusing, mata berkunang-kunang karena terlalu lama dalam posisi terbaik. Tubuhnya bahkan oleng dan akan jatuh kalau saja Devano tidak menahan bobot tubuhnya.
Masih berusaha menstabilkan dirinya dari rasa pusing. Krystal tidak sadar jika tubuhnya sudah di sudutkan ke sudut ruangan dengan Devano yang mengukungnya.
Dalam keadaan yang belum stabil, Devano meraup bibirnya, menekan tengkuknya guna memperdalam ciuman dengan tubuh besar itu yang semakin menghimpit tubuh kecilnya.
Krystal kehilangan kemampuannya untuk bernafas, paru-paru nya sesak karena kekurangan oksigen karena Devano tidak berhenti melumat bibirnya dengan brutal, menggebu-gebu, sediki kasar dan sangat menuntut. Ia bisa merasakan ada emosi yang berusaha Devano salurkan lewat ciuman tersebut.
Krystal jelas mencoba melawan, namun sekali lagi tenaga Devano itu bukan tandingannya.Seumur hidup, inilah Krystal merasakan tenaga laki-laki yang begitu besar, bahkan tarikan, jambakan dan pukulan Papa William saja tidak ada artinya untuk Krystal. Rasanya Krystal akan mati karena ciuman panjang tanpa jeda itu.
Saat Devano menarik kepalanya, tubuh Krystal jatuh terkulai di dada bidang cowok itu. Nafasnya terengah, meraup oksigen sebanyak mungkin, namun rasanya tetap sesak. Lalu tampa perlawanan membiarkan tubuhnya kembali diangkat oleh Devano. Kepala Krystal mulai berdenyut tidak karuan, ketika tubuhnya di baringkan di atas sebuah kasur empuk. Mata Krystal semakin berkunang-kunang, seakan semua tenaga yang ada di dalam dirinya tersedot habis begitu saja tanpa sisa. Keningnya mengernyit saat merasakan tangan Devano mulai merayap mengelus paha nya dengan sentuhan seringan kapas.
"Hari ini, kamu sukses membuat aku marah besar, Sayang. Apa ini, hm? Memberontak dengan memakai rok sependek ini ke kelas, menjadi tontonan banyak orang, membiarkan laki-laki lain melihat dan menyentuhmu." Bisiknya tepat di telinga Krystal. Tangannya tidak berhenti memberikan elusan ringan di paha mulus istrinya.
Krystal yang gelisah, masih mempunyai sedikit kesadaran untuk memalingkan wajahnya saat Devano akan menciumnya sehingga bibir Devano mendarat di pipinya.
Tidak menyerah, Devano melarikan ciumannya ke leher Krystal. Usapan Devano di pahanya saja sudah membuat gelenyar aneh di tubuhnya bangkit. Apalagi sekarang di tambah dengan cowok itu yang menciumi lehernya.
"Dev, stop... lepas!! Dev, please jangn kayak gini. Pusing." Krystal mencoba mengerahkan sisa tenaganya mendorong tubuh besar Devano yang menghimpit tubuhnya.
"Panggil namaku sekali lagi." Bisik Devano dengan suara serak.
"Dev..." Krystal menggeleng-gelengkan kepalanya saat ciuman Devano semakin kuat dilehernya. Dan entah sejak kapan mata Krystal jadi berair.
"Lagi, sebut namaku sekali lagi." Desak Devano.
"Devano." Ujar Krystal susah payah.
"Shit!"
Sedetik kemudian Devano kembali menyatukan bibir mereka. Mengulum bibir atas dan bawah istrinya itu bergantian, tidak mampu lagi memberikan perlawanan. Memasrahkan tubuhnya di kuasai sepenuhnya oleh Devano.
"Masih ingin memancing kemarahan ku, Sayang?" Devano berbisik, tangannya berpindah membelai wajah Krystal yang terhalang beberapa helai rambut.
Mata istrinya itu sayu dan di penuhi air mata, memandang ke arahnya. Gelengan lemah diiringi aliran air mata memuat seulas senyum kemenangan hadir di wajah tampan Devano. Tangannya bergerak menghapus air mata tersebut.
