Lisya menjadi siswi pindahan di sekolah isinya kalangan atas. Demi sebuah misi yang penuh teka-teki saat di telusuri. Bermodal sebuah buku diary yang isinya juga tidak jelas.
Semua urusan itu susah jika cinta sudah masuk kedalamnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dinkacill, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berlalu
"Ada apa Lisya?" pertanyaan dari ayah kandung Velia
Lisya sekarang berada di ruang tamu kediaman Wana. Tentunya tidak sendiri, ia ditemani Sabela yang hanya menunduk takut. Sabela takut pada ayah Velia. Memang aura seram pria itu tak ada tandingannya.
"Om... Lisya mau menanyakan sesuatu apakah om tidak keberatan?" tanya Lisya dengan ramah. Tentu nya harus ramah dan lembut karena dia berhadapan dengan keluarga Wana yang dijuluki keluarga bangsawan
" Silahkan" jawab nya singkat
Lisya sedikit gugup menghadapi keluarga bangsawan ini. Memang di sana tidak hanya ada ayah Velia tapi juga ada ibu dan kakak laki-laki Velia.
"Om, mengapa tubuh Velia tidak otopsi atau mungkin sedikit diselidiki kasus nya. Mana tau yang dilakukan Velia bukan keinginan nya sendiri" akhirnya ucapan itu keluar setelah delapan hari kepergian Velia
Ayah Velia menaikkan sebelah alisnya lalu berucap dengan datar "Jadi maksud mu ada pihak lain yang terlibat dengan kejadian Velia itu"
"Mungkin om" ujar Lisya dengan singkat
"Sudahlah jangan mengungkit kejadian itu, yang berlalu biarlah berlalu" ujar Pria itu dengan tegas
Berlalu? Kasus Velia memang berlalu dengan cepat. Keluarga Wana dengan cepat menghalau kasus ini untuk terdengar publik. Alasannya? Mereka tidak ingin citra mereka hancur hanya karena aksi yang mereka yakini Velia bundir.
Padahal dokter yang menangani Velia sudah mengatakan ada beberapa bagian tubuh yang seperti terkena kekerasan fisik. Tapi mereka tetap tak ingin melakukan penyelidikan dengan alasan tidak masuk akal.
"Citra keluarga Wana akan buruk jika kasus ini terdengar publik" itu yang dikatakan ayah Velia
"Om coba selidiki dulu" ujar Lisya dengan pelan
"Untuk apa? Untuk mengetahui jika penyebab gadis itu mengakhiri hidupnya karena tidak ingin menjadi seorang dokter"
Lisya menunduk sedih, walau Velia tak ingin menjadi dokter tapi gadis itu tetap ingin mewujudkan impian ayah nya itu. Tentu dengan berangan angan suatu saat ayahnya mengizinkannya jadi idol. Walau tak mungkin.
Satu yang Lisya sadari, ayah Velia memang tak peduli. Padahal dulu ayah Velia tetap perhatian walaupun sibuk. Sekarang apakah situasi berubah karena kepergian Velia? Atau memang dari dulu tidak peduli pada Velia tapi Lisya yang baru menyadarinya?
"Masih ada yang ingin kamu katakan?" tanyanya dengan datar
"Mas jangan terlalu keras, mereka hanya masih belum terima" ujar wanita yang sangat mirip dengan Velia. Tentu saja karena dia adalah ibu Velia
"Lisya tenang saja, Velia sudah tenang dan kami juga tidak ingin membesar besarkan masalah ini. Jadi tolong ikhlasin ya, Lisya" ujar ibu Velia dengan ramah ketimbang suaminya
"Maaf tante" seperti nya Lisya tertular penyakit Velia. Meminta maaf padahal tidak ada salah ia hanya ingin memberi Velia keadilan.
"Tidak apa-apa Lisya" jawab wanita itu lalu tersenyum lembut
"Tidak ada waktu lagi, ayo pergi" ujar ayah Velia menggandeng istrinya
"Lisya Sabela, kami pergi dulu" pamit ibu Velia
"Hati-hati om tante" ujar Sabela dan Lisya bersamaan
Ayah ibu Velia pergi ke luar negeri lagi untuk mengurus kerjaan yang belum selesai karena kepergian anak bungsunya. Mereka pergi disaat kepergian Velia baru menginjak 8 hari.
"Vicky, apakah kamu tidak ingin ikut mengantar kami ke bandara?" tanya ibu Velia pada anaknya yang dari tadi hanya diam mendengarkan percakapan Lisya dan suaminya.
