Lanjutan Cerita Harumi, harap membaca cerita tersebut, agar bisa nyambung dengan cerita berikut.
Mia tak menyangka, jika selama ini, sekertaris CEO yang terkenal dingin dan irit bicara, menaruh hati padanya.
Mia menerima cinta Jaka, sayangnya belum sampai satu bulan menjalani hubungan, Mia harus menghadapi kenyataan pahit.
Akankah keduanya bisa tetap bersama, dan hubungan mereka berakhir dengan bahagia?
Yuk baca ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Confess
Jangan lupa like dan komen.
Makanan yang seharusnya bisa Mia makan dengan lahap, rasanya sulit sekali melalui kerongkongannya. Bagaimana bisa dia bersikap biasa saja, setelah kejadian tadi?
"Apa makanannya tidak enak atau tidak sesuai dengan selera kamu?" tanya pria yang mengenakan kaus hitam tanpa lengan itu.
Mia menggoyangkan tangannya, "Nggak kok, ini enak banget." Rasanya dia canggung sekali.
"Sini aku bantu potong." Jaka mengambil alih piring Mia. Dan mulai memotong-motong daging menjadi ukuran lebih kecil, lalu kembali menyodorkan piring itu.
"Terima kasih, pak!" gumam Mia pelan, dia tak berani menatap pria di depannya.
"Kalau lagi berdua, jangan panggil aku 'bapak/ pak',"
Mia mendongak menatap bingung, "Terus saya harus panggil apa?"
"Apa aja asal jangan Bapak, mau panggil nama juga boleh."
"Mana bisa gitu, Bapak kan lebih tua dari saya."
"Tuh kan bapak lagi, panggil apa kek, ayo aku mau dengar."
Mia terdiam berpikir. "Kelamaan kamu mikirnya, udah panggil aku 'mas' aja." Jaka mulai gusar.
"Mmmas ...?" Mia mengucapkannya ragu.
"Iya, Mas aja." Jaka tersenyum.
Tunggu, sepertinya pria di depannya, memiliki lesung pipi di pipi kirinya. Bertahun-tahun bekerja, baru kali ini Mia sadar, karena memang Jaka amat sangat jarang tersenyum dan tertawa. Pria itu selalu memasang wajah dingin dan irit bicara, karena hanya urusan pekerjaan saja yang keluar dari mulutnya.
Kulit sawo matang khas pria tropis, badan tegap dan kekar. Serta postur tubuh tinggi, walau tak setinggi Dimas dan Fero. Bola mata hitam nan tajam, serta alis tebal dan hidung mancung. Definisi tampan yang melokal. Sayangnya semua itu tertutupi karena sikap dingin dan pendiamnya.
Meski rasanya sulit menelan, Mia berusaha keras menghabiskan makanan yang tersaji di piringnya. Bagaimanapun dia harus menghargai tuan rumah yang menjamunya.
Mia sempat menawarkan diri, untuk mencuci piring dan perabot, tapi Jaka menolak dan memintanya duduk di sofa. Dia melihat jam ditangannya, waktu sudah menunjukkan pukul dua puluh dua.
Mia beranjak menuju kamar mandi, sebelum pulang setidaknya dia harus membersihkan gigi dan men-touch-up wajahnya.
"Pak, terima kasih buat makan malamnya." Katanya usai keluar dari kamar mandi. "Saya izin pulang, ya?"
"Pulang?" Jaka menaikan sebelah alisnya.
"Iya pulang, kan udah malam, Pak! Masa nginep, yang bener aja." Mia tertawa garing.
"Ya emang kamu harus menginap, aku udah izin ke ibu kamu, kok!" Jaka melipat tangan di dada nya.
Tawa itu langsung pudar, begitu mendengar perkataan pria tersebut. "Maksudnya?"
"Tadi sewaktu kamu tidur, ibu kamu telepon. Ya udah aku angkat. Aku minta izin kamu buat nginep di sini, dari pada kamu pulang, jauh loh!" kata Jaka dengan santainya.
Mia menganga tak percaya, bisa-bisanya pria itu berbuat semaunya. "Bapak kok lancang banget, kenapa nggak bangunin saya? Lagian nggak mungkin saya menginap di rumah cowok."
"Ya mungkin lah, malam ini kamu menginap di sini." Kata Jaka seraya memasuki kamarnya, namun langkahnya terhenti, dia berbalik menatap gadisnya. "Kalau kamu panggil Bapak lagi, aku akan cium kamu." ancamnya. Lalu dia masuk ke kamarnya
Mia reflek menyentuh bibirnya, sudah dua kali mereka berciuman. Yang membuat dirinya heran, kenapa dia tak menampar atau marah pada pria itu? Padahal mereka tak ada hubungan apapun.
"Kamu bisa mandi, dan ganti baju kamu dengan ini." Jaka menyodorkan kaus dan celana pendek miliknya. "Oh ya, kamu baru beli dalaman, ya? Aku suka warna dan modelnya." Katanya sembari mengedipkan matanya.
Mia mendelik, "Bap ..."
"Kamu panggil aku bapak lagi, aku beneran cium kamu sekarang." Jaka maju selangkah.
