NovelToon NovelToon
Pembalasan Istri Lemahku

Pembalasan Istri Lemahku

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Cinta Paksa / Tukar Pasangan
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Fitri Elmu

Laras terbangun di tubuh wanita bernama Bunga. Bunga adalah seorang istri yang kerap disiksa suami dan keluarganya. Karna itu, Laras berniat membalaskan dendam atas penyiksaan yang selama ini dirasakan Bunga. Disisi lain, Laras berharap dia bisa kembali ke tubuhnya lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Elmu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Nekat Demi Rencana

Setelah menurunkan Laras, Aksa kembali melajukan mobilnya. Laras memandangi hingga mobil itu menghilang di belokan jalan raya. Barulah dia melanjutkan langkahnya, masuk ke dalam.

Tidak ada hal lain yang dilakukannya, kecuali kembali rebahan. Ingatannya kembali menerawang kejadian tadi.

"Dia itu perhatian. Wajar aja Bunga suka sama dia," gumamnya, memiringkan badan ke kanan. Dengan pikiran masih menerawang.

"Harusnya dia marahin gue, udah bikin pacarnya babak belur. Tapi Aksa malah ngobatin kaki gue," tukasnya, mengarah pandangan ke lututnya. "Apa jangan-jangan Aksa suka Bunga? Cuma dia gak mau ngaku karna perjanjian mereka?" tebaknya, menduga-duga.

"Ah, rumit juga. Ngapain gue malah terjebak sama urusan hati orang lain. Sementara gue aja jomblo. Nasib amat."

Laras kembali mengubah posisinya telentang. Tidak melakukan apapun. Hanya melamun.

Drtd ... Drtd ....

Gadis itu menoleh. Meraba ponsel di tasnya. Memeriksa pesan yang masuk.

Dia kira itu dari Aksa. Karna yang tahu nomornya cuma Aksa dan kedua mertuanya. Tapi ternyata pengirimnga dari nomor baru. Dahi Laras mengerut. Siapa?

"Shit!" makinya saat membuka pesan tersebut. Hampir saja dia lempar ponselnya. Matanya melotot lebar menatap foto yang dikirim dari nomor asing itu. Foto orang sedang berciuman.

"Suami lo ganas. Dateng-dateng minta jatah. Gemes banget, kan?" emotikon mengejek.

Laras men-zoom foto itu. Mengernyit.

"Ini Aksa?" tatapnya tak percaya. Tapi mirip sih. Dan wanita yang bersamanya ... Laras mendecih. Dengan begitu dia tahu siapa pengirimnya. Wanita gila yang di kantor tadi. Entah dapat darimana nomornya. Mungkin saja dari Aksa. Bukannya pria itu tadi berkata dia bakal nyusul ke apartemen?

"Kenapa diam? Lagi nangis ya? Kasian. Suaminya gak cinta, malah lebih milih gue. Haha."

Darah Laras mendidih. Dipancing begitu, kesal juga dia lama-lama. Dasar jalang. Dengan tidak tahu malunya mengumbar kemesraan dengan suami orang.

"Oh." Tapi dia hanya mengirim satu kata balasan. Males sebenarnya berurusan dengan orang-orang aneh.

"Iri ya? Kasian. Dia gak pernah bernafsu sama lo. Body kurus kerempeng gitu, jelas kalah seksi sama gue."

Eh, malah body shamming. Sialan.

"Setidaknya gue bukan jal-ang," balasnya. Mengikuti permainan. Dikasari, balik ngasarin dong. Masak diam aja. Emangnya dia gadis menye-menye yang doyan ditindas? Enggak banget.

"Breng-sek! Lo ngatain gue jal-ang?"

Laras meroling netranya, jengah. Mulai lagi playing fictimnya.

"Gak sadar ya kalau jalang. Apa perlu gue kirimin cermin?"

Hatinya memang sempat sakit melihat foto itu. Tapi Laras mengendalikan diri. Yang sakit hati itu Bunga. Bukan dia. Dia mah malah jijik melihatnya.

"Breng-sek! Awas aja. Gue pastiin Aksa bakal jadi milik gue sepenuhnya. Dan lo diusir dari rumah itu. Gelandangan kayak lo, tempatnya bukan disana. Gak pantes! Sana, ngegembel di jalanan! Jal-ang sialan!"

Laras mengerutkan dahi membaca balasan cewek uler itu. Kok malah dia yang marah-marah. Padahal yang mulai duluan siapa. Aneh. Bahkan kini foto profilnya kosong. Sepertinya dia diblokir. Baguslah. Lagian, gak penting juga dapat pesan dari orang gila. Nambah beban aja.