"Tidak ibu, aku di rumah saja. Hati-hati" jawab laki-laki bernama Vicky dengan singkat
Ibu Velia hanya mengangguk memaklumi karena anaknya memang malas keluar jika bukan ada kerjaan. Pasangan suami istri itu pergi meninggalkan tiga manusia yang hanya berdiam diri.
"Ca, kita pulang aja deh. Liat noh aura kak Vicky nyeremin persis kayak bapaknya" bisik Sabela pelan
Lisya tak menjawab tapi dia menatap intens kakak laki-laki Velia itu. Tau ditatap, Vicky hanya menaikkan sebelah alisnya.
Lisya tak gentar saat ditatap balik dengan tatapan intens itu "Kak Vicky, apakah tawaran kakak dulu masih berlaku?" tanya Lisya dengan tiba-tiba
Sabela dan Vicky hanya mengernyit bingung. "Tawaran apa dan kapan?" tanya Vicky bingung
"Tawaran kakak buat masuk PHS" jawab Lisya
Vicky mengangguk setelah mengingat nya. Tawaran itu ia berikan saat Lisya, Velia, Sabela lulus SMP. Ia menawari Lisya berulang kali tapi Lisya tidak mau dan memilih masuk ke SMA Harapan Bangsa
"Masih, lo tertarik?" tanya Vicky
Lisya mengangguk pelan membuat Sabela melotot "Ca.. lo kenapa sih?" heran Sabela karena permintaan Lisya yang mendadak tanpa memberi tahunya
"Lo diam aja Bel" titah Lisya pada Sabela
Vicky tersenyum simpul. Dia tak bodoh untuk menyadari jika Lisya masih penasaran dan ingin mencari petunjuk di sekolah adiknya yang sudah kehilangan nyawa "Gue daftarin secepatnya" ujar Vicky
Obrolan mereka berakhir, Lisya dan Sabela meninggalkan kediaman Wana. Di dalam mobil Sabela, Velia hanya melamun berharap keputusan nya tidak salah. Dia cukup kesal jika mengingat obrolan nya dengan ayah Velia maka dari itu, entah dari mana tiba-tiba terlintas ide untuk ia yang mencari tahu sendiri di PHS. Untungnya Vicky mau membantu
"Ca maksud lo apa sih? Tiba-tiba banget pengen masuk PHS?" Ujar Sabela dengan heran
"Kita harus selidikin Vel! Cuma kita yang bisa ngasih keadilan buat Velia" ujar Lisya
"Tapi ayah Velia ada benarnya juga Ca, Velia udah gak ada buat apa selidiki lagi"
"Setidaknya kita kasih keadilan buat Velia, sahabat kita"
Sabela hanya menghela nafas pelan. "Gue ikut sama lo Ca" ujar Sabela
"Kita harus nangkap orang yang terlibat" ujar Lisya dengan tekat yang bulat
Sabela hanya mengangguk singkat lalu tersenyum kecil "Semoga keputusan kita udah bener"
...****************...
Lisya menghela nafas panjang lalu berjalan pelan memasuki kediaman Wana. Kali ini dia sendiri karena Sabela pergi dengan ibunya.
Lisya sedang duduk di sofa ruang tamu lalu bertanya pada pelayan yang menyajikan minuman dan camilan "Bibi apakah aku boleh masuk ke kamar Velia?" tanya Lisya
"Silahkan tanya pada tuan muda, nona. Bibi tidak punya hak untuk itu" jawab pelayan itu dengan ramah
"Kak Vicky masih lama?" Tanya Lisya
"Belum tau nona" kemudian pelayan itu pamit pergi mengerjakan tugasnya kembali
Lisya tak sabaran, ia berdiri lalu menaiki undakan tangga untuk ke lantai 2.Tepat sekali! Ia bertemu Vicky yang baru ingin turun.
"Kemana?" Tanya pemuda itu
"Nyariin kakak" jawab Lisya singkat
"Untuk pembahasan kepindahan lo nanti aja, gue mau makan dulu" jelas nya. "Ikut makan?" Tawar nya pada Lisya
"Enggak deh kak" tolak Lisya
"Btw boleh gak aku masuk kamar Velia?" pinta gadis itu
"Masuk aja, gak dikunci itu" jawab Vicky
"Makasih kak" ujar Lisya lalu berlari pelan ke arah kamar Velia
Vicky hanya tersenyum kecil saat melihat tingkah sahabat adiknya ini. "Semoga temen lo berhasil, Vel" batinnya kemudian turun pergi ke ruang makan
mau pilih Lisya Jewar atau Lisya Revan