Jarak keduanya, tak sampai satu meter. Mia reflek mundur, dia juga menutup mulut dengan tangannya.
Melihat reaksi gadis pujaannya, Jaka terkekeh, "Kamu gemesin banget sih! aku jadi pengen gigit." Pria itu kembali mendekat, mengikis jarak di antara mereka.
Mia mendengus, "EM ... mass ... Bisa jaga jarak nggak? Stop di situ." Dia mendorong tubuh kekar itu.
Sayangnya kedua tangannya justru ditahan oleh Jaka. "Aku jadi pengen cium, tapi aku belum sikat gigi." Dia menunduk dan berbisik.
Mia memejamkan matanya kuat, dan menutup mulutnya rapat-rapat, dia benar-benar gugup saat ini. Namun Jaka justru melepaskan tangannya dan mundur beberapa langkah. "Mandi dulu sana, terus pakai dalaman baru itu." Pria itu berbalik dan melangkah menuju sofa.
Mia kembali membuka matanya, dia menatap punggung lebar itu. "Maksud kamu apa sih, berbuat kayak gini sama aku? Kita nggak anda hubungan apapun, tapi udah dua kali kamu cium aku, kamu juga ngapain bawa aku ke sini. Jangan buat aku bingung." Dia mengungkapkan isi hatinya.
Jaka menghentikan langkahnya, dan berbalik, menatap balik perempuan yang sudah mengobrak-abrik hati dan pikirannya. "Mia, kita berdua bukan anak baru gede yang harus ada momen tembak-menembak. Harusnya kamu paham dengan sikap ku yang berbeda."
"Maksudnya apaan sih? Ngomong yang jelas dong! Jangan buat aku bingung." Suara gadis itu terdengar frustrasi.
Jaka kembali melangkah mendekat, dia menyelipkan rambut ke belakang telinga gadisnya. "Oke, mungkin ini terdengar aneh bagi orang seusia kita. Tapi sepertinya aku perlu untuk menyampaikan kata-kata, karena sepertinya kamu kurang peka."
Mia terdiam, dan menatap pria di hadapannya. "Aku menyukai kamu, aku ingin kita dekat lebih dari sebatas rekan kerja. Kamu mengerti maksud aku, bukan?"
"Bukannya kamu sukanya sama Raisa, ya?"
"Kenapa jadi Raisa?"
"Itu tadi siang kamu beliin Milk shake strawberry, dia bahkan muji-muji kamu. Terus Lala juga lihat kalian dekat." Sumber kekesalannya tadi siang akhirnya Mia ungkapkan.
Jaka tertawa, lesung pipi di sisi kiri wajahnya terlihat sangat jelas, "Aku beliin kamu, aku tau kamu suka milk shake, padahal aku udah pesan loh." Akuinya. "Ishhh ... Jadi ini yang buat kamu kesel sama aku, waktu kamu datang ke ruangan pak Dimas?"
Reflek Mia mengangguk, dan Jaka menyandarkan dahinya di bahu gadisnya, dia terkekeh. "Ya ampun sayang! Kamu cemburu ternyata." Dia menegakan tubuhnya. "Tapi aku seneng sih, selain kamu membalas ciuman ku, kamu juga cemburu, artinya kamu juga memiliki perasaan sama kayak aku. Aku benar-benar bahagia banget." Ungkapnya.
Wajah Mia memerah, rasanya dia malu sekali. "Ya udah sana kamu mandi dulu, entar kita lanjut ngobrol." Ujar Jaka, pria itu berbalik mengambil ponsel dan duduk di sofa.
***
Terjadi perdebatan di antara dua sejoli itu menjelang waktu tidur. Mia menginginkan tidur terpisah, sementara Jaka meminta tidur dalam satu ranjang.
"Ya nggak bisa lah mas. Kamu belum jadi apa-apa, udah cium aku dua kali, apalagi sekarang." Mia menolak mentah-mentah.
"Aku nggak akan melakukannya tanpa persetujuan kamu. Aku tau batasan." Mereka berdebat usai Jaka membantu Mia mengeringkan rambutnya.
"Atau gini aja, aku tidur di sofa, kamu tidur di kasur. Beres, kan?" Usul Mia.
Jaka menggeleng tak setuju. "Aku hanya akan mencium dan memeluk kamu, aku janji. Kecuali kalau kamu memintanya dulu."
"Baru jadian belum sampai satu jam, kamu udah ngajak bobo bareng? Yang benar saja!"
"Terserah, kamu mikirnya apa, yang jelas aku mau kita tidur bersama di kasur. Aku tak akan melewati batas. Titik!"
Andai mereka tak dekat, mungkin Mia tak akan pernah mengetahui banyak sisi lain yang tak Jaka tunjukan di kehidupan kantornya.
Pria yang berprofesi sebagai sekretaris itu, terkenal sebagai orang yang dingin, pelit bicara dan jarang tersenyum. Tapi nyatanya Jaka adalah lelaki cerewet, keras kepala dan mesum.
jangan sampai di unboxing sebelum dimutasi y bang....
sisan belum up disini rajin banget up nya....
terimakasih Thor....
semangat 💪🏻