Arabella Brianna Catlin Hamilton saat ini tengah tersenyum sumringah dan perasaanya amat sangat bergembira.
Bagaimana tidak? Hari adalah hari anniversary kedelapan dari hubungannya dengan kekasih sekaligus teman masa kecilnya— Kenan Kelvin Narendra.
Namun, hatinya tiba-tiba hancur berkeping-keping ketika Kenan memutuskan hubungan dengannya tanpa alasan yang jelas. Kemudian, Bella mengetahui bahwa lelaki itu meninggalkannya demi wanita lain— seseorang dari keluarga kaya raya.
Karena tidak tahan dengan pengkhianatan itu, Bella menghilang tanpa jejak.
Dan enam tahun kemudian, Bella kembali sebagai seorang pengacara terkenal dan berusaha balas dendam kepada mereka yang berbuat salah padanya— keluarga si mantan.
**
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fakta & Bukti
"Selamat pagi, Mommy!."
Bella dibangunkan oleh suara lembut yang menggema ditelinga nya. Dia membuka matanya dan tersenyum ketika putrinya memeluk tubuhnya. Stevia, gadis kecil itu mengenakan piyama merah muda sembari sebelah tangannya memeluk boneka beruang.
Bella mengulurkan tangannya, membelai rambut Stevia. "Selamat pagi, sayang."
Hatinya dipenuhi kebahagiaan saat melihat putrinya. Awalnya memang tidak mudah untuk membesarnya sendirian, tetapi pada akhirnya Bella dapat menguasai kemampuan itu. Adanya Stevia adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidup Bella. Dia memang menyesal telah jatuh cinta pada Kenan, tetapi dia tidak menyesal dengan hadirnya putri yang tercipta ini.
"Nenek sudah membuat kita sarapan!." Cicit Stevia. "Jam berapa Mommy berangkat kerja? Aku boleh ikut?."
Bella terkekeh kecil, dia ingat semalam setelah membersihkan dirinya di kamar mandi, dia telah menemukan Stevia yang sudah tertidur, padahal mereka baru saja mengobrol beberapa menit yang lalu. Namun, sang pengasuh mengatakan jika sejak Bella meninggalkannya untuk pergi makan malam, Stevia tidak berhenti-hentinya membicarakan tentang tempat kerja Bella dan betapa menyenangkannya tempat itu.
"Tidak sayang, Bos Mommy akan marah kalau Mommy membawa kamu ikut ke tempat kerja. Kamu ingat, ini hari pertama Mommy bekerja." Jawab Bella. Berpikir jika dirinya tidak akan membiarkan mereka bertemu lagi.
Kerutan kecil terlihat di wajah Stevia. Dia menganggukkan kepalanya, tetapi raut wajahnya terlihat kecewa. "Baiklah Mommy, tidak apa-apa."
Ketukan pelan terdengar di pintu dan ketika Bella memberi izin masuk, Katherine Jenkins masuk dan duduk ditepi tempat tidur. Dia menoleh kearah Stevia dan tersenyum. "Sayang, pergilah untuk sarapan bersama bibi Luna. Oma ingin mengobrol dengan Mommy kamu."
Katherine telah pindah ke kota Brentwood lebih awal sebelum Bella berangkat untuk mencari apartemen dan perabotan sebagai persiapan kedatangan putrinya.
Ketika Stevia pergi dan menutup pintu kamar Bella kembali, Katherine menoleh kearah Bella. "Mama melihat kamu semalam, siapa yang mengantarmu pulang?."
Bella mengalihkan pandangan ibunya. Jantungnya berdebar tak menentu. Dia menggigit bibir bawahnya. "Kenan, karena aku tidak punya pilihan—"
Bella hendak menjelaskan, tetapi Katherine telah lebih dulu memotong perkataannya. "Apa kamu masih akan membalas dendam untuk Papamu?."
Bella menatap Ibunya. Pandangan penuh tekad terlihat dimatanya. "Iya, tentu saja. Narendra adalah alasan terbesar kenapa aku dibesarkan di panti. Mereka harus membayar semua ini."