Laras melempar ponselnya asal. Seingin dia bersikap cuek, badan Bunga menolaknya. Dia ikut merasakan sakit hatinya Bunga.

"Cowok breng-sek. Sok-sokan perhatian, padahal bajin-gan," makinya kesal. Baru aja dia muji, eh, langsung dihadapkan pada fakta.

"Dipikir-pikir, jadi Bunga sakit banget ya? Kayaknya emang gue kudu bantuin dia buat balas dendam."

Jangan dikira Laras bakal nyerah. Justru dia makin bertekad untuk membalas perlakuan dua manusia itu. Terutama Aksa.

.

.

Pukul sepuluh malam, Aksa baru sampai. Langsung ke kamarnya seperti biasa. Sempat melirik sekilas ke kamar sebelah, sebelum kemudian membuka pintu kamarnya. Aksa menekan saklar di sebelah pintu, menyalakan lampunya. Berjalan sambil membuka kancing kemejanya.

Dug!

Aksa terkejut. Hampir saja tersungkur jatuh. Kakinya menendang sesuatu. Netranya melotot, saat tahu benda yang menghalangi kakinya.

"Eungh .... Lo udah pulang?"

Aksa mematung di tempat. Bahkan gerakannya membuka kancing baju pun dia urungkan.

Laras beringsut dari baringnya di lantai. Mukanya sayu khas bangun tidur, dengan rambut berantakan.

"Ngapain kamu disini?"

Laras melangkah cuek. Pindah rebahan di sofa. Tidak menyahut pertanyaan Aksa. Memilih memejamkan mata.

"Ras ...." Aksa memanggilnya lagi.

Gadis itu membuka matanya, menatap malas.

"Tidur lah. Ngapain lagi," sahutnya cuek.

"Kamarmu disana. Bukan disini."

"Tau."

Aksa geram. Laras terkesan meremehkannya. Bahkan jawabannya singkat-singkat. Aksa menghampiri Laras. Menarik tangannya.

"Pindah!" perintahnya.

"Ck. Iya. Gue bisa sendiri," Laras menghempas tangan Aksa. Beringsut pindah tempat seperti intruksi pria itu.

"Di kamarmu, Laras! Bukan di ranjangnya," Aksa makin geram. Bukannya keluar, Laras malah dengan santainya pindah ke ranjang oversizenya.

"Apa sih, Sa. Berisik. Gue ngantuk."

"Pergi! Jangan lancang, kamu, Ras!"

Aksa menyeret paksa Laras keluar.

Laras berteriak menolak. Tapi tenaganya kalah kuat dari Aksa.

"Aksa gue gak mau! Gue mau tidur disini!"

Aksa mana peduli. Dia menyeret Laras ke kamarnya. Namun, saat dia mendorong pintu kamar Laras, gerakannya terhenti. Aksa termangu.

"Loh, kalian belum tidur?"

Aksa mati kutu. Ada mamanya disana. Pria itu menoleh pada gadis di belakangnya. Sementara Laras menggerutu samar. Mengusap-usap tangannya yang lagi-lagi memerah menjadi korban.

"Kalian mau disini ya? Waduh, udah mama pake. Kalian lanjut di kamar aja ya. Tenang, mama gak denger kok. Kamar kalian kan kedap suara," mama mengedipkan sebelah matanya, senyum penuh arti.

Melihat kode mamanya, Aksa menyadari sesuatu. Kemejanya terbuka dan hanya menyisakan satu yang masih terkancing. Mamanya pasti salah paham.

"Udah. Balik sana. Mama mau tidur. Mama gak bakal ganggu kok. Sana ...."

Diva mendorong bahu putranya, dan menutup pintu.

Tinggallah mereka berdua di luar. Aksa menyorot Laras, meminta penjelasan.

"Sejak kapan mama disini?" suaranya pelan, tapi menuntut jawaban.

Laras merotasikan bola matanya.

"Gue ngantuk, Aksa," sambil ngeloyor pergi.

"Laras, tunggu!"

Laras menggendikkan bahu. Terus melanjutkan langkahnya. Sampai di kamar Aksa, dia langsung menjatuhkan diri di ranjang Aksa. Menutupi wajahnya dengan bantal.

"Laras, jawab pertanyaanku!"

Bantal yang dipakainya disingkirkan paksa. Laras menatap malas.

"Apa siiih?!" kesalnya. Sudah jam segini loh. Malah diajak ribut.

"Sejak kapan mama disini?"

"Ck. Tadi, jam delapan," jawab Laras ketus.

"Mama sendirian? Kamu yang nyuruh?" tatap Aksa selidik.