"Kenapa menangis, hm? Apa aku menyakitimu?" Menarik tubuh bergetar istrinya ke dalam pelukan hangat tubuhnya. Mengecup puncak kepala Krystal dengan lembut.
Bisikan lembut dan pelukan hangat Devano, justru semakin membuat tangis Krystal semakin pecah. Krystal tidak tahu apa yang membuatnya menangis. Air matanya luruh begitu saja tanpa sebab.
Bukan karena dia takut dengan Devano. Bukan juga karena menyesal ata apa yang telah dia lakukan. Bukan juga karena apa yang Devano lakukan.
Krystal hanya ingin menangis. Berada dalam dekapan hangat laki-laki ini selalu membuat pertahanannya runtuh. Krystal tidak mengerti kenapa. Hanya saja pelukan Devano selalu terasa menghangatkan, menenangkan dan seakan membuat Krystal merasa terlindungi serta merasa punya pegangan yang baru.
Sejak lama, Krystal sudah kehilangan pelukan hangat sang Papa. Dari kecil ia selalu di paksa untuk mengalah dari Keyzia yang pintar, jenius dan selalu sempurna dimata sang Papa. Hanya almarhum Mamanya---Eliza lah yang selalu menjad support sistem Krystal selama ini. Lalu tiba-tiba di suatu pagi, ketika Krystal terbangun, Mama Eliza terbungkus kain kafan di hadapannya.
Krystal kehilangan pegangannya seketika ia kehilangan arah. Semakin tersesat ketika sang Papa menikah lagi disaat makam Mamanya pun bahkan belum kering. Hidup Krystal semakin jungkir balik. Satu-satunya orang yang peduli dengannya setelah itu hanyalah Bi Asri.
Lalu tiba-tiba Papa William kembali merenggut kebebasan dan kebahagian hidupnya begitu saja. Selama ini Krystal selalu ingin menangis sendirian, meski diluar ia selalu terlihat kuat, pembuat onar, trouble maker, menyebalkan dimata banyak orang, bodoh, tidak punya prestasi apapun, ceria. Tapi jauh di lubuk hatinya, Krystal sangat kosong.
Hanya Carletta dan Sasa yang selalu bisa mengerti dirinya. Namun, di hari pernikahan itu, keduanya justru mendorongnya ke dalam jurang paling mematikan dalam hidupnya.
Pada akhirnya, Krystal kembali sendirian...
"*This is mine*!" Devano mengecup kedua mata Krystal.
"*This is mine*!" Beranjak mengecup hidup Krystal.
"*And, this is mine*!" Devano mencium bibir mungil Krystal yang terlihat bengkak karena ulahnya.
"*You're mine*." Bisik Devano di telinga Krystal.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"HAPUS NGGAK!!"
"DEVANO!!! GUE BILANG HAPUS!!
"DEVANO!! LO BUDEK YA!!"
"AAARRRGGGHHH HAPUSS!! DEVANO!!"
Itulah adalah teriakan dan rengekan Krystal yang kesekian kalinya. Menggelegar memenuhi kamar luas ini. Bahkan istrinya itu tidak segan-segan menghentakkan kakinya dan melempari barang-barang yang ada di dalam kamar asrama VVIP milik Devano. Ya, VVIP karena kamar ini khusus dibuatkan untuk Devano selaku anak pemilik sekolah. Bahkan kamar Devano satu-satunya yang dibuat kedap suara, bukan tanpa alasan, Devano tidak suka jika privasinya di ganggu.
Dan kamar kedap suara ini sekarang benar-benar berfungsi. Sekeras apapun Krystal berteriak di sini, tidak akan ada orang di luar sana yang mendengar.
"Kenapa diam? Udah puas teriak-teriak dan lempar-lempar barangnya, hm?"
Devano yang sejak tadi sibuk dengan laptopnya, kini mengalihkan pandangannya ke arah Krystal yang sudah selonjoran di atas lantai dengan posisi kaki sedikit terbuka. Persis seperti anak kecil yang sedang merajuk kepada orang tuanya.