"Tapi kenapa kamu masih bersama dia? Kamu belum jatuh cinta padanya, kan?." Katherine memicingkan matanya saat dia mengamati reaksi putrinya. "Putra musuh Papamu?."
"Apa?." Bella mengernyitkan dahinya. "Itu tidak akan pernah terjadi, Mama." Balasnya mengubah posisinya menjadi duduk.
Katherine menghela napasnya saat melihat keragu-raguan diwajah Bella. Lalu ia menganggukkan kepalanya. "Bagaimana pun, Mama sudah menduga hal itu akan terjadi. Mama rasa, kita tidak akan bisa membalaskan dendam Papamu."
Mendengar hal itu, amarah Bella tersulut. Dia mengepalkan tangannya. "Aku sedang berusaha, Mama. Aku baru saja bergabung dengan perusahaan itu hari ini!."
"Sebaiknya kamu cepat mengurus mereka, Papamu sangat mengandalkan kamu untuk menyelesaikan keluarga Narendra." Kata Katherine, lalu pergi dari kamar Bella begitu saja.
***
Satu jam kemudian, Bella berangkat bekerja. Dan hari ini dia mengenakan setelan abu-abu dan sepatu hak tinggi yang transparan. Sebagai seorang pengacara, Bella biasanya menggenakan jas dengan warna konservatif. Dia juga menata rambutnya menjadi sanggul rendah yang disisir rapi kebelakang, sementara untuk riasan wajahnya, Bella hanya mengenakan make up natural. Dan meski begitu aura kecantikannya tetap terlihat memancar dan terlihat mempesona.
Saat Bella berjalan menuju lift, dia memperhatikan bahwa semua orang memberikan tatapan aneh yang membuat merasa tidak nyaman.
Bella berpikir mungkin itu karena mereka melihatnya pergi bersama Stevia kemarin. Dia pun mengabaikan mereka dan melanjutkan tujuannya ke ruangannya, di kantor bagian departemen hukum.
Namun, ketika Bella menyalakan komputernya, dia menyadari mengapa semua orang menatapnya dan saling berbisik.
Ternyata seseorang telah memotret dirinya dan Kenan didalam mobil. Tak hanya itu, mereka menulis artikel panjang lebar, membicarakan tentang hubungan masa lalu mereka dan bagaimana sekarang disebut sebagai cinta segitiga yang melibatkan dirinya, Kenan dan Sofia.
Bella menggebrak meja, beranjak dari duduknya dan pergi menuju ruang kerja Kenan. Matanya menyala-nyala karena marah. Wanita itu hendak langsung masuk ketika pintu terbuka dari dalam dia berhadapan dengan Kenan.
Sementara itu, Kenan terkejut melihat Bella yang tiba-tiba sudah berada didepan pintu saat dirinya baru saja membuka pintu. Tak menyangka jika Bella akan mencarinya. "Bella—"
Bella dengan tatapan wajah datarnya langsung melewati Kenan dan masuk kedalam ruang kerja lelaki itu, sebelum Kenan menyelesaikan perkataan nya.
Kenan menghela napasnya. Tersenyum, lalu kembali menutup pintu ruang kerjanya.
"Kenapa kamu tidak menghapus berita ini? Kamu punya semua kekuasaan, tapi kamu malah membiarkan mereka membicarakan berita omong kosong seperti ini!."
Kenan mengangkat sebelah alisnya, dia melipat kedua tangannya didada dan menjawabnya dengan tenang. "Reporter itu hanya melakukan tugasnya. Aku tidak punya hak untuk ikut campur. Lagipula, dia melaporkan berita sesuai faktanya. Kamu mantan ku, kan?."
Bella melayangkan tatapan tajamnya. "Apa ternyata semua ini ulahmu?."
Kenan mengernyitkan dahinya. Dia memasukan tangannya kedalam sakunya dan melangkah maju, mendekati Bella. Dengan setiap langkah yang diambilnya, Bella melangkah mundur hingga punggungnya membentur meja kaca.
"Aku tidak mengambil foto-foto itu atau menulis semua artikel itu." Bisik Kenan saat dia mengarahkan pandangannya kearah kepala Bella hingga kakinya.