"Enggak. Gue cuma tanya sama mama, kok lo sampek jam segitu belum pulang. Biasanya juga jam lima udah di rumah," tukas Laras setengah menyindir. "Lagian mama yang inisiatif kesini sendiri. Gue gak nyuruh. Tiba-tiba aja dateng," tambahnya, memberi pembelaan.

"Gak bohong kan?" Aksa masih menatapnya selidik.

"Ya enggak lah, ngapain? Kalau gak percaya, tanya aja sama mama."

Aksa langsung diam.

"Lagian, kemana aja lo, jam segini baru pulang? Habis booking cewek?" cibir Laras.

"Ck. Mulutnya. Gue ada urusan."

Laras menggerakkan bibirnya. Mencibir.

"Ya udah. Gue mau tidur." menarik bantal yang tadi disingkirkan Aksa. Tapi ....

"Eh, Aksa!!"

Tubuhnya justru diangkat enteng oleh pria itu.

"Turunin gue, enggak!"

Aksa mengabaikannya. Dan justru melemparnya di sofa.

Laras meringis. Empuk sih sofanya. Tapi tetap saja, lumayan sakit. Padahal, bisa kan, ngeletakinnya baik-baik.

"Disitu tempatmu," tukas Aksa, datar.

"Mana bisa?! Gue cewek woy!"

Aksa mengangkat bahunya. "Terus?"

"Harusnya elo lah yang disini."

Aksa terkekeh, bersilang tangan. Menatap remeh. "Dari dulu juga tempatmu disitu, kalau kamu lupa," menaikkan sebelah alisnya.

Laras memaki. Dasar pria tak punya hati. Gadis itu berbalik, membelakangi Aksa. Kesal sekali melihat wajah menyebalkan itu.

Seringai tipis terbit di bibir Aksa. Setelah itu dia dengan santainya merebahkan badannya ke ranjang empuk miliknya. Bersiap memejamkan mata. Namun tiba-tiba sebuah tangan melingkar memeluk erat badannya. Spontan Aksa membuka matanya.

"Apa yang kamu lakukan, Laras!"

Benar. Gadis itu yang memeluknya. Bahkan melingkarkan kakinya, mengunci, hingga membuatnya tak bisa bergerak.

"Kenapa suamiku? Istrimu ini hanya mau tidur," sahutnya santai. Menyungging senyum samar.

"Jangan macam-macam, Laras! Singkirkan tanganmu."

"Why? Kamu takut kelepasan? Baguslah, dengan begitu gue bisa menuntutmu. Sesuai perjanjian, kan? Siapa yang menyentuh duluan tanpa izin dari salah satu, maka resikonya ...."

Aksa mengela napas berat.

"Apa maumu?" tukasnya kemudian.

"Cuma tidur."

"Oke. Kamu boleh tidur disini. Tapi lepaskan dulu."

"No. Palingan juga lo buang gue ke sofa kayak tadi," tolak Laras.

Aksa menarik napas panjang. "Aku janji."

Senyum Laras melebar. Dia melepaskan cengkramannya pada Aksa. Pria itu mengambil bantal.

"Kamu sebelah sana," tukasnya, menyuruh Laras pindah. Gadis itu berguling cepat. Dan Aksa meletakkan bantal di tengah-tengah mereka.

"Jaga jarakmu. Dilarang melewati batas."

"Halah. Giliran sama selingkuhan berani cium-ciuman, dasar," sindir Laras. Aksa menatapnya tajam. Laras langsung mengacungkan dua jarinya.

"Canda," ujarnya. "Tapi emang fakta, sih."

Mendapati pelototan Aksa, Laras kembali meringis.

"Tidur."

Laras meringis lebar. Bukannya menuruti Aksa, dia justru memandangi pria yang kembali membaringkan badannya itu. Memeluk bantal pembatas, sambil senyam senyum gak jelas. Menertawakan dalam hati, melihat Aksa mendengkus kesal, atau mungkin juga salah tingkah. Aksa langsung bergerak memunggunginya.

Senyumnya berubah menjadi seringaian. Terkesan berani. Tapi memang ini rencananya. Mungkin dia harus menjadi cegil untuk membuat pria itu jatuh hati padanya. Sesuai dengan tujuannya. Bahkan, kedatangan mama mertuanya kesini juga sebagian dari rencananya. Dia bilang takut di rumah sendirian. Beruntung, mama mertuanya berada di pihaknya.

Dia pandangi cetakan punggung kekar itu, setelah itu barulah beringsut pindah posisi. Saling memunggungi.

Tanpa dia tahu, setelah dirinya terlelap, Aksa berbalik posisi. Menatap dirinya dengan sorot tak bisa diungkapkan.

1
kuncayang9
keren ih, idenya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!