"Nggak mau teriak-teriak lagi? Itu barang yang lain masih banyak yang belum di lemparin." Lanjutnya lalu kembali fokus pada laptop.
Kesal. Krystal lalu bangkit berdiri dan melangkah lebar ke arah Devano yang duduk di meja belajarnya. Menutup kasar laptop suaminya itu dan entah keberanian dari mana Krystal melempar laptop mahal tersebut ke lantai.
BRAK!
Tidak berhenti disitu, Krystal juga menginjaknya dengan brutal. Sebatas pelampiasan rasa kesalnya. Mengabaikan tatapan dingin mata Devano yang terus mengawasinya. Setelah puas menginjak dan laptop itu juga sudah terlihat rusak, Krystal kembali memungutnya dan melemparnya ke tembok.
Nafas Krystal memburu hebat, dadanya naik turun memandang laptop yang sudah tidak berbentuk itu.
"Sudah puas mengamuknya, hm?"
Punggung Krystal menegang mendengar suara Devano yang hadir tepat dibelakang tubuhnya. Terlebih kala kedua lengan kekar milik Devano melingkari perutnya, memeluk dari belakang.
"Ada apa? Katakan, kenapa aku harus menghapus postingannya, hm? Mood mu hanya sedang tidak bagus karena bangun tidur." Bisik Devano, meletakkan kepalanya di pundak Krystal, sehingga hembusan nafas hangatnya menyapu permukaan kulit leher Krystal hingga si empunya merinding.
Setelah puas menangis tadi, Krystal memang terlelap tidur dalam pelukan Devano. Kebiasaan gadis itu jika sudah terlalu lama menangis. Demi menemani Krystal di sini. Devano meminta Rangga untuk menggantikannya rapat osis.
"Ya gue nggak mau! Gue nggak mau satu sekolah tahu status kita!" kata Krystal, mencoba melepaskan dirinya dari Devano. Namun gagal.
"Kenapa nggak mau?" Mengeratkan rengkuhan nya.
"Ya nggak mau aja! Lo pikir dong! Apa kata orang-orang kalau tahu gue udah nikah! Mana nikahnya sama lo lagi!"
"Memangnya kenapa kalau sama saku?"
"Ya nggak mau aja!!"
"Semua ada alasannya, Krys."
"Devano!! Sebenranya lo mau apa sih?! Gue masih nggak ngerti kenapa lo mau menerima perjodohan k6onyo kayak gini! Pernikahan ini udah kayak kutukan buat gue! Dan gue yakin lo pun ngerasain hal yang sama. Lo cowok, lo pasti pengen bebas juga kayak gue, iya kan? Jadi ayo kita..."
"Kata siapa?" Krystal menoleh ke belakang dan spontan memundurkan kepalanya saat wajah Devano begitu dekat dengan wajahnya. "I Love this Wedding." Bisiknya.
Bisikan itu membuat tubuh Krystal kian kaku. Matanya seperti dikunci oleh mata elang milik Devano yang menatapnya lamat-lamat. Ia seperti terhipnotis oleh tatapan dalam itu.
"Kenapa?" Krystal tidak mengerti kenapa suaranya jadi bergetar seperti ini.
Hening sesaat.
"*Because, I Love You*."
Degh!
Empat kata itu membuat otak Krystal semakin nge-blak. Devano mencintainya? Tidak, bagaimana mungkin? Mereka baru saja bertemu, tidak mungkin seseorang bisa jatuh cinta hanya dengan sekali pertemuan. Lelucon macam apa ini?
Dengan kuat Krystal mendorong dada Devano hingga lilitan tangan suaminya terlepas dari tubuhnya. Krystal mundur dan menatap tajam pada Devano.
"Nggak mungkin! Kita bahkan nggak saling kenal! Bagaimana mungkin lo bisa cina sama gue?! Ucap Krystal.
"Kenapa nggak? Aku menengalmu, begitupun dengan kamu mengenak aku. Kamu hanya melupakannya, Krys." Devano tampak sangat tenang. Memasukkan kedua tangannya ke saku celana, terlihat cool.