Kenan sama sekali tidak perduli dengan amarah yang terpancar dari wanita yang berdiri dihadapannya itu. Ketika berdiri didekat Bella seperti ini, Kenan sangat ingin memeluk Bella. Wanita itu terlihat sangat cantik dengan setelan jas dan rok pendeknya, memperlihatkan paha mulusnya.
"Iya. Tapi kamu tidak melakukan apa pun untuk menghentikan mereka membuat berita ini!." Bentak Bella dan meskipun dia marah, jantungnya berdegup kencang karena posisi mereka yang berdekatan.
"Tidak, aku tidak mau. Aku senang dengan berita itu." Jawab Kenan dan jantung Bella berdetak kencang.
Namun, matanya berbinar saat menyadari lelaki tampan itu senang dicap sebagai lelaki yang tidak bisa memilih diantara dua wanita. Bella menempatkan tangannya didada Kenan dan hendak mendorongnya menjauh. Namun, Kenan tiba-tiba justru menarik pinggang Bella mendekat.
Mereka terlihat begitu dekat sehingga bisa merasakan debaran jantung antara satu sama lain dan Kenan begitu senang bisa menghirup aroma tubuh Bella yang yang sangat dia rindukan itu.
Sebelum Bella menduga apa yang terjadi, Kenan meraih tengkuk kepala Bella dan mencium bibir ranum wanita itu, membawanya kedalam ciuman yang menuntut, seakan mengirimkan sengatan listrik ke tulang punggung wanita itu.
Kenan menciumi Bella seolah di haus akan rasa itu setelah bertahun-tahun dan bibir Bella adalah cara Kenan bisa memuaskan dahaganya
Mata Kenan terbelalak saat dia merasakan inti kewanitaannya berdenyut saat rasa kesemutan menjalar ke seluruh tubuhnya. 'Tidak! Aku tidak bisa melakukan ini!.' Batinnya.
Saay Kenan begitu rakus melahap bibir Bella, lidahnya tiba-tiba merasakan ada darah di mulutnya dan rasa sakit terasa beberapa detik kemudian.
Lelaki itu mendesis melepaskan pelukannya di pinggang Bella dan menatap Bella. "Kamu menggigit ku?."
Bella menyeka bibirnya seolah Kenan membuatnya jijik. "Jangan pernah melakukan itu lagi. Aku punya lelaki dan anak. Kenan! Aku tidak datang kesini untuk dipermainkan lagi olehmu."
Bella langsung pergi dari ruang kerja Kenan tanpa menunggu jawaban apa pun dari lelaki itu. Sementara itu, Kenan menggebrak mejanya, hingga meja kaca itu pecah dan tangannya memar.
Kenan tidak bisa menahannya. Ketika melihat Bella masuk kedalam ruang kerjanya, Kenan selalu teringat dengan masa lalu mereka berdua.
Dia sangat merindukan Bella.
Jadi, meskipun tahu jika Bella datang dengan membawa amarahnya, Kenan tetap dengan berani menciumnya, karena dia sangat ingin mencicipi bibir Bella setelah bertahun-tahun lamanya.
Jantungnya berdebar-debar saat dirinya menghisap bibir Bella, memasukkan lidahnya ke dalam mulut Bella dan mencium dengan dominan.
Kenan berharap dia bisa mencium Bella selamanya. Namun, Bella malah menggigitnya dan menolak ajakannya berciuman. Tatapan mata dan kata-katanya yang dingin ketika mengatakan jika dia memiliki seorang laki-laki membuat Kenan kesal dan marah.
Kenan tidak bisa menerimanya. Dia tidak menunggu Bella selama ini tanpa hasil.
"Tuan muda, bibir anda berdarah." Kata Farel begitu masuk kedalam ruang kerja Kenan. "Biarkan saya mengambil kotak p3k."
"Tidak perlu, aku baik-baik saja." Jawab Kenan sembari mengambil tisu dari meja tamu dan menyeka tangannya yang tadi meninju meja kaca.
"Cari tahu siapa lelaki yang selalu Bella katakan. Aku ingin tahu siapa dia!." Perintah Kenan, dadanya naik turun dengan napas yang tidak beraturan.
Kecemburuan yang dia rasakan keluar. Dan Kecemburuan itu yang membakar hatinya seperti api yang berkobar, seakan mengancam untuk menghanguskannya. Bella adalah miliknya dari dulu dan dia juga akan menjadi Bella sebagai istrinya!.
"Tuan, bolehkah saya bertanya mengapa—"
"Tentu saja, aku ingin menyingkirkan dia." Balas Kenan dengan raut wajah dinginnya. "Jika dialah alasan mengapa Bella tidak mau melihatku, maka aku harus mencari tahu apa yang salah tentang dia dan menyingkirkannya."
***
Beberapa jam kemudian, meja kerja Kenan telah diganti dengan meja yang baru. Kali ini stafnya memasang meja kayu mahoni untuk mencegah apa yang terjadi pada meja kaca yang sebelumnya.
Kenan sedang mengerjakan beberapa proyek ketika dia tiba-tiba mendapatkan tamu yang tidak diinginkan.
Sofia masuk kedalam ruang kerja Kenan dan meletakan tas nya dimeja Kenan. Dengan raut wajah malu-malu, Sofia menyelip anak rambut nya kebelakang telinganya. "Aku membawakan kamu makanan, Kenan. Dan kamu tahu? Aku memasaknya sendiri. Jadi ini spesial."
Kenan mengernyitkan dahinya. Suasana hatinya sudah buruk saat Bella pergi dari ruang kerjanya dan Sofia malah datang hingga memperburuk keadaannya.
"Tidak, terimakasih. Aku tidak lapar." Kenan langsung menolaknya, tanpa menoleh kearah Sofia sekilas pun dan terus mengerjakan dokumennya.
Mendapatkan perlakuan seperti itu dari Kenan, Sofia pun marah. Dia sengaja datang dengan pipinya yang masih sedikit bengkak agar Kenan bisa membalaskan dendamnya pada Bella, tetapi lelaki itu bahkan tidak melihat kearahnya.
"Hmm... baiklah, kamu bisa memakannya nanti—"
"Lebih baik kamu keluar dan bawa makanan mu." Suara Kenan terdengar dalam dan mengancam.
Meski Sofia merasa takut, tetapi dia mencoba memberanikan dirinya. "Aku tahu kamu sibuk, tapi kamu harus melihat apa yang wanita itu lakukan padaku! Bella menamparku!."
Saat nama Bella disebutkan, keadaan ruangan seakan tiba-tiba berubah menjadi sunyi. Kenan melayangkan tatapan tajamnya kearah Sofia. "Aku ingatkan untuk jangan merendahkan wanita ku!."
Mendengar hal itu, Sofia tentu saja langsung merasa cemburu. Tetapi dia menutupi rasa cemburunya itu. 'Kenan bahkan tidak bereaksi apa pun setelah aku bilang Bella menamparku.' Batin Sofia.
Tangan Sofia terangkat dan jari telunjuk menunjuk ke arah bekas tamparan Bella. "Lihat apa yang dia lakukan! Aku bertemu dia di restoran kemarin dan dia tiba-tiba menampar ku tanpa alasan yang jelas."
Kenan diam, dia memperhatikan memar berwarna kemerahan di pipi Sofia itu. Lalu dia mengalihkan pandangannya dan menjawab dengan acuh tak acuh. "Kamu mungkin pantas untuk mendapatkannya."
Sofia mengepalkan tangannya mendapati ketidakpedulian Kenan. Karena lelaki itu terus bersikap mengabaikan Sofia. Wanita itu berbalik dan pergi dari ruang kerja Kenan. Namun, Sofia tidak langsung pulang, melainkan dia pergi ke departemen hukum.
Sementara itu, Bella sedang membuat kopi ketika dia merasakan ada seseorang yang berjalan mendekatinya. Saat Bella menoleh untuk melihat siapa yang menghampirinya, dia mengernyitkan dahinya melihat Sofia.
'Sial, wanita menyebalkan ini lagi.' Batin Bella
"Aku bisa melihatmu merasa nyaman berada didekat lelakiku." Cicit Sofia begitu berjalan semakin mendekati Bella.