"Nggak! Gue nggak kenal sama lo!! Gue bahkan nggak pernah ketemu sama lo sebelum di malam gue nggak sengaja nabrak lo di jalan itu!!" Krystal menggeleng mantap.
Krystal sangat yakin, ia tidak pernah bertemu dengan Devano sebelum-sebelumnya. Kecuali malam saat ia mengejar Aldi.
"Kamu yakin?
"Yakinlah!" Kata Krystal. Karena itu memang kenyataannya.
Devano mengangguk, menghela nafasnya perlahan sembari memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Memandangi Krystal dengan seulas senyum tipis.
Manis sih, tapi ngeri-ngeri sedap melihatnya.
"Kalau begitu anggap saja, aku menemukanmu tanpa sengaja, lalu jatuh cinta." Ujar Devano dengan tenang.
"Maksud lo?" Krystal mengernyit dahinya semakin tidak mengerti.
Bukannya jawaban yang Krystal dapat. Devano justru berjalan ke arah sudut kamarnya, di dekat ranjang, tepatnya pada rak buku yang ada di sana. Mata Krystal tidak lepas dari pergerakan suaminya itu yang menekan salah satu buku, lalu...
Klik!
Lampu tiba-tiba padam sejenak, sebelum kembali berubah terang. Dan saat itulah Krystal di kagetkan dengan apa yang sedang terjadi disekitarnya.
Degh!
Tubuh Krystal berubah kaku, lidahnya kelu dan jantungnya berdetak cepat. Matanya menatap nanar penjuru kamar yang tiba-tiba mendadak berubah menjadi lautan foto dirinya disana. Krystal seperti sedang berada di luar angkasa yang di penuhi dengan komet, planet dan bintang-bintang kecil lainnya. Namun, bedanya di sini, diantara keindahan benda langit tersebut ada begitu banyak foto dirinya disana.
Klik!
Mata Krystal berpindah pada komputer yang tiba-tiba menyala di atas meja. Tubuh Krystal seperti kehilangan pegangan kali ini. Layaknya sebuah slide yang selalu berganti, begitulah sekarang layar monitor itu menampilkan foto-foto Krystal yang diambil secara candid.
Foto Krystal sedang duduk di kantin. Foto Krystal sedang bertanding basket. Foto Krystal ketika menonton pertandingan basket sekolahnya. Foto Krystal saat tidur di kelas. Dan banyak foto-foto Krystal yang lainnya.
"Apa ini semua menjawab pertanyaan kamu?"
Pertunjukan telah berakhir, kamar kembali terang benderang. Devano berjalan mendekat, sehingga Krystal harus melangkah mundur.
"Lo nguntit gue selama ini? Sejak kapan?! Kenapa lo harus nguntit gue?!" Cecar Krystal.
"Karena aku menginginkannya."
Terawa sarkas, Krystal menggeleng terus mundur kala Devano mendekat. Hingga pinggangnya menyentuh pinggiran meja.
"Lo gila, Dev! Sumpah lo gila tahu nggak!!" Sahut Krystal emosi.
Devano menyentuh dagu Krystal, mendongakkan sembari menunduk mendekatkan wajahnya pada gadis itu.
Krystal menjauhkan wajahnya karena wajah mereka yang sangat dekat, hingga ia bisa merasakan sapuan nafas Devano di pipinya.
"*Yes, i'm crazy. Because of you*."
Sedetik kemudian Devano menyatukan bibir mereka. Krystal yang masih terlalu kaget dengan semuanya, hanya diam kaku dengan sorot mata yang kosong ke depan. bahkan ketika pinggang di rengkuh kuat oleh lengan kekar tersebut hingga tubuh bagian depan mereka menyatu. Devano semakin memperdalam ciumannya tas bibir Krystal.
Gila! Devano lebih gila dari dugaannya. Dan entah ada berapa bayak kegilaan lagi dalam diri cowok ini yang tidak Krystal ketahui.
Dan kenapa harus Krystal yang terjebak dalam semua kegilaan itu?