Ruang staf tempat Bella membuat kopi memang didesain terbuka. Mereka yang berada di tempat kerja berbilik dapat melihat dan mendengar apa yang sedang terjadi.
Bella diam dan mengabaikan Sofia. Membuat Sofia yang kesal pun langsung mendorong bahu Bella. "Apa kamu tidak mendengarku? Aku sedang berbicara denganmu!."
"Tapi aku tidak tertarik untuk berbicara denganmu, apakah tamparan yang kuberikan belum cukup?." Bella mengangkat sebelah alisnya sembari memasukkan gula kedalam kopinya.
Terlihat dari raut wajahnya, Sofia begitu marah pada Bella. Tetapi, apa pun itu dia tidak ingin kehilangan ketenangannya didepan para karyawan. Sofia pun tersenyum. "Aku baru saja mengantarkan makan siang untuk Kenan. Kamu tahu? Dia sangat menikmatinya dan mengatakan bahwa aku akan menjadi istri dan ibu yang baik."
Meski pun Bella terlihat tidak bereaksi apa pun, tetapi kata-kata yang keluar dari mulut Sofia dapat menyakitkan perasaannya. Karena Kenan dulu biasa mengatakan pujian itu padanya dan sekarang dia mengatakannya pada wanita lain.
Lelaki itu benar-benar pembohong!
"Sungguh! Aku tidak perduli dengan apa yang kalian berdua lakukan." Cibir Bella.
"Lalu kemarin malam, mengapa kamu bersamanya? Apa kamu mencoba merayu dia karena kamu tahu dia jatuh cinta padaku?." Sofia sengaja meninggikan suaranya. Seolah-olah dia ingin semua orang tahu.
Bella hanya menggelengkan kepalanya dan dia menatap mata Sofia. "Apa kamu yakin mempermalukan seorang pengacara didepan umum adalah pilihan yang bijak? Aku akan menuntut mu atas pencemaran nama baik dan semua orang akan tahu bahwa putri dari orang terhormat sepertimu ternyata terseret ke pengadilan hanya karena kamu tidak bisa tutup mulut."
Kedua mata Sofia melebar. Dia tidak ingin para karyawan berpikir jika dirinya adalah orang jahat. Jadi, Sofia pun memutuskan untuk pergi dengan kekalahannya, bersumpah untuk menghadapi Bella di lain hari.
Kemudian pada hari itu, Bella memutuskan untuk bekerja lembur memeriksa arsip perusahaan untuk menyelidiki kasus ayahnya secara diam-diam.
Dan kenyataan bahwa Bella malam itu lembur sampai ke telinga Kenan. "Kau bisa pulang duluan, karena aku perlu melakukan satu atau dua hal sebelum pulang." Kata Kenan pada asistennya.
"Kalau begitu saya akan terlambat pulang dan membantu anda."
"Aku bisa melakukan pekerjaanku sendiri!." Kata kenan penuh penekanan, melayangkan tatapan tajamnya pada Farel.
"B-baik tuan." Farel yang kebingungan pun pergi meninggalkan ruang kerja Kenan.
Segera, Kenan mengunjungi departemen hukum untuk menemui Bella dan ketika Kenan melihat betapa seriusnya Bella saat wanita itu membenamkan diri nya dalam pekerjaan, hati Kenan tergerak. Bella terlihat sangat cantik.
Karena tidak ingin menganggu Bella, Kenan turun untuk mengambilkan kopi dingin dan beberapa cemilan. Dia berencana membawa kopi dan cemilan itu untuk Bella.
Tetapi, begitu Kenan baru saja masuk kedalam kafe perusahaan di bawah. Dia melihat seorang anak kecil yang familiar baginya, Kenan pun berjalan mendekati anak kecil itu.
"Stevia."
"Haaaa.... paman baik?." Mata gadis itu berbinar ketika Kenan mengenalinya. Gadis kecil itu pun berlarian kearah Kenan. "Hai paman baik! Aku datang untuk meminta Mommy pulang dan makan malam bersamaku. Mommy selalu pekerjaan keras dan telat makan sesuatu."